Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  #  |  need help ?

Disdik Berkilah Tak Punya SDM

Written By imran rusli on Wednesday, November 26, 2008 | 1:25 AM

Dinas Pendidikan Mentawai terkesan enggan menerapkan Budaya Mentawai, konon karena merasa dilancangi YCM. Benarkah?

Apa yang membuat Dinas Pendidikan Mentawai seperti enggan menerapkan Bumen sebagai mulok? Sempat tersiar rumor bahwa Disdik merasa dilancangi YCM, sehingga Kepala Dinasnya Laurensius Polin Saleleubaja tak pernah mau merespon rencana ini.

Ada pula yang mengatakan bahwa Disdik lebih suka anak-anak Mentawai tetap belajar BAM (Budaya Alam Minangkabau) sebagai mulok, karena Bumen dianggap tertinggal dan tidak signifikan untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat Mentawai, buktinya sejak awal kemerdekaan pihak pemerintah bersama kalangan agama-agama samawi dan budaya-budaya mayoritas terlibat aktif dalam upaya penghapusan Bumen dari bumi Mentawai. Jadi kenapa sekarang harus beda?

Namun, ketika ditagih forum di ‘Seminar Muatan Lokal Budaya Mentawai, Peluang danTantangan Penerapan Muatan Lokal Budaya Mentawai’ yang digelar Panitia Pagelaran Budaya Mentawai 2008 dari YCM, di Dusun Mapaddegat, Jumat (14/11), kapan realisasi mulok Bumen ini di lembaga-lembaga pendidikan formal Mentawai, Syaiful Jannah, Kepala Seksi Pendidikan Dasar dan Menengah Disdik Mentawai yang menjadi narasumber mewakili kepala dinas, mengatakan Disdik sangat mendukung mulok Bumen ini, karena diwajibkan undang-undang.

Menyitir bahwa pada tahun 2006 telah diberlakukan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor: 22 tentang Standar Isi (SI), Nomor: 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL), dan Nomor: 24 tentang Pelaksanaan SI dan SKL untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Syaiful menjelaskan bahwa mengacu pada SI dan SKL ini, sekolah-sekolah yang mampu (memiliki sumber daya pendidikan memadai), diharapkan pada tahun pelajaran 2006/2007 telah mengembangkan dan menerapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) untuk sekolahnya masing-masing. Sedangkan bagi sekolah yang kurang mampu, diharapkan paling lambat pada tahun 2009/2010 telah mengembangkan KTSP untuk sekolahnya.

Nah menurut KTSP ini mulok wajib diajarkan di semua tingkatan pendidikan, sejak SD sampai SLTA dan Disdik wajib membuatnya terealisasi di sekolah-sekolah tersebut.

Masalahnya, kata Syaiful, tidak mudah merealisasikannya, karena pertama harus dipersiapkan dengan matang, melibatkan beberbagai lembaga pendidikan di luar pemerintahan. Kedua sulit mencari orang yang akan menyusun materinya. Ketiga sulit mencari tenaga pengajarnya. Keempat sulit mendapatkan sarana pendukung yang dibutuhkan dalam aktivitas belajar mengajar. “Bukti kami mendukung tahun 2007 sudah ada Tim Rekayasa Kurikulum dan anggarannya,” kata Syaiful. Meski tim tersebut tak kunjung mmeperlihatkan hasil kerjanya.

Namun kekuatiran Syaiful ditepis Selester Saguruwjuw, pengurus AMA-PM Kabupaten Mentawai asal Dusun Rogdog, Kecamatan Siberut Selatan. “Di dusun saya masih banyak rimata (kepala suku) yang bisa mengajarkan budaya Mentawai, mereka bisa dimanfatkan dinas kalau mau,” katanya.

Soal kurikulum, masyarakat yang memadati ruang seminar mengatakan Disdik bisa menindaklanjuti model kurikulum yang dibuat YCM. “Itu kalau dinas benar-benar mau, kalau tidak berikan saja tugas itu ke YCM sekalian anggarannya, karena YCM sudah melibatkan berbagai lembaga berkompeten dalam penyusunan materi mulok itu,” kata Frans, seorang kepala sekolah dari Kecamatan Pagai Utara.

Argumen Disdik makin terpatahkan karena ternyata Yayasan Prayoga Padang sudah menerapkan Bumen sebagai mulok di sekolah-sekolah mereka yang ada di Kabupaten Kepulauan Mentawai. “Kami terapkan sejak 2003, pengajarnya orang Mentawai yang kemudian mentransfer ilmunya ke guru-guru kami,” kata Ignatius, pengurus Yayasan Prayoga Padang yang juga jadi pembicara dalam seminar tersebut.

Jadi saat ini SD Fransiscus Muara Sikabaluan dan sekolah-sekolah filialnya di Lubaga, Kulumen, Masaba, Bai’, Limau, Limu Kecamatan Siberut Utara; SD Santa Maria Muara Siberut dan sekolah filialnya di Ugai, Salappa, Gotap, dan SMP Yos Sudarso 2 di Kecamatan Siberut Selatan; serta SD Vincentius di Sikakap, Kecamatan Sikakap, telah menerapkan Bumen sebagai mulok sejak lima tahun silam. Bahkan beberapa sekolah negeri di luar Yayasan Parayoga di Kecamatan Siberut Utara juga nekad mengajarkan Bumen, meski tak diakui Disdik.

“Masalahnya kami merasa kurang tepat mengajarkan BAM sebagai muatan lokal pada murid-murid kami yang mayoritas orang Mentawai,” kata Ignatius.

0 komentar:

Post a Comment