Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  #  |  need help ?

Dekan Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas, Alfitri, Partner in Progress, Kunci Keberhasilan Hakiki

Written By imran rusli on Sunday, February 8, 2009 | 11:46 PM

Alfitri adalah sosok fenomenal dalam khasanah inteletual kita. Kalau orang lain takkan sudi ditulis namanya tanpa gelar akademik yang sudah susah-susah digapainya dan mahal pula, maka Alfitri menganggap hal itu tak begitu prinsip. “Biarkan saja, biarkan orang berpikir Pak Alfitri ini sudah profesor belum ya?’ kata pemegang gelar Drs dan MS ini sembari tertawa. Ada baiknya kita mengenal lebih jauh sosok intelektual bersahaja ini, berikut perbincangannya dengan Imran Rusli dari Puailiggoubat.

Puailiggoubat (P): Katanya Anda mengembangkan konsep baru di Fisip, apa sih?
Alfitri (A): Sebetulnya bukan baru, cuma belum punya nama saja. Sekarang pun saya sangat berhati-hati menjawab pertanyaan ini, maklum menyangkut kredibilitas pribadi, Dekan Fisip dan institusi Fisip Unand itu sendiri he he.

P: Jadi apa sebenarnya partner in progress itu?
A: Partner in progress kalau diterjemahkan secara harafiah yang mitra dalam kemajuan, atau mitra untuk mencapai kemajuan. Kita tak mungkin bisa membuat kemajuan tanpa mitra di samping kita. Tak ada keberhasilan tanpa mitra yang berkontribusi membantu kita, baik langsung atau tidak langsung.

P: Konkritnya seperti apa?
A: Bertanya memang lebih enak dibanding menjawab, tapi baiklah akan saya jelaskan. Konsep ini mengarah ke luar dan ke dalam. Ke luar berarti bermitra dengan semua kalangan yang paling tidak memiliki persepsi, visi dan misi yang sama dengan kita yakni menjadikan Fisip Unand sebagai lembaga perguruan tinggi yang bergengsi, prestisius, kredibel, dan mumpuni dalam perannya sebagai pencetak SDM berkualitas di Sumatera. Nah mitra ini bisa berupa sesama Fisip dari semua perguruan tinggi yang ada di Sumatera seperti Syiah Kuala (Aceh), Universitas Sumatera Utara (Sumut), Universitas Riau (Riau), Universitas Jambi (Jambi), Universitas Sriwijaya (Sumsel), Universitas Bengkulu (Bengkulu), Universitas Lampung (Lampung), bahkan juga dengan beberapa universitas di Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta dan Kalimantan. Namun mitra ini bukan hanya perguruan tinggi, lembaga-lembaga tertentu, bahkan media massa juga kitra rangkul, karena itu tadi kita tak kan bisa mencapai keberhasilan atau kemajuan sendirian, perlu mitra, aliansi strategis, sinergi dan semacam itu.

P: Perguruan tinggi di luar negeri juga? Dan lembaga-lembaga penelitian, funding?
A: Ya lah, termasuk itu. Malaysia, Singapore, Filipina dan Australia misalnya sudah menjalin kemitraan yang baik dengan kita. Kita bisa menempatkan SDM kita di sana untuk meningkatkan kualitas akademik. Sebagian besar SDM kita kini tengah menuntut pasca sarjana untuk mendapatkan gelar master dan doktor di sana. Kemitraan dengan berapa lembaga penelitian terus kita lakukan, juga lembaga-lembaga analisis politik dan sosial ekonomi. Funding? Jelas kita jugaakan mengarah ke situ, karena memang kita butuhkan, sebaliknya lembaga-lembaga donor seperti itu juga membutuhkan kita sebagai mitra agar dana mereka bisa tersalur secara efektif (tepat guna). Mereka ada didalam dan di luar negeri.

P: Kalau ke dalam?
A: Ini yang lebih penting. Kemitraan ke dalam sangat signifikan relevansinya. Para dosen, staf tata usah administrasi, dekanat, rektorat, sesama fakultas yang tergabung di Unand, mahasiswa adalah mitra sejati kita, yang berinteraksi dengan kita setiap hari. Tanpa kemitraan dengan mereka kita akan nyelonong sendirian. Tidak bagus, tidak sehat dan tidak diharapkan terjadi.

P: Jadi, secara eksplisit kosep ini belum diterapkan?
A: Memang belum, tapi secara implisit sudah berjalan. Istilahnya sudah dijalankan, cuma belum punya nama, karena sebenarnya kita semua sudah menyadari krusialnya konsep ini dan sudah menjalankannya dengan baik karena menyadari manfaatnya. Nah sekarang saya ingin membakukannya dalam sebuah konsep, legkap dengan langkah-langkah penjabarannya yang bisa diukur. Jadi bisa dievaluasi dalam kurun waktu tertentu.

P: Apa sih keurangan Fisip Unand dibanding UI misalnya?
A; Wah pertanyaannya! Begini. Kalau di Fisip UI, dosennya tak susah lagi memberi kuliah. Ibaratnya lemparkan saja buku, suruh pelajari dan analisis, mahasiswanya tak kan kesulitan sama sekali karena mereka memang berasal dari sekolah-sekolah menengah terbaik. Sumber mereka juga bukan hanya buku atau dosen, tapi internet, buku-buku berbahasa asing, diskusi intensif, di Jakarta itu sudah menjadi budaya mahasiswa. Artinya inputnya dudah excelent, tapi Fisip Unand masih perlu kerja ekstra keras. Inputnya mungkin terbaik dari seluruh sekolah menengah di Sumatera Barat, Jambi dan Riau, tapi belum sebaik yang masuk ke Fisip UI. Budaya belajarnya masih kurang. Mereka terbiasa menerima apa yang diberikan guru saja, belum terbiasa mencari sendiri, jadinya tidak kreatif. Akibatnya dosen harus giat menstilumasi, mem-push mereka agar mau sedikit berusaha. Ini mengutarakan pendapat dalam forum saja masih longok kiri kanan, mencari orang lain yang bisa dan mau.

P: Apa program studi baru yang akan dikembangkan di Fisip Unand?
A: Ada dua sebenarnya. Komunikasi, Hubungan Internasional dan Pariwisata. Ini program studi masa depan menurut saya.

P: Maksudnya?
A: Indonesia sekarang sangat membutuhkan SDM handal di bidang ilmu komunikasi. Pesatnya perkembangan media massa, kehidupan politik, dan makin intensnya hubungan internasional tak bisa tidak adalah lahan subur bagi tenaga-tenaga komunikasi. Kita tak lagi hidup di zaman telepon engkol atau televisi hitam putih, tapi sudah berada di era internet, telepon 3G, MP4, tele conference dan seterusnya, kalau tenaganya tak disiapkan dari sekarang kita bisa ketinggalan. Kemudian pariwisata, sebagai perguruan tinggi yang berada di Sumbar, kita paling berkepentingan menyiapkan tenaga-tenaga ahli di sektor ini, karena pariwisata bisa dikatakan sebagai masa depan Sumatera Barat. Sumber daya alam kita minim, tingggal SDM, pariwisata dan tentu saja aka (akal), modal dasar orang Minang sejak lama.

P: Apa peran yangbisa dimainkan Fisip Unand untuk dunia perpolitikan nasional?
A: Saya kira kita lebih tepat berkontribusi terhadap dunia perpolitikan nasional dengan berkonsentrasi pada dunia perpolitikan lokal, karena itulah kompetensi kita yang sebenarnya. Kalau kita bisa berkontribusi maksimal dalam perpolitikan lokal, maka itu berarti sudah merupakan kontribusi yang berarti bagi perpolitikan nasional, karena memang di ceruk inilah seharusnya kita bermain.

P: Maksudnya?
A: Ya, apa gunanya kita membahas konflik Muhaimin dan Gus Dur atau menduga-duga alasan mundurnya Jimly dari Mahkamah Konstitusi, bukankah itu lebih tepat dibahas dan diselesaikan oleh intelektual-intelektual NU di Jawa Timur atau pakar-pakar konflik dan konstitusi di Jakarta? Sementara berbagai permasalahan yang terjadi di Sumbar tak ada yang membahas dan memberikan solusi. Di sinilah harusnya kita bermain, di ranah yang lebih pas dan sesuai dengan kompetensi kita.

P: Misalnya?
A: Misalnya permasalahan transportasi di Kota Padang, kita kan bisa berkontribusi bagaimana mengatasinya dan bagaimana solusinya. Masalah pertanian, perikanan, peternakan, politik, sosial ekonomi lainnya, banyak sekali kan?

P: Bagaimana bentuk kontribusinya?
A: Macam-macam, salah satunya dengan menyebarluaskan buah pikiran dan ide-ide dari para SDM kita melalui media massa seperti surat kabar, radio, televisi lokal. Khusus untuk mediaonline kami sudah bermitra dengan www.padangmedia.com, nanti akan ada kolom khusus yang disi secara teratur oleh pakar dan pengamat dari Fisip Unand, istilahnya suara dari Bukik Karamuntiang (kampus Unand terletak di Bukik Karamuntiang, Limau Manih—red). Tentu saja bukan sembarang suara yang kami suarakan, tetapi suaranya para intelektual yang peduli nagari ini.

Cat. Tapi kok sampai sekarang belum muncul juga? Maaf Pak Pit, teknis bana masalahnyo, malu ambo.

0 komentar:

Post a Comment