Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  #  |  need help ?

Siberut Selatan, Pusat Wisata Budaya Mentawai

Written By imran rusli on Friday, December 19, 2008 | 3:04 AM

Di mana Anda bisa menyaksikan lianuma (ritual peresmian uma baru), lianabag (ritual peresmian sampan baru), ritual perkawinan, ritual kematian, pabbetei (ritual pengobatan), perburuan sebagai tahap pembukaan dan penutupan lia atau punen, ritual pengangkatan kerei atau sikerei (dukun) baru, paabad (ritual perdamaian) dan berbagai aktivitas sosial berbasis kebudayaan Mentawai lainnya saat ini? Jawabnya di kecamatan Siberut Selatan.

Meski sekarang Kecamatan Siberut Selatan sudah dibagi menjadi lima kecamatan, tapi masyarakat pendukung kebudayaan Mentawai masih terkonsentrasi di Kecamatan Siberut Selatan, yakni di kawasan Sarareiket Hulu, antara lain di Madobag, Rogdok, Ugai, dan Matotonan. Di kawasan ini gajeuma’ (gendang), jejeneng (genta) dan tuddukat (kentongan), masih berfungsi sebagaimana mestinya. Ke sini pula turis-turis mancanegara mengarahkn langkah mereka, bila ingin menyaksikan aktivitas tradisional masyarakat Mentawai, begitupun para antropolog, ethnolog dan peneliti masyarakat dan kebudayaan Mentawai lainnya.

Muara Siberut, ibukota Kecamatan Siberut Selatan, cukup ramai dan memiliki infrastruktur yang cukup lengkap untuk mendukung pariwisata. Jalan raya, listrik, air bersih, penginapan, jembatan, pelabuhan, telepon kabel dan non kabel (wireless), internet, rumah sakit, kepolisian, bank, dan berbagi sarana transportasi seperti ojek, mobil pick up, speedboat, pompong, perahu dan semacamnya cukup tersedia. Begitupun pemandu wisata dan pusat informasi, yang terakhir ini bisa didapatkan di Kantor Camat.

Dari Muara Siberut ke Sarareiket Hulu hanya dibutuhkan setengah hari perjalanan dengan pompong. Dengan speedboat bahkan lebih cepat lagi, apalagi kalau air pasang. Boat bisa melaju kencang tanpa kuatir baling-baling tersangkut di bangkai kayu yang memenuhi dasar sungai atau menabrak gosong pasir berlumpur di bagian tertentu sungai.

Pokoknya tak ada masalah transportasi. Kapan saja selalu ada kapal ke Sarareiket, apalagi carteran, kuncinya uang dan kerendahan hati saja. Dengan dua modal itu jalan ke hulu sudah terbuka lebar untuk Anda.

Apa khasnya pedalaman Siberut Selatan ini selain memiliki banyak atraksi budaya? Selepas Muara Siberut Anda akan melewati Puro, desa bentukan pemerintah dengan nama PKMT (Pemukiman Kembali Masyarakat terasing). Desa ini sudah seperti desa-desa di tanah tepi, tapi di pinggir sungainya banyak ditanami pohon kelapa, dipadu dengan semak belukar gelagah sebelum memasuki kawasan desa, nuansanya persis seperti yang terlihat di film-film tentang Vietnam.

Makin ke hulu perkampungan menghilang. Sesekali kita akan menemukan sapou sainak (kandang babi) yang berdiri satu-satu di wilayah mone (ladang) suatu suku. Jarak masing-masingnya bisa mencapai 3 atau 6 kilometer.

Masyarakat Sarareiket sering menghabiskan waktu mereka sekeluarga di kandang babi ini, kecuali di uma ada lia atau punen, atau hari Minggu, saat mereka sekeluarga beribadah ke gereja.

Menjelang Dusun Rogdog, ada persimpangan. Belokan yang ke kanan adalah jalan menuju Salappa’, Kecamatan Siberut Tengah. Sedangkan yng lurus menunju Rogdog, Madobag, Ugai dan Matotonan.

Di Rogdog ada bagian sungai yang menurun dan sedikit berbatu, sehingga air di situ berbunyi rog dog rog dog, konon bunyi inilah yang dijadikan nama dusun.

Selanjutnya Madobag. Ini kampung asli Wakil Bupati Kepulauan Mentawai Yudas Sabaggalet. Di tepi desa ini ada air terjun kecil yang cukup diminati turis untuk mandi-mandi. Tapi kawasan sekitar tersebut masih berupa semak belukar yang belum dibersihkan, karena itu keamanannya tak terjamin.

Kampung selanjutnya Ugai dan terakhir Matotonan. Desa Matotonan ini konon dibangun bersama-sama oleh masyarakat Mentawai dan seorang Jawa, tapi Matotonan adalah desa yang layoutnya dibentuk pemerintah, kecuali uma sabulat yang sudah sejak dahulu kala dibangun di puncak bukit. Ariadi, mantan Kepala Desa Matotonan adalah anggota suku ini.

Matotonan merupakan desa terakhir di pedalaman Siberut Selatan. Dari sini Anda bisa ke Sakuddei, uma yang menjadi obyek penelitian Reimar Schefold, ahli antropologi dari Amerika Serikat dan menulis buku “Mainan Roh”, satu-satunya buku yang lengkap dan akurat tentang masyarakat dan kebudayaan Mentawai. Untuk mencapai Sakuddei Anda harus jalan kaki selam 2 hari semalam.


Tips
Perjalanan ke Sarareiket membutuhkan perlengkapan lain yang sifatnya teknis. Misalnya mantel hujan, karena perubahan cuaca sering terjadi tanpa gejala-gejala yang ekstrim. Pns terik bisa berubah seketika menjadi hujan lebat, begitu sebaliknya. Selama setengah hari di kapal Anda pasti bertemu curah hujan.

Kantong plastik adalah perlengkapan yang mutlak harus ada selain mantel hujan. Pakain dalam ransel atau carier, alat-alat tulis, laptop, kamera, tape recorder, dompet, senter, pengikat rambut, obat-obatan dan sebagainya harus diamankan dalam kantong plastik kering, bila Anda ingin semua peralatan tersebut tetap berfungsi dengan baik.

Obat-obatan. Mentawai masih menjadi salah satu tempat favorit nyamuk-nyamuk penyebar penyakit malaria, karena itu selain harus siap dengan obat anti nyamuk oles seperti Autan, Soffel, Lavenda dan lain-lain, Anda juga harus selalu sedia pil kina dan minyak tanah. Yang terakhir ini untuk mencegah gigitan singit-ngit atau agas, yang sekali nempel langsung gatal. Betadine juga diperlukan untuk berjaga-jaga dari luka. Obat-obatan lain yang juga perlu dibawa adalah obat flu, demam, sakit kepala dan obat gosok. Perubahan cuaca mendadak yang sering terjadi bisa membuat tubuh kita tidak tahan dan kondisi lapangan yang licin, berlumpur, becek sehingga kita sering harus berjalan di atas titian kayu yang lebarnya hanya 5 sentimeter, sering membuat kita terpeleset atau keseleo.

Topi, kacamata, sepatu boot dan sunblock atau handbody adalah perlengkapan lain yng tak kalah penting untuk mengurangi bahaya sengatan matahari dan gigitan ular. Di Sarareiket Hulu banyak ditemui ular hijau yang mungkin saja berbahaya. Anda takkan mau coba-coba dengan ular kan?

Namun yang terpenting dari seluruh bawaan adalah ubek (rokok atau tembakau). Masyarakat Mentawai di Sarareiket sangat suka rokok. Tua muda, laki-laki perempuan, nyaris semuanya merokok. Mereka punya rokok asli yang dibuat dari irisan daun keladi yang dikeringkan dan dibungkus daun pisang atau daun kelapa sebagai papirnya. Tapi tentu saja mereka lebih suka rokok betulan, seperti Kaiser, Galan, Gudang Garam, Jie Sam Soe dan lain-lain, termasuk tembakau Payokumbuah merek Panorama.

Anda perlu membawa ubek ini untuk membuka hati masyarakat. Mereka akan menerima Anda di uma-nya bila Anda datang dengan seyum terbuka dan ubek di tangan, akan lebih baik jika Anda tambah dengan kopi dan gula, bahka kalau ingin makan bersama mereka Anda bisa bawa beras dan lauk-pauk juga. Bukan hal aneh di Mentawai kalau tamu yang membawa jamuan, mengingat bertamu bukanlah tradisi mereka dan sajian mungkin tak cocok dengan selera Anda, kecuali Anda suka kapurut (lemang sagu kering), subbet (onde-onde keladi) dan minum air putih saja.

Sarung, selimut, kaus kaki, jacket dan matras juga wajib ada, terutama untuk tidur di malam hari, karena kawasan Sarareiket Hulu cukup dingin dan nyamuknya rajin berpatroli. Jangan mengharapkan kasur empuk di Sarareiket, bahkan di rumah guru dan kepala desa takkan ada, mereka lebih suka kasur tipis atau jaragjag (tikar pandan), kecuali di resort-resort wisata yang banyak di pulau-pulau.

Kegunaan lain sarung adalah untuk mandi sungai. Tak ada sumur yang cukup bersih di Sarareiket, karena airnya berlumpur, tapi selalu ada air bersih di sungai-sungai kecil yang mengalir di tepi desa, cuma untuk mandi di sana Anda tak boleh telanjang, harus bawa sarung sebagai basahan sekaligus untuk berganti pakaian. Anda juga tidak boleh buang hajat di sungai, pergilah ke semak-semak, gali lubang di situ, dan buanglah. Hati-hati ular dan semut rangrang.

Senter merupakan perlengkapan vital yng harus Anda miliki, karena tak ada cukup penerangan di pedalaman. Kalaupun bisa membawa obor, Anda harus punya persediaan minyak tanah yang cukup dan di hulu harganya mahal, bisa mencapai Rp7.000 per liter.
3:04 AM | 4 komentar

Sebuah Pondok di Kotaku

Written By imran rusli on Thursday, December 18, 2008 | 11:29 PM

Meski kini berdomisili dan telah menjadi warga Pekanbaru, Padang masih menjadi kota saya, maklum SD (SD Pertiwi II Belakang Tangsi) saya di sini, SMP sebagian--karena saya sering pindah sekolah yakni SMP 4, SMP 3, SMP 359 Sabang (Aceh), SMP 1 dan SMP 2 Pariaman--juga di sini, SMA sepenuhnya di sini (SMA 1), dan kuliah (Antropologi Unand) pun di sini, meski tak sampai selesai.

Jadi, sah-sah saja kan saya bilang Padang itu kotaku? Apalagi sekarang saya kerja di sini, ngurusin Tabloid Puailiggoubat dan bantu-bantu media online padangmedia.com. Jadi, udah, nggak ada yang peduli kok!

Mahluk apa sih Pondok itu? Yang pasti bukan seperti yang Anda Pikirkan, karena Pondok bukanlah bangunan, tapi sebuah kawasan. Kawasan yang terletak di bagian selatan Kota Padang, tepatnya dalam wilayah Kecamatan Padang Barat, Kelurahan Pondok, meliputi sebagian Jalan HOS Cokroaminoto, sebagian Jalan Sungai Bong, sebagian Jalan Niaga, seluruh Jalan Pondok, seluruh Jalan Tepi Pasang, sebagian Jalan Pulau Karam, sebagian Jalan Kali Kecil, dan sebagian Jalan Tanah Kongsi.

Banyak ikon khusus untuk mengenali kawasan ini, antara lain Pecinan, Apotik Kinol, RM Pagi Sore, Bioskop Satria (Apolo), es durian, kedai kopi Nam Yang, tukang gigi, pasar Tanah Kongsi, pusat penjualan kripik balado, penjahit Bola Dunia, toko sepatu Hero dan Padang Galery. Kalau Anda ke Padang dan tanya-tanya ikon-ikon ini pasti semua tahu.

Kawasan ini juga tergolong dekat dari hotel, misal Hotel Pangeran City, Hotel Ambacang Plaza, Hotel Bumi Minang, Hotel Hayam Wuruk, Hotel Nuansa, Hotel Muara, Wisma Immanuel, Hotel Dipo. Jarak terjauh, hanya sekitar 1 km, atau 15 menit jalan kaki.

Meski kecil, Pondok merupakan bagian tak terlepaskan dari sejarah Kota Padang, karena kawasan Pecinan ini dekat dengan Pasa Gadang (Pasar Besar), pusat perdagangan terbesar di Padang pada zaman Belanda, bahkan bisa dibilang tumbuh bersamaan, karena etnis China--yang dikonsentrasikan di kawasan itu--adalah mitra dagang setia VOC, perusahaan dagangnya Belanda.

Pondok juga tidak jauh dari Pelabuhan Muaro, basis militer, pergudangan dan pelayaran antar pulau, yang merupakan pelabuhan utama Kota Padang sebelum Taluak Bayua (Teluk Bayur atau Emma Haven) dibangun.

Pokoknya Pondok itu sentral, dulu. Sekarang masih sentral sebenarnya, tapi di bidang lain: kuliner.

Bila malam tiba, Pondok akan berubah jadi pusat jajanan serba ada. Pedagang makanan dan minuman bermunculan di emper-emper toko dan pinggiran jalan. Jalan raya pun berubah menjadi areal parkir, sehingga selalu macet dan susah dilewati. Keramaian ini akan berlangsung sampai pukul 24.00 WIB, kecuali di beberapa rumah biliar--seperti Rumah Biliar Damarus- yang buka sampai jam 02.00 WIB pagi.

Meski sejak pagi warga Kota Padang sudah menjadikan kawasan ini sebagai tempat favorit untuk sarapan dan tempat makan siang, tapi keramaian di malam hari jauh melebihi. Kalau pagi orang paling-paling mencari lontong sayur, bubur kacang ijo campur roti tawar, serabi kuah, bubur kampiun, dan bubur ayam, sementara siang orang akan ramai-ramai makan di RM Pagi Sore yang terkenal dengan ayam goreng kurusnya, atau menikmati es durian di Pulau Karam, maka malam hari orang akan mendapatkan lebih banyak keinginan, karena jumlah pedagang bertambah drastis.

Ah, ini kan sama saja dengan Pecenongan atau Pujasera di mana-mana, apa uniknya, di mana asyiknya?

Eh tunggu dulu. Malam hari Pondok akan menggelar lebih banyak jenis makanan. Mulai dari sea food dan chinese food di Restoran Apollo; ikan bakar bumbu pedas biasanya ikan nila dan ikan kerapu; sate ayam khas Padang (lontong dan kuahnya beda); sate KMS cabang Blok A yang juga dikenal dengan nama Sate Berungut karena pemilik atau kasirnya selalu cemberut dan memasang wajah masam seolah-olah kesal pada pembeli; Sate Danguang-danguang, meski tak seenak yang di Payokumbuah atau di Pekanbaru; gado-gado; lotek; bubur ayam; martabak mesir, yang masih kalah jauh dari Martabak Kubang di Jalan M Yamin; aneka jajanan pasar; soto minang dan sop; mi goreng; mi rebus; roti Hoya Bakery; roti bakar; ayam bakar; babi panggang, yang ini restorannya khusus; nasi goreng; nasi ramas; lompong sagu, lamang tapai; pisang panggang, pisang goreng, aneka gorengan lainnya; jagung bakar, jagung rebus, aneka jus; segala macam kopi; aneka teh; jeruk peras; es teler; cendol; es durian; es campur; es tebak; skotang, dan banyak lagi.

Asyiknya, semua dijajakan di tempat terbuka--tapi bukan di tenda-tenda--di lingkungan yang bersih, tak ada bau got atau aroma tak sedap lainnya, karena para pedagang cukup disiplin menjaga kebersihan lingkungan, dan suasananya begitu hidup karena setiap orang sepertinya sudah saling kenal. Jadi Pondok itu seperti rumah besar tempat anggota keluarga besar bertemu dan berkumpul. Tegur sapa, saling bertukar senyum, anggukan ramah bertebaran di sana-sini. Suasana seperti ini takkan Anda temui di Pecenongan atau Pujasera manapun, karena orang tak saling kenal dan biasanya sibuk dengan kelompok masing-masing. Pondok itu beda.

Jadi kalau Anda ke Padang dan bosan dengan menu hotel yang itu ke itu saja, cobalah ke Pondok, tak ada ruginya toh, cuma jalan kaki sebentar dan paling banter habis Rp25.000 (harga makanan Rp5.000 - Rp15.000 per porsi, minuman Rp3.000 - Rp10.000), siapa tahu dapat teman atau relasi bisnis baru, karena Pondok merupakan salah satu tempat kumpul favorit kaum elite dan profesional Kota Padang.

Yang khas di Pondok
1. Toko Sepatu Hero (bisa pesan sepatu dan sandal di sini).
2. Padang Galery (karya pelukis Padang tersedia di sini, dari yang sudah punya nama, sampai yang baru lahir).
3. Penjahit Bola Dunia (penjahit terkenal yang banyak diminati pejabat).
4. Kedai Kopi Nam Yang (kedai kopi kesukaan tokoh politik, anggota dewan, kepala dinas, pengusaha sukses, wartawan, dokter, pengacara, tokoh pemuda, dan sejenisnya).
5. Sate Ayam Mak Codet (sate ayam dengan bumbu kacang dan bumbu kecap, lontongnya beda, pipih, dibungkus dan diikat tali pisang).
6. Es Durian (eh campur dengan lelehan duren di atasnya).
11:29 PM | 2 komentar

Sharing

Info

Sosok

Popular Posts

About Me

My photo
saya selalu ingin menginformasikan segala sesuatu pada publik (soalnya bagi-bagi duit nggak bisa, jadi ya bagi-bagi cerita aja)