Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  #  |  need help ?

Menyilau Program Fauzi Bahar

Written By imran rusli on Sunday, November 23, 2008 | 9:07 PM

Dari lima pasangan kandidat calon Walikota dan Wakil Walikota Padang, pasangan Fauzi Bahar dan Mahyeldi Ansharullah tampaknya lebih punya kans. Salah satunya karena mereka didukung PAN dan PKS, dua partai yang banyak pendukungnya di Kota Padang. Lawan kuat hanya dari pasangan yang diusung Partai Golkar dan Koalisi Sakato, tapi Harmensyah dan Dikki Syafrin (Hardi) sudah gugur sebelum bertempur. Mungkinkah pasangan Yusman Kasim dan Achyardi Sastra (Yusra) akan menerima gelontoran suara dari para pendukung Hardi? Entahlah, biarlah roda politik berputar. Pada kesempatan ini saya hanya akan coba menyilau Program Fauzi Bahar ketika terpilih menjadi Walikota Padang tahun 2003 lalu.

Mayor Laut (Purn) Drs H Fauzi Bahar MSi yang alumni Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (FPOK) Institut Keguruan dan Ilmu-ilmu Pendidikan (IKIP) Padang (kini UNP atau Universitas Negeri Padang) ini ketika terpilih menjadi Walikota Padang periode 2003-2008 memiliki enam agenda yang akan diterapkannya dalam memimpin Kota Padang. Keenam agenda tersebut disebutnya ESI (Enam Sektor Infrastruktur). “Keenamnya akan diimplementasikan untuk mewujudkan visi pemerintahan yaitu terwujudnya Kota Padang sebagai pusat perekonomian dan pintu gerbang perdagangan terpenting di Indonesia bagian barat tahun 2008,” kata Fauzi pada saya yang bekerja untuk Harian The Jakarta Post waktu itu.

Selanjutnya ada 14 turunan ESI yang mencakup konsolidasi aparatur pemerintahan; pengembangan sentra ekonomi rakyat; pengembangan kawasan sisata kota; membentuk BPUP (Badan Pengembangan Usaha Padang); merencanakan kalender wisata berbasis tradisi; menuntaskan wajib belajar sembilan tahun (termasuk memberantas buta huruf latin dan Al Quran); penataan jalur transportasi kota; pengelolaan sampah dan K3; pengembangan tiga titik pertumbuhan kota yakni Terminal Regional Bingkuang (TRB), Pelabuhan Teluk Bayur dan Bandara Tabing; pengentasan kemiskinan; penataan lingkungan; efisiensi dan efektivitas pelayanan publik; gender mainstream; dan membuka akses langsung via email ke walikota. “Tidak gampang memang, tapi saya dan jajaran aparatur di Balaikota akan terus berusaha mewujudkannya,” kata walikota yang waktu itu berpasangan dengan Yusman Kasim, yang kini menjadi kompetitornya.

Lima Prioritas
Dari ESI ada lima prioritas utama yang dijalankan Fauzi Bahar yaitu efisiensi dan efektivitas birokrasi (seperti akte kelahiran,KTP, IMB dan lain-lain), memfungsikan Terminal Regional Bingkuang (TRB) dan membangun mall di lahan bekas Terminal Lintas Andalas yang dilakukan Fauzi melalui pemindahan pedagang kaki lima dari Pasar raya Padang ke TRB. Pemindahan pedagang kaki lima (K5) ke TRB ini sekaligus mengembalikan fungsi Jalan Pasar Baru dan Jalan Sandang Pangan sebagai area parkir serta melancarkan arus transportasi dalam kota.

Kepala Dinas Perhubungan Kota Padang waktu itu, Dedek Nuzul Putra SH mengatakan, Kota Padang memiliki 2.329 unit angkot (angkutan kota), terdiri dari 423 unit bis kota, 1.837 unit angkot ukuran sedang, 69 unit bemo, dan 559 unit taksi. “Mereka melayani 73 rute,” ujar Dedek. Angkot ini menyumbang cukup banyak pada kesemrawutan kota, terutama setelah TLA ditutup.

Sekitar 16 bulan setelah aktivitas terminal bis antar kota dalam provinsi (AKDP) dan antar kota antar provisi (AKAP) dipindahkan dari TLA ke TRB, Kota Padang mengalami boom pertumbuhan terminal bayangan. Tercatat ada 11 terminal bayangan yang muncul, yang segera pula diikuti aksi K5, premanisme dan kriminalitas kecil-kecilan di sekitarnya.

Kesemrawutan transportasi dalam kota masih harus ditambah pula dengan banyaknya kendaraan pribadi seperti mobil, sepeda motor, sepeda, becak barang, bendi dan lain-lain. Kendaraan terkahir ini malah menyumbangkan dua hal sekaligus pada kesemrawutan lalu-lintas. Pertama, disiplin kusir yang sangat rendah dan cenderung semaunya, serta kotoran kuda yang dibiarkan berceceran di jalan. Kotoran kuda ini, dan baunya yang menyengat, bisa kita temukan dengan mudah di semua jalan dalam kota, termasuk jalan protokol seperti Jalan Jenderal Sudirman.

Seperti belum cukup, wajah transportasi Kota Padang makin buruk, kalau kinerja perparkirannya disinggung. Setiap hari Jalan Muhammad Yamin, Jl Hiligoo, Pasar Baru, Jalan Permindo dan beberapa jalan lagi di seputaran Pasar Raya Padang mengalami macet total, gara-gara pola perparkiran yang tidak jelas dan rata-rata memakan badan jalan. Ada yang menggunakan sistem serong, ada yang paralel, ada pula yang berlapis.
Ditambah disiplin pengemudi yang payah dan terkesan tak pedulian saat memarkir kendaraan atau keluar dari lokasi parkir, atau truk-truk ekspedisi yang dibiarkan masuk kota untuk bongkar muat di Jalan Bandar Olo, karena lokasinya yang dekat ke Pasar Raya, maka makin macet pulalah jalanan Kota Padang yang panjang keseluruhannya mencapai 944,61 kilometer itu. “Kondisi inilah yang sedang kita benahi,” ujar Fauzi waktu itu.

Sampah
Hal lain yang dibenahi Fauzi Bahar dan jajarannya di Pemko Padang dari pemindahan pedagang K5 ke TRB adalah terciptanya K3. Saat itu, Pemko agak keteter menangani sampah. Di Pasar Raya misalnya, meski petugas yang setiap hari menangani sampah di lokasi itu berjumlah 100 orang--dibantu 5 unit truk yang bolak balik dari Pasar Raya ke TPA di Aie Dingin, Kecamatan Koto Tangah—bekerja selama 24 jam, Pasar Raya Padang masih sulit dibersihkan.

Seandainya pun dilakukan penambahan truk sampah sebanyak 7 unit lagi—sehingga menjadi 12 unit truk—pasukan kuning masih memerlukan 12 jam kerja, karena menurut Ir Em Nofri, Kasubdin Bina Program Dinas Pasar Kota Padang waktu itu, setiap hari Pasar Raya memproduksi 160 kubik sampah, sementara kapasitas setiap truk hanya 4 kubik. “Setiap truk harus bolak balik, masing-masing 3 kali menempuh jarak 32 kilometer, belum lagi waktu yang dibutuhkan untuk bongkar muat sampah,” Em Nofri.
Itu baru sampah di Pasar raya Padang, belum lagi di 15 pasar tradisional dan ruang publik lainnya. Untuk tugas itu, selain petugas kebersihan yang berjumlah 100 orang Dinas Pasar juga menurunkan 405 petugas.

Laut
Laut dan potensinya adalah satu hal yang sangat diperhatikan Fauzi Bahar. Walikota yang lama menjadi anggota Pasukan Katak (Satuan elite di ALRI) ini menyebut di Sumatera Barat hanya Kota Padang, Kota Pariaman, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Agam dan Kabupaten Pasaman Barat yang beruntung memiliki kawasan pesisir, sungai, lembah dan pegunungan sekaligus. “Tiga belas kota dan kabupaten lainnya hanya punya sungai, lembah dan pegunungan,” katanya.

Kota Padang memiliki pantai sepanjang 68,126 kilometer dengan keliling 165,35 kilometer dan pulau sebanyak 19 buah. Tahun 2002 laut Kota Padang menghasilkan 11.485,0 ton ikan, antara lain tuna, cakalang, tongkol, tenggiri, karang, kembung, layang, selar, teri, tembang, layur, bawal, peperek, kuwe, ditambah cumi, udang dan lain-lain dengan nilai total Rp75.433.266.000.

Menurut Fauzi, nilai produksi sejumlah itu masih tergolong minim, karena sebenarnya Padang masih bisa mendapat jauh lebih banyak lagi dari laut. “Nelayan kita baru menggarap 2 mil laut, belum12 mil. Saya yakin kalau digarap optimal, Padang bisa menjadi produsen produk-produk perikanan terkemuka di pantai barat, apalagi kalau teknologinya ditingkatkan,” katanya.

Untuk itu, Pemko Padang menjalin kerjasama dengan negara-negara pencuri ikan terkenal sepertiThailand dan Filipina. “Tak perlu kita tembaki mereka, ajak berteman aja, pelajari teknologinya, kalau memungkinkan kerjasama di bidang industri pengolahan ikan. Kita punya pekabuhan Teluk Bayur dan Bungus sebagai tempat pengolahan ikan, serta Tabing sebagai bandara cargo untuk mengekspor ikan ke Singapura, Malaysia, thailand, Hongkong dan Cina,” katanya.

Waduk Raksasa
Masih berkaitan dengan ikan, Fauzi waktu itu mengemukakan rencananya yang lain. Karena Padang sering banjir, dia merencanakan pembuatan sebuah waduk raksasa di hulu Batang Aie Dingin atau Batang Kandih, salah satu dari lima sungai terbesar di Kota Padang. “Dengan membuat waduk itu, lima masalah Kota Padang terselesaikan,” katanya.

Pertama, banjir. Karena dibit air ke hilir telah diatur sedemikian rupa, banjir bisa dicegah. “Jembatan yang terancam roboh karena tergerus air sungai gara-gara pengambilan pasir dan batu, juga akan selamat, karena debit air sungai sudah bisa dikendalikan,” katanya lagi.

Kedua, perusahaan daerah air minum (PDAM) akan memiliki sumber pasokan yang bukan hanya bersih tetapi juga tak ada habisnya. “Tidak seperti sekarang, air Kota Padang diambil dari Batang Arau yang kualitasnya sudah sangat merosot, butek lagi,” katanya.

Ketiga, Padang akan mendapat tambahan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) mini. “Listrik takkan byar pet lagi,” Fauzi menekankan. Waktu itu listrik bisa padam 4 kali sehari.

Keempat, waduk di hulu sungai itu bisa menjadi obyek wisata baru. Aneka aktivitas rekreasi bisa dibuat di situ seperti water boom, polo air, jet ski dan lain-lain. “Warga Padang tak perlu lagi jauh-jauh ke Dufan (Jakarta), Carita (Jabar), atau Maninjau (Kabupaten Agam) dan Singkarak (Kabupaten Solok), untuk main air,” kata dia.

Kelima—dan ini yang menurut Fauzi paling penting—adalah terselamatkannya ikan-ikan khas Padang, seperti ikan gariang. “Kalau Maninjau punya rinuak, Singkarak punya bilih, maka Padang punya ikan gariang. “Dengan terpeliharanya ikan-ikan tradisional Padang ini, dan adanya aktivitas rekreasi, maka ekonomi masyarakat disekitar waduk akan ikut terangkat,” tegas dia.

2008
Kini, di ujung masa bhaktinyanya, program-program Fauzi tampaknya tak berjalan efektif. Birokrasi kembali ‘rapat merayap’. Pembuatan KTP, akte kelahiran dan IMB, yang dulu lancar sekali, kini kembali lelet dan penuh pungli.

Jalan Sandang Pangan, Jalan Pasar Baru dan JalanPermindo kembali macet total dan dipenuhi pedagang. Jalan M Yamin malah jadi terminal, setelah Terminal Goan Hoat diubah jadi pusat grosir. Kemacetan bahkan melebar sampai ke kawasan Pondok dan Jalan HOS Cokroaminoto dan Simpang Anam yang telah tumbuh pesat menjadi sentra kuliner Kota Padang. Pola parkir makin carut marut dan dikuasai preman.

K5 tumbuh bukan lagi seperti jamur di musim hujan, tapi sudah seperti rayap (anai-anai yang menemukan kayu segar). Riol dan got macet, trotoar kehilangan fungsi. Sampah menumpuk di mana-mana.

Angkot makin gila dan seenaknya. Bis kota melaju kencang sesukanya tak peduli keselamatan penumpang. MCE (mini city express) dan datsun beradu ngetem di tiap simpang, sepeda motor juga suka-suka. Bendi apalagi, tahi kuda berserakan di mana-mana. Beda sekali dengan bendi di Monas yang bisa berak di wadah penampung, mungkin karena tuannya juga tak suka berak sembarangan.

TRB yang sudah menghabiskan Rp3 miliar, kini menjadi terminal hantu. Tak ada kehidupan sama sekali. Para pedagang yang dulu ramai karena diberi insentif kini sudah kembali ke Pasar Baru, Pasar Raya dan Permindo.

Nelayan masih ngos-ngosan, meski pasar ikan ala Taplau dan Muaro makin diminati warga karena selalu menyediakan ikan segar.

Geliat baru terlihat di Teluk Bayur yang sedang dibangun jadi pelabuhan besar dan kawasan Muaro yang dipersiapkan sebagai frontline-nya water front city.
Waduk di Batang Aie Dingin belum terwujud. Banjir masih mengancam kota dan listrik masih byar pet, malah makin gila. Ikan gariang masih iciang, ikan lainya juga cigin ke mana-mana.
Kondisi ini bisa merugikan citra Fauzi sebagai kandidat Walikota Padang yang akan bertarung dalam Pilkada Oktober nanti, meski dibanding dia kandidat lainnya lebih tak memberikan harapan sama sekali.

Tim sukses Fauzi-Mahyeldi, terutama mesin politik PAN dan PKS yang terkenal militan harus bekerja ekstra keras, bila ingin jagonya terpilih lagi sehingga bisa merealisasikan semua program yang bagus tadi.

Cat.
Fauzi telah terpilih lagi menjadi Walikota Padang, mari kita lihat apakah dia seorang pemimpin yang menepati janji atau tukang gombal seperti pemimpin-pemimpin lainnya.

0 komentar:

Post a Comment