Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  #  |  need help ?

Sekolah Hutan Sangong Tak Selalu Dibuka

Written By imran rusli on Wednesday, February 25, 2009 | 2:20 AM



Sekolah hutan adalah program Divisi Pendidikan YCM (Yayasan Citra Mandiri) yang banyak diapresiasi masyarakat adat Mentawai, karena telah membuka kesempatan bagi masyarakat Mentawai yang terpencil di pedalaman untuk tetap mendapatkan pendidikan. Tapi dibutuhkan tenaga pengajar yang berdedikasi tinggi untuk menjaga kesinambungannya, karena tantangannya memang sangat berat.

Oleh Imran Rusli

Letaknya sungguh jauh di pedalaman Sila’oinan, tepatnya di Sangong, Dusun Salappa’, Desa Muntei, Kecamatan Siberut Selatan. Dari pusat dusun Salappa’, Sekolah Hutan Sangong bisa dicapai dalam setengah jam dengan pompong. “Itu kalau air pasang, kalau air surut waktu tempuh baru bisa mencapai 1,5 jam, bahkan dua jam, karena banyaknya rintangan berupa tunggul kayu, batang pohon yang hanyut, pohon rebah, gosong pasir dan beragam sampah lainnya. Sungai yang dangkal semacam ini sangat tidak nyaman ditempuh.

“Kalau dengan sampan tanpa mesin bisa setengah hari,” kata Timatheus Salaisek, kooperator pompong Puailiggoubat dalam perjalanan ke Sangong Rabu (11/2).
2:20 AM | 4 komentar

Tantangan Perekonomian Salappa'

Dusun Salappa’, seperti juga daerah-daerah lain di pedalaman Siberut Selatan kaya dengan aneka tanaman pertanian seperti kelapa, pisang, keladi, durian, duku, coklat, nilam, rotan, manau, rambutan, kluwih, sukun, dan sebagainya. Saat ini harga-harga berbagai komoditi itu sedang buruk. Coklat Rp 24 ribu per kilogram. Nilam Rp300 rb, manau ukuran 18 Rp500, 26 Rp1.500, 31 Rp3.500, 36 Rp7.000, rotan kecil (sasa) tidak laku, tak ada permintaan dari pedagang pengumpul. Kelapa, keladi, pisang, rambutan, dan lain-lain tidak dijual, untuk dikonsumsi sendiri.

“Padahal tanah di seberang dusun masih terbuka lebar, masih kosong, jadi kalau kita punya kelompok tani bisa dibikin macam-macam. Kita kan sudah cukup banyak belajar di Perpustakaan Palingen tentang penanaman dan pemeliharaan bermacam tanaman yang memiliki nilai ekonomi,” ujar Tulutogok Tasiripoula, Kepala Desa Muntei terpilih yang kebetulan suami Mariani.

Meski sedang kerepotan, karena warga Salappa’ memiliki banyak anggota keluarga yang melanjutkan pendidikan di berbagai perguruan tinggi di Padang, Pariaman, Lubuak Aluang, Bukiktinggi, Payokumbuah, Solok dan Pekanbaru, sehingga membutuhkan banyak biaya di luar biaya kebutuhan sehari-hari, mereka benar-benar harus mengupayakan penghasilan tambahan yang tak memerlukan modal besar. Dan tampaknya Mariani sudah melihatnya dalam beraneka tanaman subsisten di sekitar rumah mereka.

Pisang dan keladi, misalnya, adalah dua jenis tanaman yang berpotensi ekonomi tinggi, kalau tahu cara mengolahnya. Pengalaman AMA-PM di Lampung tentang pembuatan keripik pisang tentunya bisa dibagi ke Salappa’. Begitu pula cara pembuatan minyak goreng dari kelapa yang sudah menjadi pengetahuan umum orang Pariaman sejak dulu, pasti dengan mdah diajarkan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Keripik dari keladi kan tinggal meniru keripik pisang saja.

Rasanya kita bisa ikut melihat mimpi Mariani, tentang kesibukan wanita kampungnya mengolah pisang dan keladi menjadi camilan bergizi, serta pompong yang bolak-balik Salappa’ – Muara Siberut membawa bungkusan-bungkusan besar keripik pisnag dan keladi untuk dijual di pasar mingguan, atau kalau rutin pasti akan ada saja pedagang pengumpul yang mencium bau keuntungan yang dikandung makanan tersebut bila dibawa ke Padang.

Hmm sungguh sebuah mimpi yang pantas diwujudkan. ran.
2:05 AM | 0 komentar

Wanita Salappa’, Bergerak

Karena keterpinggiran yang begitu lama wanita Salappa’ hampir-hampir tidak terdeteksi di permukaan. Semua dinamika mereka tenggelam di balik keterisolasian. Terpilihnya seorang warga Salappa’ sebagai Kepala Desa Muntei bagaimanapun telah memberikan sepercik harapan yang membuat wanita Salappa’ mulai menggeliat dan menatap masa depan dengan mata yang terbuka.

Oleh Imran Rusli

Cahaya berbinar di mata Mariani Satoinong (25). Istri Kepala Desa Muntei terpilih Tulutogok Tasiripoula ini merasakan semacam dorongan untuk berbuat, dorongan untuk mengkolidasikan semua potensi wanita Salappa’ guna mencapai kemajuan.

Ketika diajak berbincang tentang apa yang mungkin bisa diperbuat wanita Salappa’ ke depan, wanita yang sebenarnya masih berusia 20-an ini terlihat bersemangat. “Banyak sekali Pak, kami bisa belajar merajut, menyulam, membuat aneka makanan dari pisang atau keladi, segala sesuatu yang bisa membantu meningkatkan ekonomi keluarga,” katanya pada Puailiggoubat di Salappa’, Rabu (12/2).

Sebagai perempuan Mentawai, Mariani tampaknya sadar beban kaumnya dalam struktur kebudayaan Mentawai sangat berat. Sebagai kepunyaan uma suami kewajibannya jelas: mencari ikan atau lokan ke sungai, mengurus ladang keladi, mengurus ladang nilam, menyiapkan segala keperluan rumah tangga,mengurus suami dan anak-anak, juga mertua dan ipar-ipar, itu berarti mencuci, memasak, memandikan anak, memberi makan ayam dan babi, semua kegiatan yang bermula sejak subuh buta sampai tengah malam. Tak henti-hentinya.

Tapi semua itu tak memberi pembenaran untuk mengeluh. Tradisi biarlah begitu. Bagi Mariani mensiasati posisi kaumnya dalam budaya jauh lebih penting. “Itu sudah jelas, tanggungjawab kita wanita Mentawai, tapi bukan berarti tak bisa melakukan yang lain,” katanya enteng.

Posyandu
Menurut Mariani di Salappa’ ada kegiatan Posyandu, bahkan kegiatannya teratur setiap bulan. “Pada minggu-minggu pertama atau kedua setiap bulan,” katanya. Bagaimana kalau ada yang melahirkan? “Tak masalah, di sini ada 4 dukun bayi, semuanya terlatih, juga ada 5 kader Posyandu yang siap dilatih untuk membantu-bantu kalau nanti Pustu sudah bisa beroperasi dengan tenaga medis dari kabupaten,” katanya.

Mariani menegaskan memang ada sedikit masalah dengan kader-kader kesehatan dusun yang berusia tua, soalnya mereka selalu kesulitan dalam mengikuti pelatihan-pelatihan kesehatan. “Pelatihan umumnya kan berbahasa Indonesia, mereka kesulitan, maklum orang tua, akhirnya banyak yang mengundurkan diri, tapi yang baru-baru dan muda-muda masih banyak, asal rajin mengikuti pelatihan saya rasa takkan ada masalah,” katanya optimis.

Sekarang, menurut Mariani, ada 35 balita dan ibu hamil yang rutin ke Posyandu. “Mereka sudah sadar bahwa kesehatan kandungan dan balita itu sangat penting dan harus selalu dipantau,” ujar perempuan yang tak sempat menamatkan pendidikan di SMP ini, tapi terkenal cerdas dan pernah menjadi ketua OSIS di sekolahnya SMPN 1 Muara Siberut.

Menyulam
Merajut, menyulam, menenun semuanya adalah pekerjaan asing untuk wanita Mentawai, termasuk wanita Mentawai di Salappa’. Keahlian mereka adalah menganyam dan menjahit. Rotan, kulit rotan, bambu, pelepah sagu bisa mereka anyam dan jahit menjadi jaragjag (tikar rotan), opa (keranjang rotan), bakhulu (tas kerja kerei), balokbok (tempayan sagu), tapri (wadah tempat menyimpan tepung sagu). Tapi kalau harus merajut renda, menenun kain atau menyulam mereka menyerah.

“Bukan tak bisa tapi tak biasa, jadi kalau rajin belajar kami pasti bisa,” kata Maryani. Dan dia melihat kesempatan dan pentingnya belajar ketrampilan-ketrampilan tersebut. “Mentawai punya motif-motif yang berbeda dan unik, kalau ada yang mengajari kami mengubahnya menjadi cendera mata cantik, saya yakin kami akan memiliki sumber mata pencarian sampingan baru yang kalau diseriusi akan sangat membantu ekonomi keluarga,” katanya lagi.

Kuliner
Peluang serupa serupa juga dilihatnya di bidang makanan (kuliner), meski dalam bentuk yang sangat sederhana. “Wanita di sini bisa membuat keripik dari pisang dan keladi, masalahnya sama saja, tidak biasa, bukan tidak bisa,” katanya.

Dia tidak mempersoalkan pasar dan pemasaran. “Setiap Selasa kan ada pasar mingguan di Muara Siberut. Pisang dan keladi banyak sekali di sini, sementara minyak goreng bisa dibuat dari kelapa. Kuali penggorengnya juga tak kurang. Ajari kami, lalu para suami bisa membawa olahan kami itu setiap Selasa dengan pompong ke Muara,” ujar dia yakin.

Mariani tahu cemilan semacam itu harus dikemas dengan kemasan yang baik, sehat dan cantik. “Kita sudah sering melihat contohnya di Muara, tak masalah,” katanya lagi. “Plastik bening pun cukup.”
2:02 AM | 0 komentar

Kepala Desa Magang

Joel Salaisek tak bisa menyembunyikan kegundahan hatinya. Sepulang dari Musrenbang tingkat desa di Muntei dia lebih banyak berdiam diri. Ternyata—setelah ditanya--Ketua Dewan Adat Dusun Salappa’ itu masgul karena sedih melihat nasib kepala desanya, Tulutogok Tasiripoula.

“Dalam Musrenbang kemarin Pak Kades seperti magang saja, yang dominan bicara tetap kepala desa lama Pak Viktor Sagari, bagaimana ini?” keluhnya.

Menurut Joel, tak sepantasnya hal tersebut berlaku. “Ini sudah hampir habis empat bulan setelah Talud terpilih sebagai Kepala Desa Muntei, seharusnya kan tiga bulan setelah terpilih dia harus sudah dilantik,” imbuh mantan anggota P4KD (Panitia Pencalonan dan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa) Muntei tersebut.

Kerisauan yang sama diperlihatkan tokoh masyarakat yang lain seperti Anselmus Sadodolu, Markus Sabailati, dan lain-lain. “Ini tidak bisa dibenarkan, tak ada alasan sebenarnya untuk menunda-nunda pelantikan,” kata Anselmus yang diiyakan Markus. “BPD (Badan Perwakilan Desa) harus mencari kejelasan persoalannya, dan mendesak pelantikan, kalau perlu sampai ke Tuapeijat,” kata Anselmus.

Menurut mereka kalau kepala desa terpilih tidak bisa menjalankan roda pemerintahan desa, bisa terjadi kerancuan kepemimpinan. “Ini berarti sama saja dengan menjadikan proses pemilihan November lalu itu sia-sia,” tambah dia. ran
2:01 AM | 0 komentar

Kepala Desa Terganjal SK



Semangat boleh menggebu, tapi legalitas tetap perlu. Itulah yang terjadi di Salappa’, tak kunjung dilantiknya Kepala Desa Muntei, yang membawahi Dusun Salappa’, Muntei dan Puro II, membuat semua aktivitas pembangunan terganggu.

Oleh Imran Rusli

Kepala Desa Muntei telah terpilih sejak 3 November tahun lalu, Tulutogok Tasiripoula, belum juga dilantik, padahal kalau menurut Peraturan Bupati Kepulauan Mentawai seharusnya pelantikan dilakukan paling lambat tiga bulan setelah terpilih. Tapi nyatanya, janankan dilantik SK-nya pun belum pernah dilihat Tulut.

“Katanya SK saya sudah turun, tapi entah siapa yang pegang, saya belum pernah melihat,” ujarnya ketika ditemui Puailligoubat Rabu (11/2) di tempatnya mengajar,SD Filial Santa Maria, Salappa’. Dia mengaku tidak mengerti kenapa harus seperti itu. “Saya dengar pelantikan baru akan dilakukan setelah pemilu,” katanya lagi.

Belum dilantiknya kepala desa membuat warga Salappa’ resah. “Soalnya alasannya tidak kuat sementara masalah yang ditimbulkannya banyak,” ujar Anselmus Sadodolu, pengurus PS3 (Parurukat Siberikabaga Siberut Selatan) Kecamatan Siberut Selatan yang juga tokoh masyarakat Salappa’.

Masalah itu antara lain program-program dusun tidak bisa dirancang dan dijalankan, karena tidak bisa dilepaskan dari kebijakan desa. Masalah lainnya terjadi kerancuan gaji kepala desa. “Gara-gara belum dilantik kepala desa baru belum bisa menjalankan operasional pemerintahan sepenuhnya, sebaliknya kepala desa lama seperti tidak bisa melepaskan posisinya di pemerintahan, gaji mereka juga harus dibagi dua, misalnya gaji Desember 2008 dan Januari 2009, ini kan bikin bingung masyarakat seperti kapal yang dinakhodai dua orang,” ungkap Joel Salaisek, Ketua Dewan Adat Salappa’.

Usai Pemilu
Tak puas dengan belum berfungsi penuhnya kepala desa, warga Salappa’ pernah menanyakan masalahnya ke kecamatan. Jawabnya, pelantikan setelah pemilu bulan April,” ujar Kepala Dusun Salappa’ Markus. Jawaban ini membuat masyarakat makin bingung dan berprasangka macam-macam.

“Yang sibuk pemilu kan KPU, bukan bupati. Lagipula ini peraturan bupati sendiri, bahwa tiga bulan paling lama setelah kepala desa terpilih dia harus sudah dilantik, nah ini faktanya sudah mau habis 4 bulan, kapan kepala desa akan bekerja?” kata Joel Salaisek.

Menang Mutlak
Tulutogok Tasiripoula memenangkan pemilihan Kepala Desa Muntei 3 November 2008. Dari 4 kandidat kepala desa yang maju, yakni Tulutogok Tasiripoula dari Dusun Salappa’, Agustinus Sagari dari Dusun Muntei, Viktor Sagari dari Dusun Muntei dan Stephanus Nahung dari Beikeluk, Tulut meraih 170 suara. Sisanya, sekitar 300 suara, diperoleh 3 kandidat lainnya.

“Saya menang karena warga Salappa’ dan Beikeluk kompak memberikan suara mereka kepada saya, saya sungguh salut dan berterima kasih,” kata Tulut yang selain menjadi guru pernah menjadi pengelola Perpustakaan Palingen yang didirikan YCM (Yayasan Citra Mandiri) di Salappa’ tahun 2006.

Kelompok Tani
Tapi karena belum dilantik Tulut yang memilih tetap bertempat tinggal di Salappa’ meski tiap hari turun ke Muntei, tak bisa sepenuhnya menjalankan tugas. Padahal di kepalanya sudah banyak program yang minta segera diimplementasikan. Misalnya peningkatan ekonomi masyarakat.

“Kami di Salappa’ ini punya problem mata pencarian,” katanya. Sumber ekonomi cukup banyak tapi tak ada yang bisa difokuskan. Dalam bahasa Kepala Dusun Salappa’, warga tidak bisa fokus menjalankan perekonomiannya karena tidak ada komoditi yang menghasilkan secara berkesinambungan.

Sumber ekonomi itu sendiri cukup banyak, misalnya nilam, coklat, kelapa, pinang, keladi, pisang, sagu, manau, sasa (rotan), tapi semuanya insidentil sifatnya. “Harga tak pernah stabil, selalu naik turun, sementara biaya yang kita keluarkan untuk berproduksi tak pernah turun, selalu naik, akibatnya kita tak pernah fokus dengan satu sumber ekonomi,” kata Markus.

Karena Tulut, sebagai Kepala Desa Muntei yang baru, mempunyai program khusus untuk Salappa’, yakni pertanian terpadu lewat pembentukan kelompok tani. “Misalnya coklat, selama ini masyarakat berkebun coklat secara terpisah-pisah, akibatnya tanaman mereka gampang rusak diserang hama. Kalau bersama-sama kan bisa kita pecahkan bersama masalahnya,” kata Tulut.

Menurut Tulut warga Salappa sudah cukupmelihat pengalaman petani di daerah lain, seperti di Muntei atau Puro. Dari pengalaman itu mereka sudah tahu, keberhasilan takkan bisa dicapai sendiri-sendiri. “Tikus, tupai, musang, kelelawar, semut bisa dihadapi bersama dengan mengatur masa tanam, kita bisa menjaga kebun bersama-sama dan meningkatkan produksi, tentu saja bimbingan PPL (petugas penyuluhan lapangan) sangat kita butuhkan, PPL yang tak sekedar minta tanda tangan kepala desa maksud saya,” katanya sambil tersenyum menyindir (Puailiggoubat pernah memberitakan tentang PPL yang kerjanya cuma minta tandatangan kepala desa, tidak bekerja sebagaimana mestinya).

“Saya juga akan mendorong pembukaan kebun coklat tanpa merusak lahan sagu, karena sagu itu basis pangan kami, tidak boleh dirusak,” tegasnya.
1:57 AM | 0 komentar

Dari 350 Meter Jadi 600 Meter



Proyek PNPM Mandiri yang masuk ke Salappa’ tahun lalu adalah jalan rabat beton sepanjang 350 meter. Jalan selebar 2 meter dengan ketebalan 12 meter itu menelan biaya Rp 225.918.500, sudah termasuk operasional UPK (Unit Pengelola Kecamatan) sebesar 2 persen atau Rp4.518.400, operasional TPK (Tim Pelaksana Kegiatan) sebesar 3 persen atau Rp6.777.500 dan biaya fisik Rp214.622.600.

Saking antusiasnya jalan yang semula direncanakan sepanjang 350 meter itu bertambah menjadi 600 meter ditambah sebuah jembatan kayu sepanjang 5 meter yang terlihat kokoh, berkat swadaya masyarakat. “Mungkin karena baru dan memang merasakan kebutuhannya, masyarakat sangat bersemangat,” ujar Anselmus Sadodolu, Ketua TPK PNPM Mandiri Salappa’.

Swadaya di sini bukan berarti masyarakat menyumbangkan material atau uang, tapi bersedia menerima upah yang lebih sedikit atau mengurangi biaya transportasi material, seperti semen dari Muara Siberut. “Karena swadaya tersebut kami masih kelebihan 127 sak semen, yang bisa digunakan untuk membangun jalan sepanjang 150 meter lagi, tapi tentunya setelah ada komunikasi dan koordinasi dengan UPK di Muara Siberut,” ujar Anselmus lebih jauh.

Sebetulnya tahun 2001-2002 Salappa’ sudah dapat paket P2D, tapi gagal direalisasikan oleh OMS (Organisasi Masyarakat Setempat) dan dialihkan ke dusun lain. “Kontraktor berdalih tak ada material, nyatanya dengan PNPM tak ada masalah, proyeknya terealisasi dengan biaya yang justru jauh lebih murah,” timpal Tulutogok Tasiripoula.ran.
1:56 AM | 0 komentar

Geliat Salappa

Dusun Salappa’, Desa Muntei, Kecamatan Siberut Selatan adalah dusun bentukan Departemen Sosial yang dibangun tahun 1979 dan mulai dihuni tahun 1981. Tapi sejak dibangun sampai tahun 2008 mereka tidak pernah merasakan program pemerintah, sampai akhirnya program PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) Mandiri masuk. Maka mata masyarakatpun terbuka. Salappa’ bukannya tak bisa diapa-apakan, dan sangat berhak mendapat sentuhan pembangunan.


Oleh Imran Rusli

“Sebelum tahun 2008 kami betul-betul buta akan hak kami, jadi dusun kami dilewati saja, tak pernah mendapat sentuhan pembangunan, ada saja alasannya , biaya mahal lah, material susahlah, tapi setelah PNPM Mandiri masuk terbukti semua itu omong kosong saja, infrastruktur di dusun kami bisa dibangun sama mudahnya dengan di tempat lain,” ujar Markus Sabailati, Kepala Dusun Salappa’ Selasa (10/1) malam.

Perbincangan dalam gelap itu—benar-benar gelap, Puailiggoubat tidak bisa mengenali wajahnya—benar-benar mengesankan karena meski sangat membutuhkan penerangan, kepala dusun mengatakan penerangan belum menjadi prioritas di Salappa’. “Kami lebih butuh jalan, jembatan, air bersih, gedung TK, sekolah negeri, rumah ibadah, tenaga medis Pustu dan MCK, kalau itu semua sudah ada baru kami berpikir tentang penerangan,” kata Markus. Soalnya, tambah Markus, kalau penerangan didahulukan jalan dan lain-lain bisa terabaikan karena masyarakat akan disibukkan oleh kegiatan-kegiatan lain yang kurang produktif. Misalnya nonton sinetron di televisi.

“Lagipula penerangan itu pasti kita dapatkan, karena pemerintah kabupaten tidak mungkin membiarkan kami selamanya dalam kegelapan,” katanya. “Apalagi kami tahu sudah ada dusun yang mendapatkannya, yakni Rogdog dan Madobag, serta Ugai yang kebagian limpahannya,” ujar Markus lebih jauh.

Dusun berpenduduk 79 KK atau sekitar 400 jiwa yang terdiri dari 9 suku besar dengan luas sekitar 360 hektar ini memang tergolong malang. Meski termasuk dalam wilayah administratif Desa Muntei, selama 27 tahun mereka seperti dianggap tidak ada. “Setelah PNPM Mandiri masuk, baru kami dapat jatah Pustu (Puskesmas Pembantu), dan pejabat dari Bappeda sudah dua kali ke sini. Tahun depan kami dengar jatah P2D (Pembangunan Prasarana Desa) akan masuk ke sini, padahal dulu banyak sekali alasannya,” kata Markus pula.

Dulu, imbuh Markus, kalau masyarakat sakit mereka sangat kesulitan karena harus ke Muara Siberut yang kalau pakai sampan dayung bisa makan waktu seharian. “Paling tidak untuk berobat kami harus sedia Rp500 ribu. Untuk bekal di jalan, untuk biaya menginap di Muara, dan untuk biaya dokter, jadi kalau sakit kami sering membiarkan saja sampai sembuh sendiri, atau paling jauh minta bantuan kerei, saya sendiri sampai minggu lalu masih menggunakan jasa kerei, karena Pustu—meski telah selesai dibangun tahun lalu--belum diserahterimakan dan petugas medisnya belum ada,” ungkapnya.

Sebenarnya, imbuh Tulutogok Tasiripoula, kepala desa yang baru terpilih, Pustu itu jatah desa, tapi Kepala Desa Muntei lama—yang sampai sekarang masih berfungsi karena kepala desa yang baru belum dilantik—Viktor Sagari menyarankan agar dibangun di Salappa’ saja, mengingat Salappa’ masih belum punya sarana tersebut. “Kita berterima kasih pada Pak Viktor untuk kebijakannya itu,” kata Tulud.

Musrenbang Desa
Kesadaran untuk meminta hak itu makin menguat ketika salah satu warga Salappa’, Tulutogok Tasiripoula tadi, memenangkan pemilihan kepala desa 3 November tahun lalu. “Ini membuat semangat kami bertambah untuk memunculkan lebih banyak kebutuhan dalam Musrenbang tingkat desa besok di Muntei,” kata Joel Salaisek, Ketua Dewan Adat Salappa’, pada malam yang sama.

Sebelumnya, kata Joel, masyarakat tidak tahu bahwa banyak sekali pos anggaran di APBD yang merupakan hak masyarakat, seperti dana ormas, bantuan untuk rumah ibadah, jalan, jembatan, sarana air bersih, listrik, sekolah. “Kita tidak tahu bahwa semua itu memang hak kita, bukan belas kasihan pemerintah kabupaten,” ujar Joel.

Rabu tanggal 11 Februari dari Salappa’ berangkat 6 orang yakni kepala desa terpilih, kepala dusun, 2 anggota BPD (Badan Perwakilan Desa) dan 2 orang tokoh masyarakat, salah satunya Joel. “Kami berangkat pagi-pagi sekali agar bisa pulang sebelum malam,” kata Joel.

Hasilnya pada Musrenbang yang dihadiri 19 orang itu, antara lain 6 dari Salappa’, 12 dari Dusun Muntei dan 1 orang dari Puro II, utusan Salappa’ mengusulkan item-tem yang telah disebutkan di atas tadi. “Kalau misalnya P2D jadi masuk, itu pasti jalan, nah kita bisa usulkan yang lain untuk PNPM, mungkin air bersih, atau yang lain, yang penting kita sekarang lebih tahu prosedurnya,” kata Markus.

Menurut Kepala Desa Muntei terpilih yang juga warga Salappa’, Tulutogok Tasiripoula, hasil Musrenbang tingkat desa itu sudah diawali dengan Musrenbang tingkat dusun, lalu akan dilanjutkan dengan Musrenbang tingkat kecamatan dan seterusnya Musrenbang tingkat kabupaten. “Di situ akan dilihat prioritasnya, kita harapkan permohonan Salappa’ diprioritaskan mengingat sekian lama dia diabaikan,” katanya.

Tulut menambahkan masyarakat Salappa’ memang lebih memprioritaskan pembangunan gedung-gedung, seperti gedung TK,sekolah negeri, rumah ibadah dan kantor dusun. “Soalnya gedung-gedung itu bisa multifungsi, tidak berdiri sendiri,” jelasnya. Dia sepakat dengan Markus. “Penerangan bisa menyusul.”
1:50 AM | 0 komentar

Dekan Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas, Alfitri, Partner in Progress, Kunci Keberhasilan Hakiki

Written By imran rusli on Sunday, February 8, 2009 | 11:46 PM

Alfitri adalah sosok fenomenal dalam khasanah inteletual kita. Kalau orang lain takkan sudi ditulis namanya tanpa gelar akademik yang sudah susah-susah digapainya dan mahal pula, maka Alfitri menganggap hal itu tak begitu prinsip. “Biarkan saja, biarkan orang berpikir Pak Alfitri ini sudah profesor belum ya?’ kata pemegang gelar Drs dan MS ini sembari tertawa. Ada baiknya kita mengenal lebih jauh sosok intelektual bersahaja ini, berikut perbincangannya dengan Imran Rusli dari Puailiggoubat.

Puailiggoubat (P): Katanya Anda mengembangkan konsep baru di Fisip, apa sih?
Alfitri (A): Sebetulnya bukan baru, cuma belum punya nama saja. Sekarang pun saya sangat berhati-hati menjawab pertanyaan ini, maklum menyangkut kredibilitas pribadi, Dekan Fisip dan institusi Fisip Unand itu sendiri he he.

P: Jadi apa sebenarnya partner in progress itu?
A: Partner in progress kalau diterjemahkan secara harafiah yang mitra dalam kemajuan, atau mitra untuk mencapai kemajuan. Kita tak mungkin bisa membuat kemajuan tanpa mitra di samping kita. Tak ada keberhasilan tanpa mitra yang berkontribusi membantu kita, baik langsung atau tidak langsung.

P: Konkritnya seperti apa?
A: Bertanya memang lebih enak dibanding menjawab, tapi baiklah akan saya jelaskan. Konsep ini mengarah ke luar dan ke dalam. Ke luar berarti bermitra dengan semua kalangan yang paling tidak memiliki persepsi, visi dan misi yang sama dengan kita yakni menjadikan Fisip Unand sebagai lembaga perguruan tinggi yang bergengsi, prestisius, kredibel, dan mumpuni dalam perannya sebagai pencetak SDM berkualitas di Sumatera. Nah mitra ini bisa berupa sesama Fisip dari semua perguruan tinggi yang ada di Sumatera seperti Syiah Kuala (Aceh), Universitas Sumatera Utara (Sumut), Universitas Riau (Riau), Universitas Jambi (Jambi), Universitas Sriwijaya (Sumsel), Universitas Bengkulu (Bengkulu), Universitas Lampung (Lampung), bahkan juga dengan beberapa universitas di Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta dan Kalimantan. Namun mitra ini bukan hanya perguruan tinggi, lembaga-lembaga tertentu, bahkan media massa juga kitra rangkul, karena itu tadi kita tak kan bisa mencapai keberhasilan atau kemajuan sendirian, perlu mitra, aliansi strategis, sinergi dan semacam itu.

P: Perguruan tinggi di luar negeri juga? Dan lembaga-lembaga penelitian, funding?
A: Ya lah, termasuk itu. Malaysia, Singapore, Filipina dan Australia misalnya sudah menjalin kemitraan yang baik dengan kita. Kita bisa menempatkan SDM kita di sana untuk meningkatkan kualitas akademik. Sebagian besar SDM kita kini tengah menuntut pasca sarjana untuk mendapatkan gelar master dan doktor di sana. Kemitraan dengan berapa lembaga penelitian terus kita lakukan, juga lembaga-lembaga analisis politik dan sosial ekonomi. Funding? Jelas kita jugaakan mengarah ke situ, karena memang kita butuhkan, sebaliknya lembaga-lembaga donor seperti itu juga membutuhkan kita sebagai mitra agar dana mereka bisa tersalur secara efektif (tepat guna). Mereka ada didalam dan di luar negeri.

P: Kalau ke dalam?
A: Ini yang lebih penting. Kemitraan ke dalam sangat signifikan relevansinya. Para dosen, staf tata usah administrasi, dekanat, rektorat, sesama fakultas yang tergabung di Unand, mahasiswa adalah mitra sejati kita, yang berinteraksi dengan kita setiap hari. Tanpa kemitraan dengan mereka kita akan nyelonong sendirian. Tidak bagus, tidak sehat dan tidak diharapkan terjadi.

P: Jadi, secara eksplisit kosep ini belum diterapkan?
A: Memang belum, tapi secara implisit sudah berjalan. Istilahnya sudah dijalankan, cuma belum punya nama, karena sebenarnya kita semua sudah menyadari krusialnya konsep ini dan sudah menjalankannya dengan baik karena menyadari manfaatnya. Nah sekarang saya ingin membakukannya dalam sebuah konsep, legkap dengan langkah-langkah penjabarannya yang bisa diukur. Jadi bisa dievaluasi dalam kurun waktu tertentu.

P: Apa sih keurangan Fisip Unand dibanding UI misalnya?
A; Wah pertanyaannya! Begini. Kalau di Fisip UI, dosennya tak susah lagi memberi kuliah. Ibaratnya lemparkan saja buku, suruh pelajari dan analisis, mahasiswanya tak kan kesulitan sama sekali karena mereka memang berasal dari sekolah-sekolah menengah terbaik. Sumber mereka juga bukan hanya buku atau dosen, tapi internet, buku-buku berbahasa asing, diskusi intensif, di Jakarta itu sudah menjadi budaya mahasiswa. Artinya inputnya dudah excelent, tapi Fisip Unand masih perlu kerja ekstra keras. Inputnya mungkin terbaik dari seluruh sekolah menengah di Sumatera Barat, Jambi dan Riau, tapi belum sebaik yang masuk ke Fisip UI. Budaya belajarnya masih kurang. Mereka terbiasa menerima apa yang diberikan guru saja, belum terbiasa mencari sendiri, jadinya tidak kreatif. Akibatnya dosen harus giat menstilumasi, mem-push mereka agar mau sedikit berusaha. Ini mengutarakan pendapat dalam forum saja masih longok kiri kanan, mencari orang lain yang bisa dan mau.

P: Apa program studi baru yang akan dikembangkan di Fisip Unand?
A: Ada dua sebenarnya. Komunikasi, Hubungan Internasional dan Pariwisata. Ini program studi masa depan menurut saya.

P: Maksudnya?
A: Indonesia sekarang sangat membutuhkan SDM handal di bidang ilmu komunikasi. Pesatnya perkembangan media massa, kehidupan politik, dan makin intensnya hubungan internasional tak bisa tidak adalah lahan subur bagi tenaga-tenaga komunikasi. Kita tak lagi hidup di zaman telepon engkol atau televisi hitam putih, tapi sudah berada di era internet, telepon 3G, MP4, tele conference dan seterusnya, kalau tenaganya tak disiapkan dari sekarang kita bisa ketinggalan. Kemudian pariwisata, sebagai perguruan tinggi yang berada di Sumbar, kita paling berkepentingan menyiapkan tenaga-tenaga ahli di sektor ini, karena pariwisata bisa dikatakan sebagai masa depan Sumatera Barat. Sumber daya alam kita minim, tingggal SDM, pariwisata dan tentu saja aka (akal), modal dasar orang Minang sejak lama.

P: Apa peran yangbisa dimainkan Fisip Unand untuk dunia perpolitikan nasional?
A: Saya kira kita lebih tepat berkontribusi terhadap dunia perpolitikan nasional dengan berkonsentrasi pada dunia perpolitikan lokal, karena itulah kompetensi kita yang sebenarnya. Kalau kita bisa berkontribusi maksimal dalam perpolitikan lokal, maka itu berarti sudah merupakan kontribusi yang berarti bagi perpolitikan nasional, karena memang di ceruk inilah seharusnya kita bermain.

P: Maksudnya?
A: Ya, apa gunanya kita membahas konflik Muhaimin dan Gus Dur atau menduga-duga alasan mundurnya Jimly dari Mahkamah Konstitusi, bukankah itu lebih tepat dibahas dan diselesaikan oleh intelektual-intelektual NU di Jawa Timur atau pakar-pakar konflik dan konstitusi di Jakarta? Sementara berbagai permasalahan yang terjadi di Sumbar tak ada yang membahas dan memberikan solusi. Di sinilah harusnya kita bermain, di ranah yang lebih pas dan sesuai dengan kompetensi kita.

P: Misalnya?
A: Misalnya permasalahan transportasi di Kota Padang, kita kan bisa berkontribusi bagaimana mengatasinya dan bagaimana solusinya. Masalah pertanian, perikanan, peternakan, politik, sosial ekonomi lainnya, banyak sekali kan?

P: Bagaimana bentuk kontribusinya?
A: Macam-macam, salah satunya dengan menyebarluaskan buah pikiran dan ide-ide dari para SDM kita melalui media massa seperti surat kabar, radio, televisi lokal. Khusus untuk mediaonline kami sudah bermitra dengan www.padangmedia.com, nanti akan ada kolom khusus yang disi secara teratur oleh pakar dan pengamat dari Fisip Unand, istilahnya suara dari Bukik Karamuntiang (kampus Unand terletak di Bukik Karamuntiang, Limau Manih—red). Tentu saja bukan sembarang suara yang kami suarakan, tetapi suaranya para intelektual yang peduli nagari ini.

Cat. Tapi kok sampai sekarang belum muncul juga? Maaf Pak Pit, teknis bana masalahnyo, malu ambo.
11:46 PM | 0 komentar

Menikmati Senja di Pantai Mapaddegat

Pantai Mapaddegat, Kecamatan Sipora, Kabupaten Kepulauan Mentawai adalah oase bagi penghuni ibukota Kabupaten Kepulauan Mentawai, Tuapeijat. Meski hanya menyajikan pantai dan ombak tok, ratusan orang memadatinya setiap minggu, termasuk para pegawai negeri yang bertugas di Mentawai dan keluarga mereka yang kebetulan berkunjung.


Hari libur, Sabtu dan Minggu, tatkala sore dan senja menjelang matahari terbenam adalah waktu terfavorit bagi para pengunjung untuk datang ke Pantai Mapaddegat. Mereka datang secara per orangan atau berkelompok. Jalan kaki, bersepeda motor atau mengendarai mobil dan menumpang angdes (angkutan pedesaan). Tua, muda, remaja, sampai anak-anak, lelaki perempuan senang sekali ke pantai ini. Mereka lalu mengambil tempat di pasir pantai yang lembut. Ada yang duduk memandang laut, ada yang bermain pasir, ada yang berbaring menikmati hembusan angin semilir, ada pula yang langsung buka baju dan menceburkan diri ke air laut yang tenang.

“Airnya bikin kita tergila-gila, begitu tenang dan menghangatkan,” ujar Dewi, 23 tahun, anggota keluarga PNS yang bekerja di salah satu instansi. Dewi dan temannya Diana hanya mengunjungi saudaranya di Tuapeijat, tapi begitu melihat Mapaddegat mereka langsung kepincut.

“Nggak nyangka pantainya sebagus ini, padahal dulu bayangan saya tentang Mentawai ini aduuuh, pokoknya serba ketinggalan lah,” katanya lagi.

“Pantai Tuapeijat juga bagus, tapi sayang masyarakat sekitar tidak menjaga kebersihannya, bahkan ada yang membuat kakus di pantai, sayang sekali padahal pasirnya jauh lebih halus dan bersih dibanding Pantai Mapaddegat,” ujar Diana, 24 tahun, menambahkan. Tanpa segan-segan keduanya mengakui dibanding Pantai Padang (Taplau) Pantai Mapaddegat jauh lebih cantik.

“Kurangnya kan sarana kuliner dan akomodasi saja, selebihnya Mapaddegat toplah,” kata Dewi.

Tak ada kata lain selain kata indah, cantik, mempesona ketika berkunjung. melihat dan menikmatinya. Ibaratnya Pantai Mapaddegat itu umpama gadis cantik alami, begitu indah dan anggun. Tanpa BB (bau badan) tentunya!

Pantai yang landai, berpasir halus, teluk yang tenang beriak kecil-kecil, deretan pohon kelapa yang menjadi pagar alami, membuat pengunjung betah. “Hari Minggu rasanya kurang lengkap bila tidak ke Pantai Mapaddegat”, kata Ana (18 th), seorang remaja yang hampir tiap minggu sore nongkrong di pantai tersebut.

Sunset, Selancar, Voli Pantai dan Pacaran
Salah satu pesona Pantai Mapaddegat adalah sunset. Matahari yang berubah jingga lalu merah dan perlahan-lahan hilang di balik horizon adalah pemandangan yang tak puas-puasnya dinikmati pengunjung. Padahal sunset itu juga ada di pantai-pantai lain, cuma cara menikmatinya tak bisa disamakan dengan yang di Pantai Mapaddegat. “Bisa sambil tiduran sambil minum air kelapa muda,” kata Ida dari Yayasan Citra Mandiri (YCM).

Pasangan muda juga suka sekali menelusuri pantai sambil mengikat janji. Mereka akan berjalan menyusuri garis pantai menuju ke utara. Di batu karang besar atau di pokok kelapa mereka berbagi pose, gantian berfotoria. Tapi karena bagian pantai yang itu sangat sepi banyak juga yang menggelincirkan diri, bermesraan tak terkendali. Sampai-sampai Mateus Samalinggai, artis Mentawai, mengeluh.

Concaik begini nih yang bikin rusak pantai ini,” katanya. Concaik adalah istilah yang dipopulerkan Mateus. Tapi yang namanya anak muda, susah melarangnya. Kerimbunan semak di bibir pantai itu benar-benar menggoda untuk dimanfaatkan. Seperti hotel gratis saja yang siap melayani pemadu cinta. Untuk mengatasi hal ini Plt Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Mentawai, Drs M Tamba, mengatakan akan mengadakan semacam tim patroli pantai, yang akan merazia pantai secara berkala.

Banyaknya surfer (peselancar) yang datang untuk menikmati ombak Mentawai yang katanya nomor dua terbaik di dunia, telah menimbulkan virus surfing ke anak-anak setempat. Maklum, salah satu ombak favorit para surfer ada di lepas Pantai Mapaddegat, namanya teleskop. Panjangnya sekitar 100 meeter. Sepanjang sore di hari Minggu atau hari libur lainnya, para surfer lokal ini memadati muara Sungai Mapaddegat, berselancar di sana. Suaranya riuh rendah penuh gelak tawa dan keriangan bocah-bocah. Peselancar yang remaja lebih suka bermain di ombak yang kadang-kadang membesar saat pantai diterpa badai atau angin kencang.

Jaraknya yang tidak jauh dari pusat ibukota kabupaten, yakni sekitar 6 kilometer membuat Pantai Mapaddegat sangat mudah dicapai. Jalannya juga bagus karena sudah dirabat beton selebar kurang lebih 4 meter.

Bagi warga Dusun Mapaddegat, keindahan pantai ini sempat menimbulkan harapan, karena tahun 2006 Pemkab sempat membangun home stay seharga hampir Rp6 milyar, yang terus dibangun sampai tahun 2008, tapi kemudian ditinggalkan begitu saja tanpa pertanggungjawaban yang jelas, sehingga sekarang menjadi tempat favorit bagi sapi dan kambing untuk berkencan. Gabriela Sapitini dan Martina Kambing Meringis sering terlihat dibawa pacar masing-masing ke sana, karena di situ ada lapangan tenis yang sangat representatif untuk para tamu ekslusif dari mancanegara atau ibukota.

“Harapan kami sirna, karena Pemda lebih suka mengorupsi proyek tersebut,” ujar seorang wara Mapaddegat yang mengaku bernama Martinus.

Seperti ingin menebus kesalahan, Drs Tamba mengatakan, berbagai upaya akan tetap dilakukan Pemkab untuk menambah daya tarik Pantai Mapaddegat. “Kita akan selenggarakan berbagai iven di pantai, seperti voli pantai, surfing contest, di samping patroli wisata dan penjaga pantai (baywatch). Itu sudah menjadi program dinas tahun ini,” katanya.

Abrasi
Sayangnya ada satu warung di pantai tersebut. Itupun sederhana sekali. Makanan yang dijual tidak beragam dan tampak kurang memenuhi standar higienis.

Selain itu warga terus mengambil pasir pantai untuk dijual sebagai material bangunan. Lama-lama pantai tersebut dikuatirkan bisa rusak tak berbentuk dan masyarakat setempat akan kehilangan sumber ekonomi yang jauh lebih besar dibanding hanya sekedar pasir pantai. Ingat Pantai Gandoriah di Pariaman. Sekarang warga sekitar pantai itu sudah banyak yang kaya karena menjual nasi sek, bukan menjual pasir pantai.(imran rusli dan bambang sagurung).
11:36 PM | 0 komentar

Bumen Terancam?

Salah satu yang bergeser dalam perubahan SOTK 19 Januari lalu adalah pos-pos di Dinas Pendidikan yang berkorelasi langsung dengan masa depan Bumen (Budaya Mentawai) yang rencananya akan dijadikan Mulok (Muatal Lokal) di sekolah-sekolah dasar di Mentawai.


November 2008, banyak wajah-wajah sumringah di Uma YCM, Mapaddegat. Masalahnya pada bulan itu Divisi Pendidikan YCM,bersama Direktur YCM menyerahkan seberkas draft kurikulum Budaya Mentawai (Bumen) kepada Drs Syaiful Jannah yang waktu itu menjabat Kabid Dikdasmen Dinas Pendidikan Kabupaten Kepulauan Mentawai.

Berkas draft kurikulum Bumen yang disusun Divisi Pendidikan YCM melalui kerjasama dengan berbagai pihak tersebut, termasuk kalangan pendidikan di Universitas Negeri Padang, tenaga-tenaga ahli kebudayaan dari Balai Kajian Sejarah dan Nilai-nilai Tradisional, serta pemuka-pemuka adat Mentawai sendiri yang tergabung dalam AMA-PM, rencananya akan dipelajari oleh Tim Perumus Rekayasa Kurikulum di Dinas Pendidikan Kabupaten Kepulauan Mentawai untuk kemudian disempurnakan dan disahkan sebagai mata pelajaran Muatan Lokal (mulok) di sekolah-sekolah dasar di seluruh Mentawai.

Dinas, kata Syaiful waktu itu, akan membentuk tim perumus tersebut, dan sudah santer terdengar ke masyarakat bahwa Sermon Sakarebau SSos akan ditunjuk sebagai ketua tim. Tapi tanggal 19 Januari 2009 semuanya jadi mentah lagi, karena Syaiful Jannah dan Sermon Sakarebau dipindah dari pos semula. Syaiful Jannah digeser dari Kabid Dikdasmen di Dinas Pendidikan ke Sekretaris Dinas Pendidikan, sementara Sermon Sakerebau digeser dari jabatan semula Kasi Pendidikan Luas Sekolah di Dinas Pendidikan menjadi Sekretaris Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan KB.

Pejabat lainnya di Dinas Pendidikan yang selama ini menunjukkan simpoati dan komitmennya untuk menggolkan Bumen sebagai Mulok adalah Pir Paulus SPd SD, Kasi Pembinaan Tenaga Guru dan Diklat pada Dinas Pendidikan yang dimutasi ke Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga sebagai Kabid Kebudayaan.

Mentok Lagi

Perjuangan YCM dan AMA-PM dan para simpatisan untuk menjadikan Bumen sebagai Mulok sudah berlangsung lama. “Tahun 2005 model kurikulum itu sudah diterima Kepala Dinas Pendidikan Ranting Siberut Utara, waktu itu dijabat Sermon Sakerebau—sekarang Kepala Seksi Pendidikan Luar Sekolah Dinas Pendidikan Mentawai—dan diterapkan di sekolah-sekolah yang ada di Kecamatan Siberut Utara dengan fasilitasi YCM. Tahun 2007 diserahkan lagi ke Dinas Pendidikan di Tuapeijat dan disambut positif di tingkat Kepala Seksi, bahkan mereka berjanji membentuk Tim Rekayasa Kurikulum Muatan Lokal Bumen ini, tapi kemudian tak ada tindak lanjutnya. Baru hari ini ada kesempatan lagi,” ungkap Tarida Hernawati, Kepala Divisi Pendidikan YCM usai acara penyerahan kurikulum yang disusun YCM pada pihak Disdik Mentawai Jumat (14/11/08).

Sekarang peluang itu kandas lagi. Komunikasi mentok, karena tentu perlu penyesuaian lagi dengan oejabat baru. “Sekarang kami belum bergerak karena pejabat yang baru mungkin masih sibuk membenahi diri dan manajemen di tempat baru, jangan diganggu dulu, nanti saja kira-kira di minggu ketiga bulan Februari kita coba audiensi,” kata Tarida,

Sandang Paruhum, Direktur YCM, mengatakan agar tak terlalu mentok, YCM sudah siap dengan beberapa jurus alternatif. “Kita akan mendekati cabang dan ranting dinas pendidikan di kecamatan, lalu menyerahkan draf kurikulum yang sama, biarlah mereka saja yang meneruskannya ke kepala-kepala sekolah di wilayahnya,” kata Sandang. Tapi Sandang yakin, suatu hari nanti Bumen akan diajarkan di sekolah-sekolah dasar, bahkan di tingkat lanjutan dan atas. “Hanya soal waktu saya rasa, sesuatu yang memang baik tidak mungkin ditolak terus kan?” ujarnya.

Sri Raju Taileleu, Sekretaris AMA-PM Kabupaten Kepulauan Mentawai mengeluarkan statement yang agak beda. “Kita akan mencoba terus melakukan penekanan-penekanan, secara halus, lewat omongan lisan atau tulisan resmi, Kalau memang tidak ada juga respon atau niat baik Pemda, kita akan turun ke jalan, berunjuk rasa, meminta hak anak-anak kita untuk dapat belajar kebudayaannya sendiri dengan tenang. Saya bingung, apakah orang di dinas tersebut bukan orang Mentawai, mengapa mereka begitu gigih menolak Bumen?” katanya.

Belum Jelas

Apakah Pemkab memang sengaja mengubah SOTK di Dinas Pendidikan untuk menolak Bumen secara halus? Belum tentu juga sebenarnya dan sepertinya agak paranoid kalau ada yangberpikir begitu. Semuanya masih menunggu sampai minggu ketiga bulan Februari. Kita akan lihat bagaimana kejadiannya setelah Divisi Pendidikan YCM bertemu pihak Dinas Pendidikan. Jadi kita tunggu sajalah.




AMA-PM Akan Lakukan Penekanan-Penekanan

Ketika perubahan SOTK ini ditanyakan ke Urlik Tatubeket, Ketua AMA-PM Kabupaten Kepulauan Mentawai dia mengaku gundah juga sedikit. “Banyak program AMA-PM yang akan terganggu karena perubahan ini, antara lain kerja sama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan yang mulai bagus. Pak Pardede sudah tak di Deperindagkoptam lagi, kita belum tahu bagaimana sikap penggantinya,” kata Urlik.

Tentang Bumen Urlik mengatakan memang bisa terancam batal juga, tapi untuk sesuatu yang memang baik bagi generasi penerus Mentawai AMA-PM tak kan segan-segan memperjuangkannya. “Kita sudah lakukan penekanan-penenakan sejak dulu, dan itu takkan berhenti, sebelum Bumen terealisasi sebagai muatan lokal di sekolah-sekolah,” katanya lagi.

Apalagi, kata Urlik, yang akan diwariskan melalui Bumen adalah hal-hal mendasar yang akan membuat generasi penerus Mentawai tetap sadar akar dan indentitas dirinya. “Bukan sekedar mewariskan turuk laggai ini, tapi mewariakan sikap hidup, serta potensi-potensi sosio ekonomi yang dimiliki Mentawai,” tegasnya. ran
11:32 PM | 0 komentar

SOTK Berubah, 19 Posisi Tetap

Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Mentawai eselon IV dan III berubah, pelantikan dilakukan Senin 19 Januari 2009 lalu. Sebanyak 161 posisi diutak-atik, hanya 18 yang tak digeser.

Bupati Kepulauan Mentawai merealisasikan rencana yang diwacanakan Wakil Bupati Kepulauan Mentawai November lalu, bahwa SOTK di Pemkab Mentawai akan dirombak besar-besaran berkaitan dengan kinerja para PNS yang akir-akhir ini banyak mendapat sorotan masyarakat.

Waktu itu, Wakil Bupati Kepulauan Mentawai Yudas Sabaggalet menyentil kinerja para PNS yang dikatakannya sangat jauh dari harapan, karena sebanyak 80 persen PNS lebih sering berada di Padang daripada di Mentawai. Akibatnya berbagai program kerja pemerintah terbengkalai atau tak memenuhi target. Salah satu dampak buruknya seperti disinyalir Yudas adalah serapan APBD 2008 yang sampai November tersebut baru 38 persen.

Tak kurang dari 161 personil Pemkab yang terkena gelombang perubahan SOTK ini, yakni 34 orang melalui SK Bupati Kepualauan Mentawai No: 821.2/III.a/01/KKd-2009 tertanggal 19 Januari 2009, 63 orang melalui SK No: 821.2/III.b/02/KKD-2009 tertanggal 19 Januari 2009, 62 orang melalui SK No: 821.2/IV.a/03/KKD-2009 tanggal 19 Januari 2009 dan 2 orang melalui SK No: 821.2/IV.b/04/KKD-2009 tanggal 19 Januari 2009.

19 Posisi Tetap
Dari 161 posisi hanya 18 posisi yang tidak digeser yakni Dra Eliza Murti, Kabag Umum Sekretarit Daerah; Drs Jufri Nelson Siregar, Kepala Kantor Kesbanglinmas (eselon IV.a) yang tetap pada jabatannya, cuma eselonnya naik ke III.a; Syafredi Ssos Kabid Laut pada Dinas Perhubungan (III.a) menjadi Kabid Perhubungan Laut pada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (III.b). Nama instansinya berubah; Sahad Pardamaian ST, Sekretaris Camat Siberut Utara (IV.a), tetap tapi eselon naik (III.B): A Arifianto SSTP MM, Sekretaris Camat Siberut Selatan (IV.a) tetap di kedudukan semula dengan eselon III.b; Nicholaus Sorot Ogok SH, Sekretaris Camat Siberut Barat (IV.a), eselon berubah (II.b); Yanpiter Simatupang, Sekretaris Camat Siberut Barat Daya (IV.a) naik eselon (III. B); Ruslianus S SPd,Sekretaris Camat Pagai Utara (IV.a) eselonberubah (III.b); Rusli Sakoikoi, Sekretaris Camat Sikakap, eselon berubah dari IV.b ke III.b; Poltak M Saragi Napitu SH, Kasubbag Pembinaan Perangkat Daerah Bagian Pemerintah Umum (IV.a) menjadi Kasubbag Pembinaan Perangkat Daerah pada Bagian Administrasi Pemerintahan Umum di Sekretariat Daerah eselon juga tetap (IV.a), hanya nama bagian berubaha; Sukirman Ssos, Kasubbag Kelembagaan pada Bagian Organisasi di Sekretariat Daerah (IV.a); Risma Netty Hutapea SE Kasubbag Keuangan pada Dinas Perindagkoptamb (IV.a) menjadi Kasubbag Keuangan pada Dinas Perindustrian , Perdaganangan, Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (IV.a); Tuti Yuliana Sag, Kasubbag Umum dan Kepegawaian pada Dinas Pendidikan (IV.a); Nelly SE Kasubbag Keuangan pada Dinsosduknakertrans (IV.a) menjadi Kasubbag Keuangan pada Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (IV.a) nama instansi berubah; Martauli SE, Kasubbag Keuangan pada Dinas Perhubungan (IV.a) menjadi Kasubbag Keuangan pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (IV.a), nama instansi berubah; Asril SE, Kasi Promosi Dinas Pariwisata (IV.a) menjadi Kasi Promosi dan Perizinan pada Bidang Pariwisata di Dinas Kebudayaan, Pariwisata Pemuda dan Olahraga(IV.a), nama instansi berubah; Kasmon Butar-butar, Kasubbag Umum dan Kepegawaian pada Dinas Pertanakun (IV.a); dan Ratna Juwita SH, Kasubbag Keuangan pada Dinas Kehutanan (IV.a).

Pasrah
Beberapa pejabat yang coba dihubungi Puailiggoubat mengaku pasrah. “Mungkin bupati melihat saya lebih pas di tempat yang baru, ambil hikmahnya sajalah,” ujar Sermon Ssos, mantan Kasi Pendidikan Pendidikan Luar Sekolah di DinasPendidikan (IV.a) yang kini menjabat Sekretaris Badan Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan KB dengan eselon naik (III.a).

Drs Pujo Raharjo mantan Kepala Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa (eselon III.a) yang kini menjabat Kabid Transmigrasi Dinas sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (III.b) bersuara senada. “Di manapun saya ditempatkan, saya akan bekerja dengan sebaik-baiknya dan akan memberikan yang terbaik pada atasan saya dan masyarakat,” katanya.



Ada Apa Di Balik Perubahan?

Urlik Tatubeker, Ketua AMA-PM (AliansiMasyarakat Adat-Peduli Mentawai) mengaku heran dengan perombakan SOTK ini. “Kalau nggak salah SOTK ini baru setahun diubah, kok sekarang diubah lagi, ada apa? Ada jejak yang mau dihilangkan?” katanya bertanya-tanya.

Lukas Ikhsan Malik, Koordinator AMA-PM Kecamatan Sipora juga tak kalah heran. “Kalau ingin meningkatkan disiplin PNS, kenapa perombakannya besar-besaran ya?” Lukas mempermasalahkan hal ini karena menurut dia, bagaimana pejabat bersangkutan akan bisa menjalankan program-programnya kalau di tengah jalan diganti terus. “Baru mempersiapkan program dan mengatur strategi dan koordinasi sudah dipindahkan, bisa apa pejabatnya kalau begitu?” gugatnya lagi.

Sandang Paruhum, Direktur YCM (Yayasan Citra Mandiri) yang organisasinya komit dengan upaya penguatan masyarakat adat, mengutarakan hal senada. “Saya kuatir kami harus mengulang lagi semua pencapaian yang sekarang, karena pejabat yang punya otoritas diganti,” katanya (ran).
11:28 PM | 0 komentar

Sharing

Info

Sosok

Popular Posts