Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  #  |  need help ?

Yang Terhenyak oleh Suara Terbanyak

Written By imran rusli on Friday, January 16, 2009 | 11:28 PM

Keputusan untuk menggunakan mekanisme suara terbanyak dalam Pemilu 2009 telah mengacaukan strategi banyak caleg, keputusan itu sekaligus mengganggu rasa percaya diri sebagian besar caleg, dan menumbuhkan keyakinan yang lebih kuat pada caleg nomor sepatu, karena semua kini memiliki kesempatan sama.


Oleh Imran Rusli

Selasa (23/12) MK mengumumkan Surat Keputusan No. 22-24/PUU-VI/2008 tentang penggunaan mekanisme suara terbanyak dalam Pemilu 2009. Keputusan ini merupakan hasil Rapat Permusyawaratan Hakim oleh delapan Hakim Konstitusi pada hari Jumat tanggal sembilan belas bulan Desember tahun dua ribu delapan dan diucapkan dalam Sidang Pleno terbuka untuk umum pada hari Selasa tanggal dua puluh tiga bulan Desember tahun dua ribu delapan oleh delapan Hakim Konstitusi, yaitu Moh. Mahfud MD, sebagai Ketua merangkap Anggota, M. Arsyad Sanusi, Achmad Sodiki, Muhammad Alim, Abdul Mukthie Fadjar, M. Akil Mochtar, Maria Farida Indrati, dan Maruarar Siahaan masing-masing sebagai Anggota dengan didampingi oleh Makhfud sebagai Panitera Pengganti, dihadiri oleh Pemohon/Kuasanya, Pemerintah atau yang mewakili, Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakili, dan Pihak Terkait Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, serta Pihak Terkait Komisi Pemilihan Umum.

Begitu diumumkan jagad perpolitikan Indonesia pun berguncang, terutama para caleg nomor jadi (nomor urut kecil) dan caleg perempuan. Beberapa kalangan juga menguatirkan makin maraknya money politic (politik uang), karena menilai penerapan mekanisme suara terbanyak hanya akan menguntungkan caleg yang memiliki sumber daya finansial berlimpah dan popularitas berlebih. Mekanisme suara terbanyak juga diprediksi—dan telah terbukti—akan menimbulkan perpecahan dan kompetisi tidak sehat antar caleg, baik yang berasal dari partai politik berbeda atau dari partai yang sama, tapi nomor urut berbeda.

Istilahnya, kata Drs Edi Indrizal MSi, Koordinator Wilayah III Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang membawahi Provinsi Sumatra Barat, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau (Kepri), para caleg tak bisa santai atau berleha-leha lagi, mereka harus berjuang ekstra keras untuk mendapatkan kepercayaan rakyat yang berhak memilih.

Popularitas dan Pundi-pundi Tebal Saja Tidak Cukup
“Upaya keras tersebut berarti tidak akan cukup dengan serangan udara saja, seperti melalui iklan di televisi, radio, media online, surat kabar. Juga tidak cukup lagi hanya dengan serangan darat, lewat baliho, spanduk, poster, kalender, arloji, pin dan lain-lain, bahkan dengan kunjungan langsung ke masyarakat pun belum cukup, juga popularitas, tak ada jaminan untuk mendapatkan elektabilitas yang cukup lagi sekarang,” kata Edi pada Puailiggoubat di kantornya Sabtu (10/01).

Ditambahkan Edi, setiap caleg membutuhkan strategi khusus yang benar-benar masif dan berkenan di hati masyarakat, agar bisa mendapatkan suara mereka. Dan menurut dia hal itu tidak mudah, tapi Edi tidak bersedia memberikan advis gratis. “Maaf itu rahasia perusahan,” katanya bercanda.

Kondisi ini kata Edi muncul dan mengagetkan beberapa caleg dan parpol—kecuali partai yang memang telah memutuskan untuk menggunakan mekanisme suara terbanyak di partainya--karena rata-rata caleg—ujar Edi—memang tidak disiapkan untuk kondisi ini saat perekrutannya dulu.

“Ada beberapa hal yang membuat keputusan MK ini fenomenal dan mengganggu kinerja sementara caleg dan partai, pertama proses rekrutmen para caleg oleh partai sejak awal umumnya belum memperhatikan mekanisme berdasarkan suara terbanyak, akibatnya sekarang mereka kerepotan mengubah strategi. Kedua, Jumlah partai jauh lebih besar, jumlah caleg juga sangat besar. Di Sumbar saja kita sekarang menemukan fenomena dari setiap 5 – 10 rumah terdapat 1 (satu) caleg. Ini luar biasa. Implikasinya perolehan rata-rata setiap caleg akan rendah atau kecil. Tak akan mencapai BPP (Bilangan Pembagi Pemilih). Kondisi seperti yang pernah dialami Saleh Djasit dan Hidayat Nurwahid pada Pemilu 2004, di mana perolehan suara mereka jauh melebihi BPP, tak akan kita temui lagi. Jadi Pemilu 2009 ini benar-benar berat. Ketiga, antara sesama caleg, eksternal atau internal, akan terjadi kompetisi yang sangat ketat. Kita sudah melihat gejalanya di beberapa daerah di Jawa, caleg dari partai sama yang saling jegal dan saling membunuh karakter saingannya. Dengan kompetitor dari partai lain, yang saling tebang bendera juga tak kurang. Belum lagi yang lain, bahkan sudah menjurus ke menghalalkan segala cara,” papar Edi panjang lebar.

0 komentar:

Post a Comment