Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  #  |  need help ?

Mudik Eng Ing Eng

Written By imran rusli on Wednesday, November 26, 2008 | 9:14 AM

Mudik bersepeda motor sudah jadi masalah besar di Indonesia, terutama di Pulau Jawa dan Sumatera yang kualitas jalannya rata-rata bagus, alias nggak compang camping kayak di Kalimantan atau Sulawesi atau Papua.

Kompas memberitakan banyak pengendara sepeda motor yang mati di jalan karena ditabrak, menabrak atau jatuh sendiri ke aspal. Menhub kita yang botak (kenapa harus dijelaskan gini sih!) juga bilang begitu. Seolah-olah ada konspirasi untuk membatasi jumlah sepeda motor di Indonesia, karena banyak yang terganggu karenanya.

Maklum pengendara sepeda motor itu rata-rata cuek beibeh. Jalan di trotoar kayak punya bapaknya saja. Menyalib pengendara lain dengan suara keras juga biasa-biasa saja, tak peduli yang disalib kaget dan hampir jatuh. Goncengan sampai lima orang dianggap hebat, apalagi kalau bisa membawa kulkas sekalian. Dipuji-puji banget. Berleha-leha di depan mobil apalagi, kayak disengaja. Kalau loe kaya mang napa? Gua juga naik motor, nggak jalan kaki, emang gua kredit, tapi kan bukan duit nenek loe yang gua pake.. kira-kira gitu deh.

Nah kembali ke trend mudik pakai sepeda motor, saya mencoba ikutan. Tapi dapatnya arus balik dari Sumatera Barat ke Riau. Jadi pagi-pagi, sekitar pukul lima, habis shalat subuh, saya berangkat dari rumah di kawasan Kubang, Pekanbaru (emang Anda tau Kubang di mana? Saya juga pusing jelasinnya, jadi anggap nggak ada ajalah). Itu Hari Minggu tanggal 5 Oktober kemarin. Hari terakhir liburan.

Dret dret dret, motornya berjalan seret karena kecepatan saya tak lebih dari 40 km per jam, saya sampai di Simapng Panam pukul 05.30. Eh ternyata masih ada rombongan yang akan mudik ke Sumbar. Kok telat amat ya? Setelah tanya-tanya ternyata mereka para pedagang sate dari Pariaman. Katanya sengaja baru mudik sekarang karena sayang dagangan sangat laris di hari raya idul fitri tanggal 1 dan 2 Oktober itu. Jadi bawa banyak uang nih? Ya lah di kampung kalau tak kaya pulang ntar dicemooh, ngapaian merantau jauh-jauh kalau kere juga! Emang Padang tu sadis, kalau nggak kaya nggak dipandang, malah ditendang. Kalau kaya semua mau dianggap saudara, kentutpun dipuja-puja. He he. Nggak percaya? Tanya aja BCL atau Icha mantannya Irwansyah atau Nola AB three.

Di Bangkinang--jaraknya 60 kilometer dari Pekanbaru--mulai banyak arus balik dari Sumbar. Jam berapa berangkat dari kampung? Ada yang jam 4 ada pula yang jam 3. Kok pagi amat? Biar bisa siangan sampai di Pekanbaru--lama perjalanan kalau dari Padang 8 jam, dari Bukittinggi 6 jam, dari Payokumbuah 4 jam--jadi masih ada waktu istirahatdan dolanan ke tetangga di komplek sebelum masuk kerja hari Senin tanggal 6 Oktober.

Konvoi sepeda motor makin banyak ketika sampai di perbatasan Sumbar - Riau, atau di KM 110--Padang Pekanbaru itu 300 kilometer, Pekanbaru Payokumbuah 200 kilometer, pekanbaru Bukittinggi 230 kilometer. Ada yang sampai 50-an sepeda motor. Beriringan seperti ulat beroda. Dua dua. Katanya mereka bagian dari rombongan pulang basamo yang waktu mudik hari Minggu tanggal 28 September (H-3) dikawal polisi sampai ke perbatasan. Ada sekitar 780 sepeda motor sekali jalan. Hui enaknya, kayak pejabat, dikawal segala. Karena dikawal banyak cewek-cewek yang ikut bersepeda motor. Keluarga yang ingin membawa satu atau dua anaknya terpaksa dilarang polisi, karena berbahaya. Tapi mereka nekad juga pulang bersepeda motor karena irit dan motornya diperlukan di kampung. Biasa, buat mengunjungi sanak saudara yang jumlahnya bejibun.

Di Kelok 9--sudah masuk kawasan Sumbar, sekitar 20 kilometer dari Payokumbuah--banyak sekali orang. Padahal kawasan ini sedang dalam pengerjaan pembuatan jembatan layang. Debu dan longsoran tanah berserakan di mana-mana. Eh orang-orang itu santai saja memarkir kendaran--mobil dan sepeda motor di bawah tebing yang sangat rawan longsor karena bekas dikikir buldozer dan memiliki kemiringan hampir 90 derajat. Tapi, para pemudik itu santai saja. Istirahat sebentar menikmati keindahan kelok 9, katanya. Mereka berbaur dengan wisatawan lokal, yang datang ke Kelok 9 untuk menghabiskan sisa libur lebaran.

Ternyata ini satu lagi alasan mereka mudik naik sepeda motor, bisa berhenti kapan saja dan di mana saja. Tapi naik mobil pribadi kan juga bisa berhenti di mana saja dan kapan saja. Masalahnya gua nggak punya mobil monyong! Kalau punya ngapain gua naik motor, gila apa!?

Tapi apa nggak cape duduk sekitar 8 jaman gitu? Capek sih capek, pantat rasanya meleleh dan punggung jadi sulit ditegakkan, pegal banget, tapi kan bisa berhenti dan gantian urut sama ride mate, whui istilahnya! Maksudnya teman seperjalanan, sok Inggris loe! Benar juga kagak.

Trus bagaimana kalau hujan atau ban bocor? Kalau hujan ya neduh, tapi kalau pas di hutan atau perbukitan, karena jalur Riau- Sumbar ini melintasi punggung Bukit Barisan yang hutannya terkenal lebat, rain forrest gitu, ya neduh di bawah pohon atau bebatuan. Lha kalau batunya runtuh? Ya udah, mati, ngapaian dipikirin sih?! Ck Ck Ck! Gila!

Kalau bocor cukup banyak tukang tambal ban di sepanjang jalan. Umumnya keluarga horas. Mereka tak boleh melihat tanah kosong dan semak belukar yang nganggur, pasti deh tuh langsung dibersihkan dan dibangun pondok-pondok, trus pasang plang tambal ban, rus buka kios krating daeng, atau lapo tuak. Tapi yang di sepanjang jalur lintas Sumbar - Riau, tak ada tuh lapo tuak. Heran, mereka horas yang mana ya?

Mau masuk Bukittinggi, celaka, macet deh tuh sampai 10 kilometer dan 10 jam. Terlalu banyak sepeda motor dan mobil pribadi, juga bus penumpang dan truk bak terbuka yang mengangkut orang. Semua ingin ke Bukttinggi, melihat pesta kembang api di jam gadang dan para saudara tua di kebun binatang. Siapa tahu ada yang sakit atau mungkin dapat lotere, kan bisa kebagian.

Nah tuh, lagi-lagi sepeda motor enak betul. Tak terpengaruh macet sedikitpun. Salib sana salib sini bisa langsung ke depan. Ada celah sedikit masuk, terperangkap di antara truk bisa dimiringkan, ke luar lewat kolong. anak istri tak bisa lewat ya diturunkan dulu, jalan kaki sedikit, nanti bisa naik lagi. Bahkan polisi pun geleng-geleng kepala melihat pengendara motor yang 'hilang' di balik bawaannya. "Hei ini mengemudinya pakai apa?" "Ya pakai tangan, mata dan kaki lah pak, masa pakai perasaan!"

Saya sampai dengan selamat di Padang, setelah 10 jam di sepeda motor. Ampyuuuuun capeknya. Terutama karena menemukan macet panjang lagi di Padangpanjang dan Lembah Anai--kurang lebih 70 dan 60 kilometer dari Kota Padang. Tapi senang, sekarang saya tahu mengapa mereka pada suka naik sepeda motor untuk pulang.

Pertama, motor murah meriah, Pekanbaru - Sumbar hanya perlu beli bensin Rp35 ribu.

Kedua, tak perlu makan minum di restoran. Nsi bugkus, nasi rantangan, lauk pauk, aqua, teh manis, kopi, teh susu, susu bayi bisa dibawa sendiri dan makannya bisa di pinggir jalan, viewnya indah-indah lagi. Alam Sumatra Barat, indah nian bung!

Ketiga, kencing dan pub tak perlu bayar, banyak tempat disediakan di tepi jalan, biasanya di mesjid dan mushala. Tak perlu bayar, kaya di Jawa atau Sumsel dan Lampung sana, yang sedikit-sedikit bayar.

Keempat, tak perlu pontang panting antri beli tiket dan rebutan tempat duduk, karena tiket dan tempat duduk sudah tersedia di rumah sendiri.

Kelima, irit lagi. Satu motor bisa menghemat ongkos 4 orang. Kalau dengan bus harga termurah Rp75 ribu per orang, dengan travel Rp150 ribu per orang, dengan taksi Rp800 ribu per taksi, ngerental mobil; Rp500 ribu per mobil.

Keenam, bisa gantian mijit. pijit-pijitan di pinggir jalan tak masalah, banyak pondok-pondok bekas orang jualan durian, kuini, duku, rambutan atau manggis yang kosong bila buah-buahan itu sedang tak musim.

Ketujuh, lebih selamat, Kalau naik bus atau travel keselamatan tergantung supir, Supirnya fit kita selamat, supirnya ngantuk kita semua tamat. Apalagi kebanyakan supir dipaksa terus bolak balik bawa bus atau travel oleh majikannya,bisa dibayangkan bahayanya ikut mereka.

Kedelapan, di kampung bebas problem transportasi. Motor bisa membawa kita ke rumah saudara yang tinggal di tengah sawah sekalipun.

Kesembilan, udah ah.

Cat. Diambil lagi dari Koki, Tq Zev

0 komentar:

Post a Comment