Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  #  |  need help ?

Siberut Selatan, Pusat Wisata Budaya Mentawai

Written By imran rusli on Friday, December 19, 2008 | 3:04 AM

Di mana Anda bisa menyaksikan lianuma (ritual peresmian uma baru), lianabag (ritual peresmian sampan baru), ritual perkawinan, ritual kematian, pabbetei (ritual pengobatan), perburuan sebagai tahap pembukaan dan penutupan lia atau punen, ritual pengangkatan kerei atau sikerei (dukun) baru, paabad (ritual perdamaian) dan berbagai aktivitas sosial berbasis kebudayaan Mentawai lainnya saat ini? Jawabnya di kecamatan Siberut Selatan.

Meski sekarang Kecamatan Siberut Selatan sudah dibagi menjadi lima kecamatan, tapi masyarakat pendukung kebudayaan Mentawai masih terkonsentrasi di Kecamatan Siberut Selatan, yakni di kawasan Sarareiket Hulu, antara lain di Madobag, Rogdok, Ugai, dan Matotonan. Di kawasan ini gajeuma’ (gendang), jejeneng (genta) dan tuddukat (kentongan), masih berfungsi sebagaimana mestinya. Ke sini pula turis-turis mancanegara mengarahkn langkah mereka, bila ingin menyaksikan aktivitas tradisional masyarakat Mentawai, begitupun para antropolog, ethnolog dan peneliti masyarakat dan kebudayaan Mentawai lainnya.

Muara Siberut, ibukota Kecamatan Siberut Selatan, cukup ramai dan memiliki infrastruktur yang cukup lengkap untuk mendukung pariwisata. Jalan raya, listrik, air bersih, penginapan, jembatan, pelabuhan, telepon kabel dan non kabel (wireless), internet, rumah sakit, kepolisian, bank, dan berbagi sarana transportasi seperti ojek, mobil pick up, speedboat, pompong, perahu dan semacamnya cukup tersedia. Begitupun pemandu wisata dan pusat informasi, yang terakhir ini bisa didapatkan di Kantor Camat.

Dari Muara Siberut ke Sarareiket Hulu hanya dibutuhkan setengah hari perjalanan dengan pompong. Dengan speedboat bahkan lebih cepat lagi, apalagi kalau air pasang. Boat bisa melaju kencang tanpa kuatir baling-baling tersangkut di bangkai kayu yang memenuhi dasar sungai atau menabrak gosong pasir berlumpur di bagian tertentu sungai.

Pokoknya tak ada masalah transportasi. Kapan saja selalu ada kapal ke Sarareiket, apalagi carteran, kuncinya uang dan kerendahan hati saja. Dengan dua modal itu jalan ke hulu sudah terbuka lebar untuk Anda.

Apa khasnya pedalaman Siberut Selatan ini selain memiliki banyak atraksi budaya? Selepas Muara Siberut Anda akan melewati Puro, desa bentukan pemerintah dengan nama PKMT (Pemukiman Kembali Masyarakat terasing). Desa ini sudah seperti desa-desa di tanah tepi, tapi di pinggir sungainya banyak ditanami pohon kelapa, dipadu dengan semak belukar gelagah sebelum memasuki kawasan desa, nuansanya persis seperti yang terlihat di film-film tentang Vietnam.

Makin ke hulu perkampungan menghilang. Sesekali kita akan menemukan sapou sainak (kandang babi) yang berdiri satu-satu di wilayah mone (ladang) suatu suku. Jarak masing-masingnya bisa mencapai 3 atau 6 kilometer.

Masyarakat Sarareiket sering menghabiskan waktu mereka sekeluarga di kandang babi ini, kecuali di uma ada lia atau punen, atau hari Minggu, saat mereka sekeluarga beribadah ke gereja.

Menjelang Dusun Rogdog, ada persimpangan. Belokan yang ke kanan adalah jalan menuju Salappa’, Kecamatan Siberut Tengah. Sedangkan yng lurus menunju Rogdog, Madobag, Ugai dan Matotonan.

Di Rogdog ada bagian sungai yang menurun dan sedikit berbatu, sehingga air di situ berbunyi rog dog rog dog, konon bunyi inilah yang dijadikan nama dusun.

Selanjutnya Madobag. Ini kampung asli Wakil Bupati Kepulauan Mentawai Yudas Sabaggalet. Di tepi desa ini ada air terjun kecil yang cukup diminati turis untuk mandi-mandi. Tapi kawasan sekitar tersebut masih berupa semak belukar yang belum dibersihkan, karena itu keamanannya tak terjamin.

Kampung selanjutnya Ugai dan terakhir Matotonan. Desa Matotonan ini konon dibangun bersama-sama oleh masyarakat Mentawai dan seorang Jawa, tapi Matotonan adalah desa yang layoutnya dibentuk pemerintah, kecuali uma sabulat yang sudah sejak dahulu kala dibangun di puncak bukit. Ariadi, mantan Kepala Desa Matotonan adalah anggota suku ini.

Matotonan merupakan desa terakhir di pedalaman Siberut Selatan. Dari sini Anda bisa ke Sakuddei, uma yang menjadi obyek penelitian Reimar Schefold, ahli antropologi dari Amerika Serikat dan menulis buku “Mainan Roh”, satu-satunya buku yang lengkap dan akurat tentang masyarakat dan kebudayaan Mentawai. Untuk mencapai Sakuddei Anda harus jalan kaki selam 2 hari semalam.


Tips
Perjalanan ke Sarareiket membutuhkan perlengkapan lain yang sifatnya teknis. Misalnya mantel hujan, karena perubahan cuaca sering terjadi tanpa gejala-gejala yang ekstrim. Pns terik bisa berubah seketika menjadi hujan lebat, begitu sebaliknya. Selama setengah hari di kapal Anda pasti bertemu curah hujan.

Kantong plastik adalah perlengkapan yang mutlak harus ada selain mantel hujan. Pakain dalam ransel atau carier, alat-alat tulis, laptop, kamera, tape recorder, dompet, senter, pengikat rambut, obat-obatan dan sebagainya harus diamankan dalam kantong plastik kering, bila Anda ingin semua peralatan tersebut tetap berfungsi dengan baik.

Obat-obatan. Mentawai masih menjadi salah satu tempat favorit nyamuk-nyamuk penyebar penyakit malaria, karena itu selain harus siap dengan obat anti nyamuk oles seperti Autan, Soffel, Lavenda dan lain-lain, Anda juga harus selalu sedia pil kina dan minyak tanah. Yang terakhir ini untuk mencegah gigitan singit-ngit atau agas, yang sekali nempel langsung gatal. Betadine juga diperlukan untuk berjaga-jaga dari luka. Obat-obatan lain yang juga perlu dibawa adalah obat flu, demam, sakit kepala dan obat gosok. Perubahan cuaca mendadak yang sering terjadi bisa membuat tubuh kita tidak tahan dan kondisi lapangan yang licin, berlumpur, becek sehingga kita sering harus berjalan di atas titian kayu yang lebarnya hanya 5 sentimeter, sering membuat kita terpeleset atau keseleo.

Topi, kacamata, sepatu boot dan sunblock atau handbody adalah perlengkapan lain yng tak kalah penting untuk mengurangi bahaya sengatan matahari dan gigitan ular. Di Sarareiket Hulu banyak ditemui ular hijau yang mungkin saja berbahaya. Anda takkan mau coba-coba dengan ular kan?

Namun yang terpenting dari seluruh bawaan adalah ubek (rokok atau tembakau). Masyarakat Mentawai di Sarareiket sangat suka rokok. Tua muda, laki-laki perempuan, nyaris semuanya merokok. Mereka punya rokok asli yang dibuat dari irisan daun keladi yang dikeringkan dan dibungkus daun pisang atau daun kelapa sebagai papirnya. Tapi tentu saja mereka lebih suka rokok betulan, seperti Kaiser, Galan, Gudang Garam, Jie Sam Soe dan lain-lain, termasuk tembakau Payokumbuah merek Panorama.

Anda perlu membawa ubek ini untuk membuka hati masyarakat. Mereka akan menerima Anda di uma-nya bila Anda datang dengan seyum terbuka dan ubek di tangan, akan lebih baik jika Anda tambah dengan kopi dan gula, bahka kalau ingin makan bersama mereka Anda bisa bawa beras dan lauk-pauk juga. Bukan hal aneh di Mentawai kalau tamu yang membawa jamuan, mengingat bertamu bukanlah tradisi mereka dan sajian mungkin tak cocok dengan selera Anda, kecuali Anda suka kapurut (lemang sagu kering), subbet (onde-onde keladi) dan minum air putih saja.

Sarung, selimut, kaus kaki, jacket dan matras juga wajib ada, terutama untuk tidur di malam hari, karena kawasan Sarareiket Hulu cukup dingin dan nyamuknya rajin berpatroli. Jangan mengharapkan kasur empuk di Sarareiket, bahkan di rumah guru dan kepala desa takkan ada, mereka lebih suka kasur tipis atau jaragjag (tikar pandan), kecuali di resort-resort wisata yang banyak di pulau-pulau.

Kegunaan lain sarung adalah untuk mandi sungai. Tak ada sumur yang cukup bersih di Sarareiket, karena airnya berlumpur, tapi selalu ada air bersih di sungai-sungai kecil yang mengalir di tepi desa, cuma untuk mandi di sana Anda tak boleh telanjang, harus bawa sarung sebagai basahan sekaligus untuk berganti pakaian. Anda juga tidak boleh buang hajat di sungai, pergilah ke semak-semak, gali lubang di situ, dan buanglah. Hati-hati ular dan semut rangrang.

Senter merupakan perlengkapan vital yng harus Anda miliki, karena tak ada cukup penerangan di pedalaman. Kalaupun bisa membawa obor, Anda harus punya persediaan minyak tanah yang cukup dan di hulu harganya mahal, bisa mencapai Rp7.000 per liter.
3:04 AM | 4 komentar

Sebuah Pondok di Kotaku

Written By imran rusli on Thursday, December 18, 2008 | 11:29 PM

Meski kini berdomisili dan telah menjadi warga Pekanbaru, Padang masih menjadi kota saya, maklum SD (SD Pertiwi II Belakang Tangsi) saya di sini, SMP sebagian--karena saya sering pindah sekolah yakni SMP 4, SMP 3, SMP 359 Sabang (Aceh), SMP 1 dan SMP 2 Pariaman--juga di sini, SMA sepenuhnya di sini (SMA 1), dan kuliah (Antropologi Unand) pun di sini, meski tak sampai selesai.

Jadi, sah-sah saja kan saya bilang Padang itu kotaku? Apalagi sekarang saya kerja di sini, ngurusin Tabloid Puailiggoubat dan bantu-bantu media online padangmedia.com. Jadi, udah, nggak ada yang peduli kok!

Mahluk apa sih Pondok itu? Yang pasti bukan seperti yang Anda Pikirkan, karena Pondok bukanlah bangunan, tapi sebuah kawasan. Kawasan yang terletak di bagian selatan Kota Padang, tepatnya dalam wilayah Kecamatan Padang Barat, Kelurahan Pondok, meliputi sebagian Jalan HOS Cokroaminoto, sebagian Jalan Sungai Bong, sebagian Jalan Niaga, seluruh Jalan Pondok, seluruh Jalan Tepi Pasang, sebagian Jalan Pulau Karam, sebagian Jalan Kali Kecil, dan sebagian Jalan Tanah Kongsi.

Banyak ikon khusus untuk mengenali kawasan ini, antara lain Pecinan, Apotik Kinol, RM Pagi Sore, Bioskop Satria (Apolo), es durian, kedai kopi Nam Yang, tukang gigi, pasar Tanah Kongsi, pusat penjualan kripik balado, penjahit Bola Dunia, toko sepatu Hero dan Padang Galery. Kalau Anda ke Padang dan tanya-tanya ikon-ikon ini pasti semua tahu.

Kawasan ini juga tergolong dekat dari hotel, misal Hotel Pangeran City, Hotel Ambacang Plaza, Hotel Bumi Minang, Hotel Hayam Wuruk, Hotel Nuansa, Hotel Muara, Wisma Immanuel, Hotel Dipo. Jarak terjauh, hanya sekitar 1 km, atau 15 menit jalan kaki.

Meski kecil, Pondok merupakan bagian tak terlepaskan dari sejarah Kota Padang, karena kawasan Pecinan ini dekat dengan Pasa Gadang (Pasar Besar), pusat perdagangan terbesar di Padang pada zaman Belanda, bahkan bisa dibilang tumbuh bersamaan, karena etnis China--yang dikonsentrasikan di kawasan itu--adalah mitra dagang setia VOC, perusahaan dagangnya Belanda.

Pondok juga tidak jauh dari Pelabuhan Muaro, basis militer, pergudangan dan pelayaran antar pulau, yang merupakan pelabuhan utama Kota Padang sebelum Taluak Bayua (Teluk Bayur atau Emma Haven) dibangun.

Pokoknya Pondok itu sentral, dulu. Sekarang masih sentral sebenarnya, tapi di bidang lain: kuliner.

Bila malam tiba, Pondok akan berubah jadi pusat jajanan serba ada. Pedagang makanan dan minuman bermunculan di emper-emper toko dan pinggiran jalan. Jalan raya pun berubah menjadi areal parkir, sehingga selalu macet dan susah dilewati. Keramaian ini akan berlangsung sampai pukul 24.00 WIB, kecuali di beberapa rumah biliar--seperti Rumah Biliar Damarus- yang buka sampai jam 02.00 WIB pagi.

Meski sejak pagi warga Kota Padang sudah menjadikan kawasan ini sebagai tempat favorit untuk sarapan dan tempat makan siang, tapi keramaian di malam hari jauh melebihi. Kalau pagi orang paling-paling mencari lontong sayur, bubur kacang ijo campur roti tawar, serabi kuah, bubur kampiun, dan bubur ayam, sementara siang orang akan ramai-ramai makan di RM Pagi Sore yang terkenal dengan ayam goreng kurusnya, atau menikmati es durian di Pulau Karam, maka malam hari orang akan mendapatkan lebih banyak keinginan, karena jumlah pedagang bertambah drastis.

Ah, ini kan sama saja dengan Pecenongan atau Pujasera di mana-mana, apa uniknya, di mana asyiknya?

Eh tunggu dulu. Malam hari Pondok akan menggelar lebih banyak jenis makanan. Mulai dari sea food dan chinese food di Restoran Apollo; ikan bakar bumbu pedas biasanya ikan nila dan ikan kerapu; sate ayam khas Padang (lontong dan kuahnya beda); sate KMS cabang Blok A yang juga dikenal dengan nama Sate Berungut karena pemilik atau kasirnya selalu cemberut dan memasang wajah masam seolah-olah kesal pada pembeli; Sate Danguang-danguang, meski tak seenak yang di Payokumbuah atau di Pekanbaru; gado-gado; lotek; bubur ayam; martabak mesir, yang masih kalah jauh dari Martabak Kubang di Jalan M Yamin; aneka jajanan pasar; soto minang dan sop; mi goreng; mi rebus; roti Hoya Bakery; roti bakar; ayam bakar; babi panggang, yang ini restorannya khusus; nasi goreng; nasi ramas; lompong sagu, lamang tapai; pisang panggang, pisang goreng, aneka gorengan lainnya; jagung bakar, jagung rebus, aneka jus; segala macam kopi; aneka teh; jeruk peras; es teler; cendol; es durian; es campur; es tebak; skotang, dan banyak lagi.

Asyiknya, semua dijajakan di tempat terbuka--tapi bukan di tenda-tenda--di lingkungan yang bersih, tak ada bau got atau aroma tak sedap lainnya, karena para pedagang cukup disiplin menjaga kebersihan lingkungan, dan suasananya begitu hidup karena setiap orang sepertinya sudah saling kenal. Jadi Pondok itu seperti rumah besar tempat anggota keluarga besar bertemu dan berkumpul. Tegur sapa, saling bertukar senyum, anggukan ramah bertebaran di sana-sini. Suasana seperti ini takkan Anda temui di Pecenongan atau Pujasera manapun, karena orang tak saling kenal dan biasanya sibuk dengan kelompok masing-masing. Pondok itu beda.

Jadi kalau Anda ke Padang dan bosan dengan menu hotel yang itu ke itu saja, cobalah ke Pondok, tak ada ruginya toh, cuma jalan kaki sebentar dan paling banter habis Rp25.000 (harga makanan Rp5.000 - Rp15.000 per porsi, minuman Rp3.000 - Rp10.000), siapa tahu dapat teman atau relasi bisnis baru, karena Pondok merupakan salah satu tempat kumpul favorit kaum elite dan profesional Kota Padang.

Yang khas di Pondok
1. Toko Sepatu Hero (bisa pesan sepatu dan sandal di sini).
2. Padang Galery (karya pelukis Padang tersedia di sini, dari yang sudah punya nama, sampai yang baru lahir).
3. Penjahit Bola Dunia (penjahit terkenal yang banyak diminati pejabat).
4. Kedai Kopi Nam Yang (kedai kopi kesukaan tokoh politik, anggota dewan, kepala dinas, pengusaha sukses, wartawan, dokter, pengacara, tokoh pemuda, dan sejenisnya).
5. Sate Ayam Mak Codet (sate ayam dengan bumbu kacang dan bumbu kecap, lontongnya beda, pipih, dibungkus dan diikat tali pisang).
6. Es Durian (eh campur dengan lelehan duren di atasnya).
11:29 PM | 2 komentar

My Personal Tagged

Written By imran rusli on Friday, November 28, 2008 | 9:34 PM

9:34 PM | 2 komentar

Daftar Kasus Ter-”bodoh” di Dunia

Filed Under (INSERT NEWS) by lieagneshendra on 26-11-2008

1. Seorang wanita dari tenesse yg kesal setelah memergoki suaminya tertidur dengan rokok ditangannya masih menyala sehingga melubangi kasurnya, meninggalkan sebatang rokok yg juga masih menyala di tempat yg sama hanya untuk MEMBERITAHUKAN PADA SUAMINYA APA AKIBATNYA BILA TERTIDUR DI KASUR DENGAN ROKOK YG MASIH MENYALA… alhasil… rumahnya habis terbakar… (duh…)

2. Remo Jalosjos, seorang anggota kongres di Filipina divonis 173 tahun penjara atas tuduhan pemerkosaan berulang pada seorang anak berusia 11 tahun. Seperti apa hidupnya dipenjara? ia punya beberapa kamar sendiri, lengkap dengan tv, dapur, kamarmandi pribadi lengkap dengan pemanas air dll. Ia bukan cuma menjual makanan ke rekan2 se-penjara di kios-nya juga menyewakan lapangan tenis yg baru dibangunnya itu. Ketika dikritik soal bagaimana ia mendapatkan perlakuan istimewa,ia ngotot bahwa itu salah pemerintah yang tidak sanggup memberikan perlakuan yg sama kepada para napi lainnya. (jago nih ngelesnya….)

3. St. Clair County, Illinois, telah menghabiskan dana $330 juta dollar untuk membangun sebuah airport yg ternyata selama setahun tidak pernah disinggahi satu pesawat-pun baik maskapai maupun pribadi, beroperasi 12 jam perhari dengan 27 pekerja + full team pemadam kebakaran dan maintenances, lucunya biaya renovasi sebesar $2.5 juta masih saja di approve meskipun sampai saat ini belum ada satupun maskapai bersedia menggunakan airport tersebut.

4. Paul Stiller, 47, dan istrinya sama-sama dirawat di Andover Township, New Jersey, bulan September lalu, keduanya menderita luka yg cukup parah sebagai akibat dinamit sebesar 1/4 stik yg meledak di mobilnya. Ketika di jalan, pasangan yang di dera kebosanan itu iseng2 membakar dinamit tersebut dan melemparkan ke luar jendela mobilnya untuk menghapus jenuh. SAYANGNYA MEREKA LUPA MEMBUKA KACA JENDELANYA.

5. Seorang pengemudi Truk di Turki, Nazim Canturkas, menyalakan korek untuk memanasi tanki bensinnya yang beku. Berdasarkan pernyataan dengan nada mengejek dari seorang anggota pemadam kebakaran yang bertugas waktu itu, Nazim menggunakan cara yang terlalu berbahaya… (ini mah goblok !!!)

6. Oklahoma City, Dennis Newton (47), sedang menjalani sidang atas tuduhan perampokan bersenjata sebuah toko, sebenarnya saat itu ia sedang di atas angin, sampai ketika manajer toko itu bersaksi bahwa memang Newton-lah pelaku perampokan itu, Newton marah besar dan langsung menghampiri manajer itu dan berteriak “seharusnya ku tembak saja kepalamu waktu itu !!!”, seketika semua yg hadir terdiam. “Ee… maksudnya seandainya memang waktu itu aku yg merampok…”, Newton meralat ucapannya… tapi gara2 itu juri dan hakim jadi yakin kalau ia memang bersalah… hasilnya 30 tahun penjara buat Newton…

7. Di Baltimore, Maryland, seorang wanita kesasar sampai Syracuse, New York setelah lama mengemudikan mobilnya. Malu untuk mengaku kesasar, dan tidak tau jalan pulang, ketika melihat seorang polisi, ia mengaku bahwa ia baru saja diculik oleh seseorang bersenjata api di Baltimore, gara-gara pengakuannya ini, terjadilah operasi pengejaran yg melibatkan 5 kesatuan dari beberapa negara bagian. Sampai akhirnya diketahui penyebab sebenarnya, wanita tersebut ditahan dan hanya diperbolehkan pulang bila suaminya yg menjemput dan HANYA SUAMINYA JUGA YG BOLEH MENYETIR MOBILNYA.

8. Detroit: R.C. Gaitlan, 21, mendekati 2 petugas yang sedang mendemonstrasikan squad car computer felon-location equipment kepada anak-anak di lingkungan detroit. Ketika ia menanyakan bagaimana cara kerja mesin itu, petugas meminta ID-nya, Gaitlan kemudian memberikan SIM-nya, petugas tersebut kemudian memasukkan nomor ID Gaitlan yang kemudian serta merta ditangkap dan di lumpuhkan saat itu juga, kenapa? karena ternyata di komputer petugas itu muncul nama Gaitlan sebagai DPO (wanted) tersangka perampokan bersenjata 2 tahun yg lalu… (apes mas…)

9. Di Ohio, seorang yg tidak jelas identitasnya berusia menjelang 30an mendatangi kantor polisi dengan kawat sepanjang 9 inchi nongol dari jidat-nya. Dengan tenangnya, laki2 itu meminta petugas untuk mencoba me-rontgent-nya untuk menemukan otaknya yg menurutnya hilang dicuri, terkaget2 petugas itu, terlebih ketika ia mengetahui bahwa laki2 tersebut telah mengebor kepalanya sedalam 6 inchi menembus tengkoraknya dengan sebuah power drill dan memasukkan kawat yg ada di jidatnya itu hanya untuk mencari otaknya yang menurutnya hilang tersebut !!!! (yang ini gw percaya mang ilang tuh otaknya… duh…)

10. February, berdasarkan laporan polisis di Windsor, Ont., Daniel Kolta, 27, dan Randy Taylor, 33, meninggal karena mengadu kepalanya setelah keduanya berimbang adu keberanian menabrakkan snowmobile-nya… (no comment deh yg ini…)

11. Di Phnom Penh restaurant, 3 warga Kamboja meninggal setelah bermain “footsies” (jepit2an kaki) dibawah meja makannya dengan sebuah ranjau anti tank yg gagal meledak yg mereka temukan. Seluruh pengunjung restaurant berhamburan keluar ketika mengetahui apa yg mereka lakukan… (gak bisa komen lagi sama yg ini… goblok apa idiot sih mereka???)

12. Di tahun 1999, sebuah kota kecil di Kingsville, Texas, geger ketika di tengah malam “ujug-ujug” kotanya di serbu 800-an tentara dengan seragam camouflage dan 8 helikopter. tembak2an terjadi, bomb2 diledakkan, sebuah pabrik dan bekas kantor polisi hancur berantakan, tak satupun petugas 911 yg bisa menjelaskan kejadian tesebut, sampai pada akhirnya seorang pejabat militer meminta maaf karena lupa memberitahukan soal rencana latihan perang urban gorilla. dan meminta maaf atas hancurnya 2 gedung yg hancur sebagai akibat salah sasaran… (walah…. parah amiiir….)

13. Modesto, CA, Steven Richard King ditahan atas usahanya merampok sebuah cabang Bank of America tanpa senjata, ia menggunakan jarinya yg disembunyikan dibalik bajunya untuk mengecoh pegawai bank, sampai akhirnya rencananya tersebut gagal setelah tanpa sengaja ia mengeluarkan tangannya dari jaketnya… (nah klo yg ini yg bg yg nodong apa yg ditodong???)

14. Sylvester Briddell, Jr., 26, tewas February lalu di Selbyville, Delaware, setelah memenangkan taruhan dengan teman2nya. Bahan taruhannya….. Beranikah Briddell menarik trigger revolver berisikan 4 peluru yg teracung ke mulutnya… (brani apa geblek nih orang ?)

15. Seorang perampok di Topeka, mndatangi Kansas Kwik Shop, dan meminta semua uang yg ada di mesin kasir, yang ternyata isinya terlalu sedikit untuknya, merasa kurang, ia pun mengikat penjaga toko tersebut dan menyamar sebagai kasir selama kurang lebih 3 jam dengan maksud siapa tahu jumlah rampokannya bisa bertambah… alih2 bertambah, justru malah polisi yg kebetulan singgah dan kemudian mengetahui penyamarannya langsung menangkapnya saat itu juga. (Apes lagi….)

16. AT&T memecat President John Walter setelah 9 bulan menduduki jabatannya dengan alasan kurangnya “intellectual leadership”. John Walter menerima pesangon sebesar $26 juta atas pemecatannya tersebut. (Sebenernya yg Intellegence-nya kurang tuh siapa ya disini ???….)

17. Polisi Los Angeles beruntung sekali saat itu, ketika para tersangka perampokan dibariskan untuk identifikasi wajah… salah satu tersangkanya tidak dapat mengontrol mulutnya… ketika detective menanyai satu persatu tersangka tersebut, dan kemudian menirukan kata2 perampok yg sedang dicari2 itu… “Berikan semua uangmu, atau kutembak !!!”… ujug-ujug.. alias tiba-tiba salah satu tersangka tersebut berteriak dengan ngototnya… “Hey, aku kan gak gitu ngomongnya !!!”… (ini mah be-ge + dungu + t.o.l.o.l…)

18. Seorang laki2 dari Illinois, berpura2 memiliki senjata, menculik seorang pengendara motor dan memaksanya pergi ke 2 mesin ATM yang berbeda untuk mengambil uang dari rekeningnya sendiri !!!!! (Wakakakakak… konyol sumpah…)

19. Seorang anak laki2 berusia 19 tahun dari Sheffield Lake, Ohio, mencuri kartu kredit ibunya untuk membayar operasi payudara pacarnya… sialnya, pacarnya tersebut langsung memutuskannya setelah operasi tersebut dan anak laki2 tadi kini menjalani 18 bulan masa tahanannya… (wtf ?!?!?!?!)

20. Christopher Jansen, seorang terdakwa kepemilikan senjata yg menuntut balik polisi yg menggeledahnya karena tidak ditemukan bukti, sedang menjalani proses peradilannya maret lalu di Pontiac, Michigan. Ia ngotot bahwa petugas telah menggeledahnya tanpa surat perintah. Jaksa penuntut juga ngotot, petugas tidak perlu surat untuk menggeledah, karena Jansen terlihat membawa benda mencurigakan di dalam jaketnya, “bisa jadi itu pistol atau apa” katanya. “Nonsense” kata jansen, yg kebetulan mengenakan jaket yg sama, kemudian ia pun menunjukkannya pada sang hakim, bodohnya, ketika ia memberikan jaketnya pada sang hakim, ia tidak memeriksa terlebih dahulu isi kantungnya. Ketika sang hakim memeriksa jaketnya……… ia tertawa terpingkal2…. tau kenapa? karena ternyata di kantung jaket si jansen itu ia menemukan sepaket cocaine !!! (No comment deh yg ini juga…)

21. Guthrie, Oklahoma, October lalu, Jason Heck berniat membunuh seekor kaki seribu dengan senapan kaliber 22-nya, meleset, pelurunya mengenai batu dan mental sehingga mengenai kepala temannya, Antonio Martinez yang kemudian mengalami retak di tengkorak kepalanya… (alah mas… kurang kerjaan sih lu…???)

22. Polisi di Oakland, California, menghabiskan 2 jam mencoba membuat seorang bersenjata yg berlindung di rumahnya untuk menyerahkan diri. Setelah 10 kali menembakkan gas air mata, petugas baru sadar kalau orang bersenjata itu ada di sebelah mereka sambil ikut-ikutan berteriak meminta orang yg di dalam rumah itu untuk keluar dan menyerah… (wtf lagi… klo yg ini yg geblek siapa?)

23. Dua orang perampok asal Michigan memasuki sebuah toko kaset di Detroit, dengan gugup salah seorang perampok itu berteriak “Jangan ada yang bergerak !!!” sambil menodongkan senjatanya…namun entah karena memang gugup atau tidak sengaja, ketika partner-nya bergerak menuju kasir, langsung saja DOR!!!… dan tumbanglah si partner… (rampok kok grogi… ???)

24. Medford, Oregon, seorang pengangguran berusia 27 tahun yg baru saja membunuh 3 orang, menuding perguruan tinggi tempatnya mendapatkan gelar MBA sebagai penyebabnya… katanya ” perguruan tinggi ini terlalu banyak mencetak sarjana bisnis… seandainya aku memilih jurusan lain pasti tidak begini jadinya…” (maksud lo ??? nganggur koq nyalahin org lain…)

25. Lagi-lagi perampok dodol… di San Fransisco, (lagi rame nih di sono… kejadiannya masih lumayan baru) Patrick Johnson, berniat merampok sebuah cabang Welfare Bank. Johnson memberikan selembar cheque bertuliskan “ini perampokan, masukkan uang kalian ke tas saya”, pada seorang teller di bank tsb, tapi si teller menjawab, “maaf pak, kami tidak bisa menguangkan cheque bapak, karena ini cheque Bank of America, kalau mau bapak ganti dengan cheque milik Welfare Bank atau bapak ke kantor cabang Bank of America saja pak…”, Johnson pun menjawab… “oooo… gitu… ya sudah aku kesana saja…” tidak lama kemudian ia ditangkap ketika sedang mengantri di kantor cabang Bank of America yg tak jauh dari situ, setelah kemudian si teller tadi buru2 menghubungi polisi begitu Johnson pergi meninggalkannya… (parahnya lagi, ternyata lembaran cheque yg digunakan tadi adalah miliknya pribadi…)… >>> (be-ge koq keterlaluan toh John… jhon…).


dari Blog Agnes Davonar, OK!

9:13 PM | 3 komentar

Tak Muncul di Search Engine google

Aneh dan bikin gondok, blog ini dan isinya tak muncul di search engine google, apa karena gratisan? atau ada yang salah pencet?
12:25 PM | 2 komentar

Naik Kereta Api Wisata ke Pariaman

Saya sering ke Pariaman (lha kampungnya emang di sana), tapi dengan kereta api wisata baru dua kali. Terakhir baru-baru ini, entah bulan apa, saya lupa dan malas mencari kepastiannya, yang jelas saat itu Saudagar Minang lagi hajatan di Pangeran Beach Hotel dan Padang siap-siap memasuki Pilkada Walikota. Jadi? Baru aja dong!

Karena diberitahu kereta berangkat pukul 06.00 pagi, saya sudah stand by di Stasiun Padang, Simpang Haru, jam 05.30, dan langsung mengumpat, karena ternyata kereta apinya berangkat pukul 09.00 WIB. “Yang jam 06.00 itu kereta biasa Pak, harian, kalau Minggu ya jam 09.00,” kata seorang petugas dari PT KAI (Kereta Api Indonesia), atau malah tukang sapu, mengomentari kebegoan saya.

Sekitar pukul 08.00 calon penumpang mulai ramai. Ternyata banyak juga peminatnya. Ketika saya mau beli tiket gerbong eksekutif yang tarifnya Rp80.000 pp, ternyata sudah dicarter orang sampai 6 minggu ke depan. Sayang cuma terdapat satu gerbong eksekutif. Hebat ya? Saya coba gerbong bisnis yang tarifnya Rp50.000 pp. Juga sudah diborong orang. “Tinggal gerbong ekonomi Pak, Rp10.000 pp,” kata petugas loket.

Ya sudah, mau gimana lagi? Saya beli tiket yang semuanya memang dijual pp (pulang pergi) itu. Bukan berarti tak boleh beli tiket sekali jalan, tapi karena penumpang KA Wisata Si Binuang--namanya kayak nama kerbaunya Cindua Mato, jagoan legendaris dari Kerajaan Minangkabau—biasanya memang memesan tiket dua arah. Tapi cocok, saya memang berasa naik kebo betulan, karena kereta apinya merayap, meski tidak mendengus-dengus.

Whui, hari itu ada 10 gerbong diberangkatkan, satu diantaranya gerbong mesin, mesin apa tak saya cari tahu. Gerbong makan (restorasi) tidak ada, karena perjalanan cuma akan memakan waktu sekitar 2 jam. Lagian, rata-rata penumpang kelihatannya membawa bekal sendiri-sendiri. Yang mencarter gerbong eksekutif malah membawa tape deck dan speaker besar segala. “Kami mau arisan Pak, sekalian karaoke,” kata salah satu dari ibu-ibu penyewa gerbong eksekutif itu. Wah kreatif juga tuh ibu-ibu. Dapat dibayangkan betapa hebohnya gerbong mereka, gerbong Yahudi yang mau digenocide nazi pasti kalah. Waduh oi, 6 juta Yahudi tu orang, bukan angka. Maap, maap.

Pas jam 09.00 WIB, KA Binuang diberangkatkan, dan saya tak kebagian tempat duduk, saking penuhnya. Setiap gerbong yang berkapasitas 72 orang itu penuh orang, terutama anak-anak (ya lah, masak penuh kebencian). Tapi penuhnya bukan seperti penuhnya kereta api di Jawa—yang untuk melangkah saja susah—karena saya masih leluasa berpindah dari satu gerbong ke gerbong lain. Saya akhirnya dapat tempat duduk juga, di tangga. Lumayan bisa kena angin, sekaligus bisa jatuh atau kepentok rangka jembatan.

Sayangnya, kereta wisata ini jorok, terutama karena ketidakpedulian penumpangnya. Sampah dibuang seenaknya ke lantai gerbong, anak-anak kencing di bangku dan di bawah bangku, ibu-ibu meludah di sembarang tempat, kaleng dan botol minuman bekas digeletakkan begitu saja di lantai, di tempat duduk, di mana-mana deh pokoknya. Keadaannya diperparah oleh toilet yang dikunci rapat, entah kenapa. Ketika penumpang bertambah di Stasiun Tabiang dan Lubuak Aluang kereta makin kumuh. Kereta Api Wisata apa ini? Hiiiiiy!

Sampai di Stasiun Pariaman sekitar pukul 11.00 WIB penumpang segera berhamburan ke Pantai Gandoriah, yang waktu itu tak dipungut bayaran sama sekali, karena Dinas Pariwisata lagi marah sama pemuda setempat yang katanya tak menyetorkan uang masuk (retribusi) dengan benar.

Nasi Sek

Pantai Gandoriah tak seluas Taplau (Tapi Lauik, Pantai Padang) tapi pengunjungnya beberapa kali lebih banyak, karena di pantai ini banyak sekali wahana bermain, ada buayan kaliang (bianglala), ada perosotan, ada layangan, ada kolam kecil untuk anak-anak yang ingin berenang, ada menara peninjauan, dan banyak sekali pedagang. Persis Taman Impian Jaya Ancol deh (dalam mimpinya orang Pariaman).

Segala macam dijual di pantai itu, mulai dari rakik udang (peyek udang) yang baunya enak tapi rasanya pas-pasan, karena digoreng pakai minyak goreng sisa gorengan tahun lalu, sala lauak (khas Pariaman) lengkap dengan samba ladonya, lontong sayur dan katupek gulai paku (ketupat gulai pakis), sate Pariaman, nasi ramas, manggis muda yang sudah dibuka kulitnya, es rumput laut, aneka pakaian (dari pakaian montir sampai pakaian monyet), balon (beneran, bukan kondom), aksesoris, dan cemilan biasa (produk Indofood dan Siantar Top, yakni segala jenis chiki-chikian dan minuman kaleng Coca Cola cs).

Namun dari keseluruhannya nasi sek lah yang paling menarik perhatian. Banyak sekali penduduk Pasie Pariaman yang berubah profesi dari nelayan menjadi pengusaha rumah makan, gara-gara nasi sek ini.

Menurut teman saya Drs M Ardan Jamil, pegawai Dinas Pariwisata Kabupaten Padang Pariaman, nasi sek mulai muncul sekitar tahun 1990-an. “Sek itu seribu kenyang,” katanya. Waktu itu harga nasinya memang Rp1.000 dan nasinya dibungkus kecil-kecil, persis seperti nasi kucing yang lagi top di Jakarta dan Pekanbaru. Saya dulu pernah langganan di Otista. Benar-benar pas untuk kucing, nasi sejumput lalu disiramin sama kuah doang ha ha.

Sekarang konotasinya lain lagi, karena tak ada lagi nasi sek Rp1.000, kecuali di dapur ibumu, sekali makan di salah satu kedai nasi sek sekarang minimal Rp15.000 satu orang. Masih murah juga kan? Dan kalau ditemani air kelapa muda, yang langsung diambil dari batangnya, seharga Rp5.000, maka makin lengkaplah kenikmatan nasi sek itu.

Kekhasan nasi sek adalah laukpauknya yang didominasi ikan laut segala jenis segala ukuran. Mulai dari maco dan bada (anggap aja teri karena saya nggak tau apa Bahasa Indonesia atau Latinnya) yang kecil-kecil tipis, sampai ikan tuna ada di menu nasi sek. Ikan hiu dan paus memang tak ada, kecuali kalau ada yang menangkap dan menjualnya ke pedagang nasi sek, mungkin akan dimasak juga.

Rata-rata ikan itu diolah menjadi asam padeh (asam pedas), gulai masin (itu yang ijo kekuning-kuningan, walah jangan mikirin yang lain ah, ini lagi cerita makanan), gulai kuning, bakar, sala (benar sala, jadi sala tak hanya bulat, tapi juga panjang-panjang dan lebar-lebar, karena satu ikan gambolo (nah ikan apalagi nih, masa saya harus Indonesiakan jadi gembala?) itu dijadikan sala, artinya dibaluri tepung sala dan digoreng utuh), toco (tauco), dibakar, digoreng balado (digoreng dan dibaluri cabe goreng), dipalai (pepes) dan sebagainya, pokoknya semua menu yang sangat menggugah selera.

Sudah begitu, tempat makannya juga asyik, yakni di pondok-pondok kecil yang bisa memuat maksimal 6 orang (1 keluarga), lengkap dengan tikar pandannya (persis saung di rumah-rumah makan Sunda di Jawa Barat).

Pantai Gandoriah sendiri cukup asyik. Pantainya ditanami pohon pinus (cemara) dan di antara pinus-pinus itu ada lorong jalan aspal sepanjang kira-kira 2 kilometer. Pantainya landai dan berpasir warna coklat muda. Ada juga yang putih, hitam, kelabu dan kuning, tapi dominan coklat muda. Kalau dulu—tahun 1970-an—kuning campur hitam, karena banyaknya orang buang hajat di sana, sampai-sampai terkenal sebagai WC terpanjang di dunia.

Tapi Bupati Anas Malik kemudian menggampari orang-orang yang suka mencemari keindahan pantai dan bikin polusi udara itu. Mereka dianggap ke truk dan dibawa ke pos hansip. Terpaksa, kalau nggak kayak gitu nggak bisa dibikin kapok, ini Pariaman lho, masyarakat terngeyel di dunia.

Pernah suatu kali Bupati Anas Malik yang suka ngontrol (jangan diedit ya) kota pagi-pagi menemukan seorang pemuda yang enak-enakan duduk di tangga sambil baca majalah, sementara halaman rumahnya kotor, dipenuhi daun melinjo. Segera bupati turun dari mobilnya dan mendekati pemuda itu, diiringi ajudan dan beberapa bawahan.

“Hei kamu, kenapa halaman rumah dibiarkan kotor, sapu kenapa?”
Eh si pemuda ogah-ogahan melirik bupati
“Emangnya kenapa, apa urusan situ?”
Wah bupati naik spanning
“Kebersihan kota ini urusanku anak muda, aku bupati, mana orang tua kamu?”
Eh malah ngelirik lagi, males-malesan, lalu dia teriak ke belakang’
“Maaaaaaaaaaak ada orang reseh.”
“Siapa?” terdengar suara maknya.
“Tau, katanya bupati,”
Ampyuuuuuuuuuuun orang Pariaman tuh.

Baru sebentar di Pantai Gandoriah, yang lebih cocok disebut obyek wisata rakyat murah meriah ini, datang lagi kereta api wisata. Kali ini membawa lima gerbong baru yang harganya Rp14 milyar dan dinamai Dang Tuangku—putra Bundo Kanduang, Ibusuri Minangkabau jaman doeloe--bantuan Dinas Perhubungan RI untuk menghidupkan lagi dunia perkeretaapian Sumbar. Gerbong baru itu lumayan bersih, maklum baru, entah bagaimana kondisinya tahun depan, tapi saya pesimis kalau perilaku penumpang yang jorok tak berubah.

Kalau dibandingkan gerbong itu sekarang dan setahun lagi mungkin kira-kira begini:

Sekarang: cat mulus; tempat duduk masih diplastikin; toilet bersih, airnya lancar; kipas angin berputar semua; jendela bisa dibuka tutup dengan mudah; lantai bisa diduduki, dst

Setahun lagi: cat belang bonteng penuh graffity, bekas torehan (mama love papa, andi love ria dan semacam itu), ada juga bekas ingus dan ludah yang salah sasaran; tempat duduk sudah compang-camping, ada bekas pisau dan gunting di mana-mana, sebagian busanya berhamburan ke luar, ada bekas kencing anak-anak, bekas muntahan nenek, bekas kotoran kucing, dan kecoak mati; toilet dikunci rapat, jangankan air bersih, kencingpun dilarang di situ; kipas angin hilang semua, tinggal tampuknya aja; jendela bisa dibuka pakai martil atau batu kali, lantai tak bisa diduduki karena banyak bekas ludah, kencing dan muntah, warnanya juga udah hitam bulukan, penuh dengan tanda-tanda kesengsaraan.

“Peminat wisata ke Pariaman ini banyak, meski rata-rata dari kelas bawah, mereka cukup menghidupkan ekonomi masyarakat di sini,” kata Ardan. Itu terlihat dari banyaknya pedagang di Pantai Gandoriah, yang untuk setiap lapaknya membayar Rp100.000 – Rp250.000 per hari. Ya iyalah, tukang balon aja idup di sana, padahal modalnya cuma sejumlah balon (benar balon, bukan kondom oom) dan bau mulut.

Sekitar pukul 14.00 terdengar pengumuman dari stasiun. “Kereta api wisata akan kembali ke Padang pukul 14.30, penumpang diharap siap-siap.” Dan tepat pukul 14.30, KA Wisata Si Binuang kembali beringsut ke Padang dengan kecepatan tertinggi 30 kilometer per jam. Pukul 17.00, kereta masuk lagi di Stasiun Padang. Saya bisa pulang dengan tenang dan memastikan diri takkan naik KA Si Binuang atau Dang Tuanku lagi tahun depan atau tahun-tahun berikutnya dan tahun-tahun berikutnya lagi, soalnya kebayang yang tadi. Hiy
10:16 AM | 1 komentar

Longsor Jadi Mata Pencarian Baru



Bagi warga Riau atau Sumbar yang sering pulang pergi dua provinsi, musim hujan kali ini bisa dikatakan musim apes. Masalahnya, intensitas longsor dan jalan terban meningkat drastis. Kalau tahun 2005 hanya terjadi satu kali jalan terban yang membuat hubungan darat kedua provinsi terputus selama beberapa hari, maka tahun 2006 dan awal tahun 2007 ini kejadian tersebut berlangsung beberapa kali. Tahun 2008 longsor malah terjadi di Rantau Berangin, Kabupaten Kampar, Riau.

Akhir tahun lalu saja (2007), dua kali terjadi jalan terban yang membuat Riau - Sumbar putus sampai lebih dari 2 X 24 jam. Dan Kamis pekan silam terjadi pula sekali jalan longsor yang membuat lalu lintas dua provinsi macet total selama 10 jam lebih.

Pantauan Riau Mandiri langsung dari lapangan, masih ada sekitar 6 titik lagi yang sangat berpotensi mengalami longsor atau jalan terban yang akan membuat jalur darat Riau - Sumbar putus lagi. Sehingga roda ekonomi terhenti sejenak atau kalau masih terus akan mengalami lonjakan cost production karena bahan mentah yang dibawa terlanjur busuk atau harus dibawa memutar ke jalur alternatif Kiliran Jao dengan konsekuensi tambahan waktu di perjalanan sekitar 8 jam dan BBM sekitar Rp400 ribu lagi. Setidaknya itu menurut para supir truk pembawa berbagai komoditas pertanian dan perikanan dari Sumbar yang terjebak di lokasi longsor atau jalan terban.

Namun inti ceritanya bukan di situ. Tapi, bagaimana masyarakat setempat menjadikan fenomena alam tersebut sebagai mata pencarian baru. Ketika jalan terban menimpa dua lokasi yang berdekatan di Tanjuang Pauah, Kabupaten 50 Kota, Sumbar masyarakat setempat sangat bergairah membuka jalan baru. Ratusan warga datang dengan cangkul dan parang dan meretas perbukitan. Saking semangatnya mereka minta buldozer kiriman Dinas PU tak usah bekerja dulu agar warga bisa berperan aktif agak lama.

Masalahnya, dengan turun tangan seperti itu mereka bisa pasang tarif untuk seluruh kendaraan yang mau lewat. Truk dan bus Rp500 ribu; sedan, jeep, van, bak terbuka, box, atau mobil kecil dan sedang lainnya Rp300 ribu; sepeda motor Rp50 ribu.

Longsor Kamis lalu juga begitu. Meski buldozer bisa cepat meratakan jalan yang tertimbun, masyarakat minta waktu agar mereka bisa berpartisipasi sedikit lebih lama. Untuk itu mobil-mobil kecil dan sedang diwajibkan membayar Rp50 ribu - Rp100 ribu. Sementara sepeda motor Rp25 ribu per unit. Petugas PU dan polisi tak berdaya, karena masyarakat berjumlah ratusan, lagipula masyarakat yang ditanya mengatakan polisi juga dibagi. Akibatnya pengguna jalan harus rela antri lebih lama dari yang seharusnya.

Celakanya, kebiasaan menjadikan bencana alam sebagai mata pencarian ini mulai jadi tren. Di Pangkalan Koto Baru, atau 14 kilometer menjelang perbatasan Sumbar - Riau, pas di depan jembatan timbang, ada badan jalan yang terban (sekarang sudah mulus--November 2008-imr). Meski tak sampai memutus jalan, sejumlah pemuda sudah mangkal di situ dan dengan seenaknya menyetop kendaraan yang lewat minta biaya jalan terban. Padahal mereka tak mengerjakan apa pun.

Nah, kalau tak segera diantisipasi oleh yang berwenang, bisa-bisa warga makin kreatif. Mereka bisa membuat agar longsor dan jalan terban makin sering terjadi, sehingga ada alasan untuk minta uang seenaknya kepada para pengguna jalan. Masalahnya ketika ditanya, kok malah senang jalan putus? Mereka menjawab "Inilah cara Tuhan memberi kami rezeki." Weleh..weleh!**

Ini salah satu berita saya di Riau Mandiri yang sempat saya jalani Februari 2005 - Juni 2008
9:38 AM | 1 komentar

Indahnya Laguna Tiku

Written By imran rusli on Thursday, November 27, 2008 | 10:02 PM


Laguna Tiku, kecantikan yang teduh dan
menenangkan. Bear-benar sudut yang
classy dari Nagari Tiku. (Foto Imran
Rusli).

Tiku sering digelari orang pantai mutiara. Gelar yang sangat pantas tampaknya, karena nagari di pesisir Kabupaten Agam ini memang sangat indah bak untaian mutiara mutu manikam.

Kebesaran nama Tiku sebenarnya sudah sejak dulu, ketika di pantainya kapal-kapal dagang Inggris, Portugis dan Belanda berebut merapat untuk menampung berbagai rempah dari pedalaman Sumbar seperti pala, kulit manis (casiaverra), cengkeh dan lain-lain yang banyak tumbuh di sepanjang kawasan pesisir dan pedalaman Sumbar. Sampai sekarang bekas-bekasnya masih bisa dilihat di sekitar Lubuak Basuang, Manggopoh dan Danau Maninjau. Pala, kulit manis dan cengkeh banyak tumbuh di kawasan tersebut.

Kita masih bisa melihat bangunan berarsitektur kolonial di pusat Kenagarian Tiku, meskipun kondisinya sudah tak terawat sama sekali, bahkan boleh dikatakan hampir runtuh. Pas di pinggir jalan raya Pariaman – Lubuak Basuang atau Pariaman - Pasaman Barat. Tepatnya di pasar Tiku.

Namun bukan itu yang paling menarik. Bicara tentang Tiku mau tak mau harus bicara tentang pantai dan lagunanya. Tanpa harus repot-repot memasuki gerbang ini itu, dari pinggir jalan saja Anda turun dan permisi masuk ke ladang kelapa penduduk setempat Anda sudah bisa menikmati keindahan asri laguna Tiku, karena memang laguna nan cantik itu terletak di belakang rumah penduduk saja. Alangkah beruntungnya punya lanskap seindah itu di belakang rumah…

Deretan pohon kelapa yang meneduhi telaga bening di tepi pantai tersebut sungguh sangat menyejukkan jiwa yang memandanginya. Apalagi kalau pas sunset, tak terkatakan indahnya. Yunofrin, Sekjen MPKAS (Masyarakat Peduli Kereta Api Sumatra Barat) pernah mengatakan sunset di Tiku adalah sunset terindah di Sumatra Barat.

Seperti obyek-obyek wisata Sumbar yang belum tersentuh tangan lainnya, laguna Tiku menunggu sentuhan investor yang betul-betul mengerti pariwisata. Jangan sampai kawasan seindah ini jatuh ke tangan para petualang pariwisata yang bisanya hanya melihat keuntungan saja, tanpa memikirkan pentingnya pemeliharaan dan perawatan lingkungan. Sebab hasil akhirnya nanti bisa-bisa hanya akan mengundang wisatawan lokal kelas rendahan, yang suka makan nasi bungkus lalu membiarkan sampahnya berserakan di mana-mana.

Atau yang suka membangun panggung kayu lalu menggelar dangdutan di atasnya, yang bisa mengundang wisatawan tak berkelas ke kawasan itu, atau membangun gazebo-gazebo seadanya tempat duduk-duduk para kurawa atau pasangan-pasangan mesum yang suka pacaran di sembarang tempat.

Karena sesungguhnya laguna Tiku benar-benar tak pantas untuk itu. Dia harus disentuh investor berkelas, yang tahu selera bagus, karena laguna Tiku benar-benar kawasan pilihan yang tidak kalah dengan obyek-obyek wisata berkelas lainnya d Indonesia. Sentuhanlah yang akan membedakannya, yang akan membuatnya tetap asri dan terpelihara selamanya atau sebaliknya: membuatnya layu tak berseri.

Cobalah ke Tiku dan nikmati pesonanya yang beda. Allahuakbar, terpujilah Tuhan yang menciptakan karya maha indah itu.


Cara ke Laguna Tiku
Dari Padang melewati jalan beraspal mulus ke Pariaman (59 km), terus menyusuri pantai ke Sungai Limau dan akhirnya sampai ke Tiku. Jaraknya hanya sekitar 100 kilometer dengan kondisi jalan yang rata tanpa turunan dan tanjakan atau belokan tajam. Terdapat 11 SPBU yang siap melayani Anda di sepanjang jalan.

10:02 PM | 0 komentar

mumbai massacre

hari ini koran, televisi dan internet dipenuhi darah darah dan darah, terjadi pembantaian di mumbai (dulunya kalau nggak salah bombay), wisatawan eropa dan amerika dibantai seperti kambing qurban, gilanya ketika ngebaca komentar pembaca di kompas.com kok ya banyak yang makfum aja, bener makfum alias maklum, mereka bilang orang amerika pantas menerima pembantaian itu, karena negerinya juga suka bantuin israel membantai orang-orang palestina.

saya tak habis pikir dengan jalan pikiran orang-orang ini, kalau yang membantai lain, kenapa yang dibantai lain pula?, seolah-olah mereka sama jahatnya, itu wisatawan bung, orang yang mau senang-senang, mereka pasti bapak seseorang, kakak seseorang, adik seseorang, anak seseorang, kakek seseorang, cucu seseorang, atau ibu seseorang, nenek seseorang, tante seseorang, bibi seseorang, putri seseorang, kekasih seseorang, suami seseorang, istri seseorang, mertua seseorang, menantu seseorang, apa hak kalian membantai mereka?

Kalau tentara israel membantai orang palestina karena perintah perdana menterinya, mengapa bocah perempuan amerika yang dibantai sebagai balasannya? logikanya di mana? di dengkul? harusnya kan yang nerima pembalasan tentara itu juga atau perdana menterinya, kenapa harus orang amerika atau inggris, kan belum tentu mereka setuju sama negaranya? bagaimana kalau amerika membalas atau inggris mengganas, membantai siapa saja orang palestina atau simpatisan mereka dengan logika yang sama?

bagaimana kalau tiba-tiba tanah abang dirudal, lalu amerika berdalih itu untuk membalas teroris yang telah membantai warga mereka? apakah kita akan bilang bisa maklum juga, bisa makfum juga?

ndak lah ya, semua itu tak sama dan tak bisa disederhanakan gitu, tangan mencincang bahu memikul, kalau memang israel yang membantai balaslah ke israel (serdadu dan panglima yang memerintah mereka), jangan balas ke orang amerika, atau inggris, atau israel yang tak ikut-ikut, lokalisir dong musuh anda.

jepang dulu sok-sok fasis gitu, taunya dibom atom amerika, langsung nangis, lalu nyalahin amerika lagi, padahal mereka yang duluan membunuhi orang-orang yang sedang tidur di pearl harbour, berani berbuat berani tanggungjawablah oom..

terserah kalian mau bilang apa, ini bukan membela amerika, tapi membela orang-orang yang mati sia-sia, sudahlah jangan lagi diulangi 9/11 kedua, atau bom bali, maluuuuu, kalau memang berani, nekad, jago membantai orang pergilah ke palestina, bantu mereka ngelawan israel, jangan cuma berani membunuhi orang-orang tua, anak-anak, ibu-ibu yang sedang menikmati liburan, memalukan tau!
5:43 AM | 0 komentar

tau judulnya apa

dua hari ini kerja saya baca blog-blog aja, terutama punyanya raditya kambing, agnes, dan sukra, terus tambah yang wajib kokinya zeverina, itu aja udah bikin saya kenyang, sampai-sampai lupa kerjaan utama, ya sih nulis juga, apa lagi?

ngeliat blog mereka rasanya saya jadul banget, dan kurang ilmu, gitu, ada-ada aja yang ditulis, terutama si kambing radith yang saya baca sampai postingan mei 2007, rasanya udah terlambat banget ikut-ikutan ngeblog, tapi peduli amat, daripada ngirim tulisan nggak dimuat-muat, kan lebih baik punya blog, bisa nulis dan nerbitin kapan saya suka, trus bisa diedit juga kapan aja, atau dihapus sekalian kalau rasanya udah nggak pas.

Tapi ngeliat komentar yang masuk cuma satu dua, saya rasanya lemes lagi, entah bagaimana caranya meningkatkan traffic (betul itu namanya?) ke blog saya, apa harus ngikutin radith juga, pasang tagg mesum (di sini ada dian sastro atau cinta laura ... lagi becek gitu?), ah nggak lah, malu.

jadi apa ya? saya sampai mumet mikirin kenapa ada orang yang bisa nulis begitu enaknya? sampai-sampai kita yang baca lupa makan, mandi atau ngejawab telepon (cebok sih nggak lupa, masalahnya gatal sih).

memang saya peblog (eh blogger) baru, jadi rada kikuk, grogi, mau nulis apa, mungkin saya harus bebaskan diri dari keinginan untuk dibaca atau dilirik atau diklik, pokoknya nulis dan nulis aja, peduli setan ada yang baca atau tidak, atau dibaca setan atau tidak.

mana postingan di koki nggak dimuat-muat zev, padahal saya kayak drakula tulisan, baru berasa hidup kalau membaca tulisan sendiri yang dimuat di media orang lain dan dikomentari pula, terserah mau komentar apa, pokoknya komentar, rasanya saya ndak cukup hidup tanpa itu, bahkan dimaki-maki juga boleh, pokoknya setiap hari ada mainannya, kalau nggak ada saya merasa ingin mati saja, seolah-olah bad day ya bad mood ya bad spirit juga... puuuuuuuuuuuh

enaknya nulis di blog saya tak perlu memperhatikan tata kalimat, ejaan yang salah, gaya penyajian, pokoknya mengalir aja kayak kencing, toh yang bakal jadi penikmat pertama saya sendiri, orang lain belum tentu suka dengan gaya kita toh?.

jadi senang juga, akhirnya saya dapat jawaban mau apa dengan blog saya, ya mau nulis, nulis apa? suka-suka gua, blog saya jelek, biarin, kan buat saya sendiri, ho oh udah ketularan si kambing radit kayaknya, dia itu udah kayak lupus tahun 80-an, digandrungi banget, komentar di setiap postingannya selalu ratusan, gila emang tu anak!
4:57 AM | 0 komentar

Banjir, Polisi, dan Angkot Setan

Written By imran rusli on Wednesday, November 26, 2008 | 9:40 AM

CITIZEN JOURNALISM: SIAPA SAJA, MENULIS APA SAJA

Sigit, Debby, Imran Rusli - Jakarta, Pekanbaru

*) Haiiii KoKiers, artikel-artikel di bawah ini bukan artikel KOLABORASI yaaa ... para penulis tidak saling mengenal, Zev mencoba menggabungkan beberapa artikel pendek yang menumpuk di inbox Zev. Masing-masing artikel tersebut terlalu pendek "berdiri" sendiri dalam satu judul berita, namun isinya sayang untuk dilewatkan. Zev menampilkannya secara "rombongan" dalam format seperti di KoKi jadoel, mudah-mudahan asyik-asyik saja membaca-nya, hehehe. Terimakasiiih.

_____________________

Banjir
Sigit Setyawan - Jakarta

Memasuki musim penghujan, Jakarta mulai banjir, saya mulai khawatir. Tahun lalu rumah saya terendam, komputer rusak, dan data hilang. Lima tahun sudah di Jakarta, tapi mengapa juga saya terikat dengan Jakarta?

Teman saya lebih tragis lagi, rumah terendam hingga ke atapnya. Alhasil, pasca banjir dia harus mulai dari awal: membeli segala perabotan yang rusak. Tetangga saya bahkan terpaksa merogoh kocek ekstra untuk mobilnya yang juga terendam. Entah di koceknya ada uang atau nasibnya sama seperti saya, yaitu berhutang.

Dalam meditasi saya di kertas putih, saya menghitung-hitung dan berencana untuk pindah saja dari Jakarta ke daerah. Hasilnya adalah coret-coret, gambar orang entah siapa, dan daftar hutang. Ternyatalah bahwa jika pindah ke daerah, hutang saya tidak akan lunas, mengingat, saya juga tidak tahu mau kerja apa jika saya kembali ke daerah asal saya.

Jadi, saya putuskan saja untuk tetap di Jakarta. Mungkin inilah nasib yang harus saya jalani, bukankah memang sejak dahulu kala Jakarta selalu banjir? Salah saya sendiri mengapa datang ke Jakarta.

Tahun ini saya putuskan untuk mengganjal perabotan, menyelamatkan barang elektronik dan dokumen. Nanti, kalau ternyata terendam lagi, terpaksa berhutang untuk membeli barang. Jadi, sepertinya akan menjadi circle of life saya: beli barang - kebanjiran - hutang - beli barang - kebanjiran - hutang.

Kemarin, ketika hujan turun saya langsung mendengarkan radio, apakah air laut pasang dan hujan juga di Bogor serta apakah pintu air sudah penuh? Meskipun terdengar melo dan dramatis, tapi itulah kenyataan yang harus dihadapi.

_____________________


Polisi Bikin Kacau Lalin?
Debby - Jakarta

Halo Zev dan KoKiers,

Yup, betul judul diatas. Biasanya kan polisi membuat lancar lalu lintas tapi kali ini ceritanya beda. Berikut ceritanya.

Waktu itu saya kan masih naik motor untuk pergi ke kantor untuk menghemat waktu. Jalanan waktu itu biasalah jam masuk kerja ramai padat, dan kalau ada jalan lowong dikit aja ya langsung tancap gas. Nah saat di perempatan jalan, saat itu saya lihat sudah lampu kuning tapi pak polisi kasih aba-aba untuk jalan terus. Dikasih angin begitu ya langsung tancap gas dong. Tapi pas sedang laju-lajunya, pak polisi langsung cuek melengos dan tentu saja posisi samping jalan langsung tancap gas karena memang lampunya sudah hijau dari tadi. Sedangkan posisi saya sudah tanggung ditengah jalan dan dikerumuni sama motor-motor lain yang udah ngak sabaran. Jadilah setelah saya selesai melewati perempatan itu, pak polisi yang lain langsung menyetop saya. Untungnya pak polisi hanya menepuk bahu saya sambil bilang : Kalo lampu merah berhenti ya. Sana jalan lagi. Mungkin karena saya perempuan dan penampilan kaya anak kuliah dipikir kasihan juga kalau ditilang sama pak polisi. Cuma dalam hati sebel aja karena ulah pak polisi yang kasih aba-aba jalan padahal lampu sudah merah.

Ada lagi kejadian seperti diatas, dan akhirnya posisi saya ada dijalur busway yang dua jalur. Maju kena mundur kena jadinya. Terpaksa saya nengok kanan kiri takut ada busway lewat bisa nyenggol motor sambil nunggu lampu hijau.

Setelah belajar dari kejadian menyebalkan itu, ada suatu kejadian lagi saat yang sama hari yang sama terjadi 2 kecelakaan di perempatan lampu merah. Ceritanya sama pak polisi kasih aba-aba jalan terus padahal lampu sudah merah. Saya langsung pelan-pelan saja dan berhenti pas lampu merah sementara kendaraan lain ada yang pelan dan ada yang langsung tancap gas. Benar saja setelah kasih aba-aba, pak polisi langsung melengos, dan terjadilah tabrakan motor dan motor karena rem mendadak. Saya lihat mereka tidak saling menyalahkan dan saling maklum karena bukan salah mereka berdua. Pak polisi pun sudah ngacir entah kemana.

Tak lama kemudian dilampu merah berikutnya, kejadian serupa terjadi lagi dan terjadilah tabrakan motor dan mobil. Mobil yang mengerem mendadak diseruduk motor yang tidak siap rem. Merasa keduanya tidak bersalah, mereka pun bersitegang. Si pengendara motor menegor pengendara mobil yang mengerem mendadak dan pengendara mobil saya lihat menunjuk-nunjuk kearah pak polisi yang memberi aba-aba. Saya lihat pak polisi hanya cengengesan. Entah apa yang terjadi berikutnya, karena saya langsung cabut pas lampu hijau.

Ya tidak semua pak polisi punya citra jelek seperti itu. Namanya juga manusia dan mungkin pak polisi juga bingung ngatur kendaraan yang buanyak banget di Jakarta. Apalagi pas arus pergi dan pulang kantor. Tapiii menurut saya tak perlu mereka kasih aba-aba lagi kan sudah ada lampu lalu lintas jadi tidak buat bingung pengendara.

Bagi pengendara pasti banyak cerita suka duka selama di perjalanan. Kadang sesama pengendara akur banget jalannya kaya bebek yang sedang digiring ke kali tapi kadang juga sikut-sikuttan karena jalanan macet dan enggak sabaran. Sekerang sih pere ( istirahat ) dulu naik motornya, lagi beradaptasi desak-desakkan naik busway sambil nonton pengendara motor yang berseliweran kaya laron.

Sekian saja ceritanya mudah-mudahan bermanfaat ( emangnya obat ) dan hati-hati kalo polisi kasih aba-aba dijalan karna bisa saja mereka ngak jelas aba-abanya dan tidak bertanggung jawab setelah itu karena setelah itu terserah anda...

Terima kasih kalo artikelnya dimuat, kalo tidak pun ya wasalam.

Salam ah

___________________

Angkot Setan
Imran Rusli- Pekanbaru

Was wis wus, angkot Pekanbaru kalah jauh sama angkot Padang, mungkin karena supir angkot di Pekanbaru keturunan supir-supir angkot Padang, buktinya supir angkot Pekanbaru anak-anak Padang semua, yang tak punya kepedulian terhadap orang lain, maunya mereka aja yang diperhatikan. Kalau ditegur marah-marah, kalau dibiarkan ngelunjak.

Lihat lah gayanya kalau lagi bawa angkot, musik disetel kenceng, ruang penumpang habis disita sound system, yang bunyinya persis kaleng rombeng, mana bass, mana gitar, mana keyboard sama saja, mungkin pake irama piring pecah, saking tak jelas

Udah gitu ngetem di mana tempat, di mana sudut, tak peduli lampu merah, tak peduli bikin macet, pokoknya udah bayar polisi, udah bayar preman, suka-suka gua dong!

Warnanya juga monoton, nggak kayak angkot Padang yang rame, persis kuah gulai, segala merek yang ada di most wanted dipindahin ke angkotnya, segala merek ban, segala merek vleg diukir ke angkotnya, trus ditambah klakson setan, yang bunyinya pernah bikin pingsan ibu-ibu, karena persis lenguhan lembu...yang lagi ngeden.

Hijau, itu pasti angkot rute Panam - loket. Loket itu sebutan untuk terminal lama Mayang Terurai, letaknya di Jalan Tuanku Tambusai. Panam nggak ada hubungannya sama Amerika, sama amak (ibunya) rika mungkin ya? Tapi tak semua hijau tu royo royo eh angkot Panam - Loket, ada juga yang curang, cukup melayani Pasar Pagi Arengka - Arhanud saja, meski rute itu sebetulnya nggak ada, tapi karena jaraknya dekat (sekitar 3 kilometer) banyak supir yang suka, karena tarifnya sama aja, Rp2.500 sekali turun (naik gratis turun bayar).

Yang kuning itu angkot rute Pasar Kodim - Perumnas Rumbai, jalur ini melewati Jembatan Leightoon yang dipaksa mengubah nama jadi Jembatan Siak 1, bantaran Sungai Siak yang selalu menjadi langganan banjir tiap tahu, sehingga laris dijadikan komoditi Pilkada, misalnya sekarang untuk Pilkada Gubernur. Semua kandidat berlomba-lomba membantu korban banjir Meranti Pandak, sambil mendoakan agar mereka terus saja kebanjiran agar bisa dibantu lagi dan memberikan suaranya pada kandidat yang memberi.

Tapi angkot kuning juga melayani rute Perumnas Rumai - Perumnas Rumbai, nah lho? Ya cuma mutar aja sekeliling Rumbai, ke komplek Caltex atau Chevron, Politeknik Caltex, tarifnya Rp2.500 juga sekali turun.

Paling banyak biru muda, benar-benar nggak kreatif orang Pekanbaru ni, angkot biru muda rute Ramayana - Tanjung Rhu (Pelabuhan Sungai Duku), Gobah - Pasar Pusat (Ramayana) juga biru muda. Ramayana - Pasar Dupa biru muda, Pasar Dupa - Kubang biru muda, kayak ngak ada warna lain aja. Lihat angkot Padang ada merah, putih, biru tua, biru muda, hijau, orange, pokoknya nano-nanolah. Udah gitu divariasikan lagi, sampai norak saking terllampau aksinya, belum lagi ucapan-ucapan aneh yang dipasang di body angkot misal: suka-suka gua, dealopa (maksudnya kali dealova), huriken (hurrricane), eporia (euforia), mas jambang, anak lintau, tukang pakang dstnya, pokoknya rame.

Bis kotanya juga lebih ganas Padang. Supir dan keneknya sok preman banget. Pakai kaca mata hitam, ikat kepala, kalung besi dan ikat pinggang benggol besar. Musik disetel keras-keras, sampai penumpang yang mau turun harus teriak-teriak atau bertepuk tangan. Udah gitu ngebut terus, tak peduli ada bendi atau sepeda motor di depan, tancaaaaaaap mang. Tak terhitung sudah berapa warga Kota Padang yang mati di roda bis kota, entah berapa pula mahasiswa yang kehilangan nyawa, karena nekad menumpang bis Kota Padang. Belum copetnya, guanas-guanas Mas, tak peduli remaja tak peduli orang tua, kalau ngelawan dirogoh kantongnya ya diobeng matanya, iya ditancap pakai obeng tu mata!

Kalau di Pekanbaru bis kota paling ngebut di Sudirman yang lebar dan mulus, di Padang di Jalan sempit kaya' depan Minang Plaza diembat juga, padahal padat sekali di situ. Yang lebih buruk kalau udah masuk kawasan Pasar Baru dan Permindo, macetnya melebihi Kuningan pada jam pulang kantor, tak bergerak sama sekali, tapi bis kota Padang tetap melompat-lompat, melonjak-lonjak kayak kuda diikat.

Mungkin supir angkot di Padang keturunan setan semua, buktinya kalau bawa angkot tu kayak orang kesetanan terus. Di Jalan Sandang Pangan yang amat ramai, mereka ngebut juga, tak peduli orang kesenggol atau jualan orang tumpah, apalagi dilampu merah, tak pernah mau ngalah, jalur belok kiri diisinya juga, padahal dia mau belok kanan, sehingga orang yang mau lurus terkaget-kaget dibuatnya.

Kadang-kadang terpikir juga, kok ada ya orangkaya gitu, yang begitu tak pedulinya sama orang lain, mungkin di mata mereka semua orang itu sama saja harganya: Rp2.500!

Innalilahiwainnailaihi rojiun, panjang jugalah umur supir-supir angkot itu.

---------

Sorry lagi Zev.


9:40 AM | 0 komentar

Naik Kereta Api Ah Ih Uhk

CITIZEN JOURNALISM: SIAPA SAJA, MENULIS APA SAJA

*) Baru-baru ini Sumbar kebagian lima gerbong kereta api baru buatan PT INKA seharga Rp14 milyar, katanya sih buat menghidupkan lagi dunia perkeretapian Sumbar yang nyaris jadi zombie, peristiwa ini membawa saya ke masa lalu

Bicara kereta api, saya ingat betul, tahun 1967 – 1970 adalah tahun-tahun yang sangat indah. Saya dan nenek sering bolak-balik Padang – Sungai Limau dengan kereta api. *Nggak deng*! Dari Lohong, Sungai Limau, kami jalan kaki ke Nareh, karena waktu itu bus dan bendi sangat jarang dan jalan belum diaspal mulus seperti sekarang.

Buset nyerocos aja, tu Lohong, Sungai Limau en Nareh tu di mana Cing?

Semuanya di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, kira-kira 70 kilometer di barat laut Kota Padang, puas?! Nah, dari Nareh baru tuh naik kereta api.

Saya masih ingat *mak itam* itu. Lokomotifnya sungguh angker dan berwibawa. Selalu ada orang dengan sekop di tangan dalam ruang lok. Tugasnya, kata Uci La, nenek saya, adalah menyekop batu bara dan menuangkannya ke dalam tungku pembakaran yang garang menyala. Saya ingat orang itu hanya pakai singlet saja, saking panasnya tungku yang harus dilayaninya tiap hari. Setelah dewasa saya melihat lagi sosok lelaki itu dalam film-film cowboy yang ada kereta apinya. Perjalanan dengan kereta api dari Nareh ke Stasiun Padang pelan banget, tapi pemandangan yang tersaji lewat jendela gerbong kayu bukan main indahnya, apalagi bagi orang yang gila jalan-jalan kaya' saya. Jadilah, mata saya melotot terus ke luar jendela mengikuti pepohonan, sawah-sawah, rumah-rumah penduduk, pantai, sungai, perbukitan, hutan dan seterusnya yang seperti berlari di samping kereta.

Hasilnya, wajah dan mata kadang-kadang harus diseka cepat-cepat karena asap hitam dari lokomotif yang terbawa angin ke belakang menerpa, tapi toh tak urung wajah saya hitam juga dibuatnya. Di stasiun-stasiun seperti Pariaman dan Lubuak Aluang, kereta api berhenti agak lama. Memberi kesempatan pada penumpang dan pedagang asongan turun naik. Tapi pedagangnya sopan-sopan, tak seperti pedagang di kereta api kelas ekonomi lintas Jawa yang kasar dan cenderung memaksa, apalagi pengamennya yang tak jelas maunya itu, pengen nodong apa ngamen...hi hi siapa suruh naik kereta ekonomi, naik yang kelas eksekutif laa, nyaman tenan, pasti! Yang dijajakan biasanya telur asin dan pisang rebus, ada juga ‘rakik maco’ (peyek ikan), sala (tepung beras campur ikan busuk lalu digoreng) atau kerupuk pisang serta onde-onde (walah jadi ngiler nih). Harganya waktu itu, kalau nggak salah, seringgit bisa dapat sepangkuan!

Ya saya masih mengalami jajan dengan uang seringgit atau serupiah. Warnanya biru dan merah. Birunya kaya' uang Rp50 ribu sekarang dan merahnya kaya' uang Rp100 ribu sekarang, bukan yang palsu tapi. Tak perlu saya ceritakan bagaimana nenek sibuk membelikan saya jajanan tersebut, yang pasti saya tak ingat kami butuh berapa lama dari Nareh sampai Stasiun Pulau Aie (stasiun terakhir di Kota Padang) yang saya ingat, saya sudah mahir melompat dari kereta api yang sedang berjalan ketika berumur 7-9 tahunan itu dan rel ke Pulau Aie belum ditumbuhi rumah-rumah penduduk seperti sekarang. Tahun 1973, ketika duduk di kelas V SD Pertiwi II, saya dan kawan-kawan di Subarang Padang (di mana sih), antara lain Des dan Epa (siapa sih), suka bolos sekolah hanya untuk ‘raun-raun’ dengan kereta api ‘baro’ (kereta pengangkut batu bara) ke Kayu Tanam.

Kami naik beramai-ramai dari Stasiun Padang saat semua gerbong kosong karena muatannya sudah dibongkar di Taluak Bayua (Teluk Bayur, Taluak Bayua itu nama aslinya, tapi diindonesiakan oleh orang-orang sinting, padahal bayur itu takada artinya dalam bahasa Padang/Minang) dan berdiri di bagian belakang gerbong. Tapi jangan kira itu mudah. Masinis dan teman-temannya di loko takkan membiarkan anak-anak naik gerbong-gerbong tanpa tempat duduk itu, mereka akan mengejar kami dan menyuruh kami turun. Tentu saja kami turun, wong mereka besar-besar dan galak. Namun setelah kereta jalan kami selalu bisa melompat naik dan para petugas yang sebenarnya takut kami celaka itu, terpaksa membiarkan sambil mengomel panjang pendek. Di Kayu Tanam kami biasa turun dan mandi-mandi di sungainya yang super jernih. Whuii enak *tenan*!

Saking asyiknya mandi, kami sering ditinggal kereta yang datang dari Sawahlunto, kereta dengan gerbong yang sarat batu bara, karena memang muatannya. Akibatnya, saling menyalahkan dan biasanya Epa harus membayar minuman karena dia yang selalu punya duit, sebelum kami memutuskan mau pulang pakai apa. Biasanya pula kami tak menumpang bus-bus penumpang, karena bayar, tapi mencoba menyetop mobil-mobil pribadi yang datang dari arah Padangpanjang dan Bukittinggi. Istilahnya kerennya liften. Tapi dasar Padang pelit, tak ada yang mau menumpangkan gerombolan anak-anak seperti kami, semua lewat saja, menoleh pun tidak. Akhirnya, kami bisa pulang dengan truk pengangkut semen. Itupun dikerjai dulu oleh supirnya, dia bilang menumpang di bak belakang sebenarnya tidak diperbolehkan, kalau dilihat polisi dia bisa ditilang dan harus keluar uang banyak (terbukti polisi pungli sudah sejak dulu yeee). Jadi kami disuruh tiarap di lantai truk yang penuh debu semen, lalu ditutup dengan terpal tebal. Huh panasnya tak tertahankan. Karena bego kami patuh saja.

Hasilnya, ketika turun di Simpang Haru (ini udah dalam Kota Padang, dekat stasiun utama), kami sudah mirip pemain tonil kesiram debu. Putih semua. Eh supir dan temannya serta orang-orang di pasar Simpang Haru yang menyaksikan kami turun, malah tertawa terpingkal-pingkal. Kami juga, akhirnya tertawa. Abis mau apa lagi? Marah? Mau marah ama siapa Nyong? Kucing?

Tahun 1975-an, saya juga sempat menikmati asyiknya naik kereta api dari Sawahlunto ke Padang. Lewat lubang kalam Muaro Kalaban dan Lembah Anai, serta jalur rel bergigi dar Padangpanjang ke Kayu Tanam (yang dari Sumbar pasti kenal tempat-tempat ini, yang dari luar Sumbar melongo aja deh atau sok tau aja, siapa yang larang?). Satu-satunya yang saya ingat adalah pemandangan yang sangat indah ketika melewati Lembah Anai. Kenangan itu muncul lagi, ketika saya bolak balik Jakarta Bandung dengan kereta api, saat bekerja di majalah Voice of Nature, Jakarta.

Jadi ketika lima gerbong baru itu datang, saya jadi semangat, karena

1. Tak harus mengulang sejarah, ngejar-ngejar kereta api pengangkut batubara lagi karena kereta penumpang udah ada.

2. Bisa naik kereta tanpa harus menutup wajah, kan lokonya diesel, tak pakai batubara lagi.

3. Meski tanpa nenek, saya udah bisa naik kereta api sendiri.

4. Udah bisa bayar tiket kereta, jadi tak perlu nyolong-nyolong lagi dan numpang truk semen bak terbuka yang mesti ditutup terpal dan harus turun bak pemain tonil di pasar yang ramai warga.

5. Bisa napak tilas ke Nareh dengan kereta api, mengulang kisah lama.

6. Apalah, ntar dicari.

----

Kisah ini udah dimuat di Koki (Citizen Journalism Kompas.com) dan dilengkapi foto-foto bagus oleh Asmod (waktu itu Zev, boss Koki lagi off). Tq Zev.

9:31 AM | 0 komentar

Illegal logging blamed for deadly Pasaman landslide

National News - April 26, 2004 Imran Rusli and Apriadi Gunawan, The Jakarta Post, Padang/Medan

Local residents blamed on Sunday illegal logging as the main cause of Friday's landslide in Pasaman regency, West Sumatra, that buried a bus and killed at least 39 of its passengers. Meanwhile, search and rescue teams continued an intensive search for five more passengers declared missing after the PO ALS bus they were riding was buried under tons of mud. As of Sunday, the teams had found no other survivors or bodies. The bodies of 39 other passengers have been recovered, while 13 survivors are still receiving treatment at a local hospital. Ardiyan, a local resident, said the landslide on Friday night was caused by torrential rains that washed away earth and debris from deforested areas in Rimbo Panti Forest, located in Sumatra's mountainous area of Bukit Barisan. The landslide washed down the slopes and over the ill-fated bus that was traveling along a mountain pass. He added that only a few large trees were left in the stripped area of the forest. "If government officials had prevented illegal logging in the area, the deadly accident would not have happened," Ardiyan, a resident of Panti subdistrict, was quoted as saying on Sunday by Antara. Hasan Basri, another resident, confirmed that illegal logging had continued unchecked in Rimbo Panti Forest, which is located some 200 kilometers north of Padang, the capital of West Sumatra. "Trucks carrying illegal logs often go back and forth from the forest. It is common knowledge," said Hasan, the owner of a restaurant located some six kilometers from the site of the incident. He said not only timber companies, but also local residents had taken part in the illegal logging, and that another landslide had happened last year in Talu Forest, 45 kilometers from Rimbo Panti, but luckily, no fatalities were reported in the incident. As of Sunday, several fallen trees, covered by mud, could be seen laying in the street near the site of the landslide. Government employees used a chain saw to cut the trees and excavators to haul away the mud to allow traffic to resume. Members of search and rescue teams were still working non-stop to remove the mud from the body of the bus in their search for the five missing passengers. Separately, West Sumatra Forestry Office head Jhonny Azwar denied allegations that illegal logging was the main cause of the fatal landslide. "A few parts might be deforested, but in general, Rimbo Panti Forest remains intact," he said, adding that his office was looking into the cause of the incident. The landslide in Pasaman regency occurred only two days after a similar landslide swept through Cililin subdistrict in Bandung, the capital of West Java. Illegal logging has also been blamed as the cause of the Cililin landslide.

Saya menulis di The Jakarta Post 1990 - 2006 dan 2004, bagi pembaca yang kebetulan mengoleksi The Jakarta Post pada kurun waktu itu, mohon informasikan ke saya, saya mau copy lagi semua, untuk kenang-kenangan. Tq.
9:23 AM | 0 komentar

Mudik Eng Ing Eng

Mudik bersepeda motor sudah jadi masalah besar di Indonesia, terutama di Pulau Jawa dan Sumatera yang kualitas jalannya rata-rata bagus, alias nggak compang camping kayak di Kalimantan atau Sulawesi atau Papua.

Kompas memberitakan banyak pengendara sepeda motor yang mati di jalan karena ditabrak, menabrak atau jatuh sendiri ke aspal. Menhub kita yang botak (kenapa harus dijelaskan gini sih!) juga bilang begitu. Seolah-olah ada konspirasi untuk membatasi jumlah sepeda motor di Indonesia, karena banyak yang terganggu karenanya.

Maklum pengendara sepeda motor itu rata-rata cuek beibeh. Jalan di trotoar kayak punya bapaknya saja. Menyalib pengendara lain dengan suara keras juga biasa-biasa saja, tak peduli yang disalib kaget dan hampir jatuh. Goncengan sampai lima orang dianggap hebat, apalagi kalau bisa membawa kulkas sekalian. Dipuji-puji banget. Berleha-leha di depan mobil apalagi, kayak disengaja. Kalau loe kaya mang napa? Gua juga naik motor, nggak jalan kaki, emang gua kredit, tapi kan bukan duit nenek loe yang gua pake.. kira-kira gitu deh.

Nah kembali ke trend mudik pakai sepeda motor, saya mencoba ikutan. Tapi dapatnya arus balik dari Sumatera Barat ke Riau. Jadi pagi-pagi, sekitar pukul lima, habis shalat subuh, saya berangkat dari rumah di kawasan Kubang, Pekanbaru (emang Anda tau Kubang di mana? Saya juga pusing jelasinnya, jadi anggap nggak ada ajalah). Itu Hari Minggu tanggal 5 Oktober kemarin. Hari terakhir liburan.

Dret dret dret, motornya berjalan seret karena kecepatan saya tak lebih dari 40 km per jam, saya sampai di Simapng Panam pukul 05.30. Eh ternyata masih ada rombongan yang akan mudik ke Sumbar. Kok telat amat ya? Setelah tanya-tanya ternyata mereka para pedagang sate dari Pariaman. Katanya sengaja baru mudik sekarang karena sayang dagangan sangat laris di hari raya idul fitri tanggal 1 dan 2 Oktober itu. Jadi bawa banyak uang nih? Ya lah di kampung kalau tak kaya pulang ntar dicemooh, ngapaian merantau jauh-jauh kalau kere juga! Emang Padang tu sadis, kalau nggak kaya nggak dipandang, malah ditendang. Kalau kaya semua mau dianggap saudara, kentutpun dipuja-puja. He he. Nggak percaya? Tanya aja BCL atau Icha mantannya Irwansyah atau Nola AB three.

Di Bangkinang--jaraknya 60 kilometer dari Pekanbaru--mulai banyak arus balik dari Sumbar. Jam berapa berangkat dari kampung? Ada yang jam 4 ada pula yang jam 3. Kok pagi amat? Biar bisa siangan sampai di Pekanbaru--lama perjalanan kalau dari Padang 8 jam, dari Bukittinggi 6 jam, dari Payokumbuah 4 jam--jadi masih ada waktu istirahatdan dolanan ke tetangga di komplek sebelum masuk kerja hari Senin tanggal 6 Oktober.

Konvoi sepeda motor makin banyak ketika sampai di perbatasan Sumbar - Riau, atau di KM 110--Padang Pekanbaru itu 300 kilometer, Pekanbaru Payokumbuah 200 kilometer, pekanbaru Bukittinggi 230 kilometer. Ada yang sampai 50-an sepeda motor. Beriringan seperti ulat beroda. Dua dua. Katanya mereka bagian dari rombongan pulang basamo yang waktu mudik hari Minggu tanggal 28 September (H-3) dikawal polisi sampai ke perbatasan. Ada sekitar 780 sepeda motor sekali jalan. Hui enaknya, kayak pejabat, dikawal segala. Karena dikawal banyak cewek-cewek yang ikut bersepeda motor. Keluarga yang ingin membawa satu atau dua anaknya terpaksa dilarang polisi, karena berbahaya. Tapi mereka nekad juga pulang bersepeda motor karena irit dan motornya diperlukan di kampung. Biasa, buat mengunjungi sanak saudara yang jumlahnya bejibun.

Di Kelok 9--sudah masuk kawasan Sumbar, sekitar 20 kilometer dari Payokumbuah--banyak sekali orang. Padahal kawasan ini sedang dalam pengerjaan pembuatan jembatan layang. Debu dan longsoran tanah berserakan di mana-mana. Eh orang-orang itu santai saja memarkir kendaran--mobil dan sepeda motor di bawah tebing yang sangat rawan longsor karena bekas dikikir buldozer dan memiliki kemiringan hampir 90 derajat. Tapi, para pemudik itu santai saja. Istirahat sebentar menikmati keindahan kelok 9, katanya. Mereka berbaur dengan wisatawan lokal, yang datang ke Kelok 9 untuk menghabiskan sisa libur lebaran.

Ternyata ini satu lagi alasan mereka mudik naik sepeda motor, bisa berhenti kapan saja dan di mana saja. Tapi naik mobil pribadi kan juga bisa berhenti di mana saja dan kapan saja. Masalahnya gua nggak punya mobil monyong! Kalau punya ngapain gua naik motor, gila apa!?

Tapi apa nggak cape duduk sekitar 8 jaman gitu? Capek sih capek, pantat rasanya meleleh dan punggung jadi sulit ditegakkan, pegal banget, tapi kan bisa berhenti dan gantian urut sama ride mate, whui istilahnya! Maksudnya teman seperjalanan, sok Inggris loe! Benar juga kagak.

Trus bagaimana kalau hujan atau ban bocor? Kalau hujan ya neduh, tapi kalau pas di hutan atau perbukitan, karena jalur Riau- Sumbar ini melintasi punggung Bukit Barisan yang hutannya terkenal lebat, rain forrest gitu, ya neduh di bawah pohon atau bebatuan. Lha kalau batunya runtuh? Ya udah, mati, ngapaian dipikirin sih?! Ck Ck Ck! Gila!

Kalau bocor cukup banyak tukang tambal ban di sepanjang jalan. Umumnya keluarga horas. Mereka tak boleh melihat tanah kosong dan semak belukar yang nganggur, pasti deh tuh langsung dibersihkan dan dibangun pondok-pondok, trus pasang plang tambal ban, rus buka kios krating daeng, atau lapo tuak. Tapi yang di sepanjang jalur lintas Sumbar - Riau, tak ada tuh lapo tuak. Heran, mereka horas yang mana ya?

Mau masuk Bukittinggi, celaka, macet deh tuh sampai 10 kilometer dan 10 jam. Terlalu banyak sepeda motor dan mobil pribadi, juga bus penumpang dan truk bak terbuka yang mengangkut orang. Semua ingin ke Bukttinggi, melihat pesta kembang api di jam gadang dan para saudara tua di kebun binatang. Siapa tahu ada yang sakit atau mungkin dapat lotere, kan bisa kebagian.

Nah tuh, lagi-lagi sepeda motor enak betul. Tak terpengaruh macet sedikitpun. Salib sana salib sini bisa langsung ke depan. Ada celah sedikit masuk, terperangkap di antara truk bisa dimiringkan, ke luar lewat kolong. anak istri tak bisa lewat ya diturunkan dulu, jalan kaki sedikit, nanti bisa naik lagi. Bahkan polisi pun geleng-geleng kepala melihat pengendara motor yang 'hilang' di balik bawaannya. "Hei ini mengemudinya pakai apa?" "Ya pakai tangan, mata dan kaki lah pak, masa pakai perasaan!"

Saya sampai dengan selamat di Padang, setelah 10 jam di sepeda motor. Ampyuuuuun capeknya. Terutama karena menemukan macet panjang lagi di Padangpanjang dan Lembah Anai--kurang lebih 70 dan 60 kilometer dari Kota Padang. Tapi senang, sekarang saya tahu mengapa mereka pada suka naik sepeda motor untuk pulang.

Pertama, motor murah meriah, Pekanbaru - Sumbar hanya perlu beli bensin Rp35 ribu.

Kedua, tak perlu makan minum di restoran. Nsi bugkus, nasi rantangan, lauk pauk, aqua, teh manis, kopi, teh susu, susu bayi bisa dibawa sendiri dan makannya bisa di pinggir jalan, viewnya indah-indah lagi. Alam Sumatra Barat, indah nian bung!

Ketiga, kencing dan pub tak perlu bayar, banyak tempat disediakan di tepi jalan, biasanya di mesjid dan mushala. Tak perlu bayar, kaya di Jawa atau Sumsel dan Lampung sana, yang sedikit-sedikit bayar.

Keempat, tak perlu pontang panting antri beli tiket dan rebutan tempat duduk, karena tiket dan tempat duduk sudah tersedia di rumah sendiri.

Kelima, irit lagi. Satu motor bisa menghemat ongkos 4 orang. Kalau dengan bus harga termurah Rp75 ribu per orang, dengan travel Rp150 ribu per orang, dengan taksi Rp800 ribu per taksi, ngerental mobil; Rp500 ribu per mobil.

Keenam, bisa gantian mijit. pijit-pijitan di pinggir jalan tak masalah, banyak pondok-pondok bekas orang jualan durian, kuini, duku, rambutan atau manggis yang kosong bila buah-buahan itu sedang tak musim.

Ketujuh, lebih selamat, Kalau naik bus atau travel keselamatan tergantung supir, Supirnya fit kita selamat, supirnya ngantuk kita semua tamat. Apalagi kebanyakan supir dipaksa terus bolak balik bawa bus atau travel oleh majikannya,bisa dibayangkan bahayanya ikut mereka.

Kedelapan, di kampung bebas problem transportasi. Motor bisa membawa kita ke rumah saudara yang tinggal di tengah sawah sekalipun.

Kesembilan, udah ah.

Cat. Diambil lagi dari Koki, Tq Zev

9:14 AM | 0 komentar

Senyum Bahagia Kerei Senior

Jacobus Salaisak, Valentinus Salimu dan Sukemi Sapainong tak bisa menyembunyikan rasa haru dan bangganya ketika menyaksikan anak-anak berlomba turuk laggai (tarian) di ajang Pagelaran Budaya Mentawai 2008 Sabtu (15/11) yang digelar YCM di uma yang mereka bangun di puncak Bukit Mapaddegat, Tuapeijat, Sipora.

Ada 8 kelompok yang bertarung memperagakan ketrampilannya memainkan turuk laggai. Mereka rata-rata masih duduk di sekolah dasar dan kebetulan berasal dari sekolah-sekolah yang mendapatkan pelajaran Budaya Mentawai atau Bumen sebagai materi ajar muatan lokal. Mayoritas sekolah-sekolah itu adalah milik Yayasan Prayoga Padang yang berlokasi di Kecamatan Siberut Utara, Siberut Selatan, Siberut Barat, Sikakap dan Sipora sendiri.

“Saya terharu dan bahagia ada anak-anak yang masih tertarik pada turuk, meski masih sebatas hiburan,” kata Jacobus Salaisak. Menurut kerei (dukun) senior ini, minat terhadap turuk laggai bisa menular ke bentuk-bentuk kebudayaan Mentawai lainnya. “Siapa tahu kelak akan ada pula yang tertarik jadi kerei,” kata Jacobus.

Menurut ketiga kerei senior asal Dusun Salappa, Kecamatan Siberut Selatan ini, jumlah kerei di Mentawai makin berkurang. “Anak-anak muda sekarang tak banyak lagi yang tertarik jadi kerei, merela lebih suka sekolah ke Padang lalu pulang jadi pejabat, bisa kaya dan disegani masyarakat,” ujar Valentinus.

Tak cukup mengutarakan kebanggaan dan keharuannya, ketiga kerei itu secara bersama-sama ikut membenahi busana dan aksesoris anak-anak yang akan tampil di pentas lomba turuk laggai tersebut.
1:40 AM | 0 komentar

Mulok Bumen Wajib Diterapkan

Syaiful Jannah, Kepala Seksi Pendidikan Dasar dan Menengah Dinas Pendidikan Kabupaten Kepulauan Mentawai mengakui Disdik wajib mendukung Bumen (Budaya Mentawai) sebagai mata ajar mulok (muatan lokal) di sekolah-sekolah sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang disusun sekolah-sekolah di Mentawai, karena itu Disdik tak bisa main-main, karena seperti kata Kortanius Sabelekake’, kalau kewajiban itu tak dilaksanakan Disdik berdosa pada masyarakat Mentawai.

Hal itu dikatakan Kortanius, Ketua DPRD Mentawai, dalam ‘Seminar Muatan Lokal Budaya Mentawai, Peluang danTantangan Penerapan Muatan Lokal Budaya Mentawai’ yang digelar Panitia Pagelaran Budaya Mentawai 2008 dari YCM, di Dusun Mapaddegat, Jumat (14/11).

“Kalau hukumnya wajib, dosa dong kalau Disdik tidak merealisasikannya?” gugatnya santai.

Rivai Lubis, Kepala Divisi Hukum dan Kebijakan YCM yang didaulat menjadi moderator seminar ikut ‘mengompori’. “Semua pihak harus mendukung Disdik mewujudkan penerapan Bumen sebagai mulok di sekolah-sekolah Mentawai, agar dosa Disdik bisa dikurangi,” katanya.

Dikatakan Syaiful, sebenarnya Disdik Mentawai sudah merencanakan beberapa bahan mulok yang menurut dia bukan hanya Bumen.

“Mulok itu bukan hanya budaya, tetapi juga kesehatan, kelautan, lingkungan dan sebagainya yang potensial di daerah itu,” katanya. “Jadi kami sudah siapkan beberapa bahan mulok soal lingkungan bersama Coremap, juga beberapa hal lagi untuk mulok lingkungan,” katanya. Masalahnya itu tadi, ada keterbatasan SDM untuk melaksanakan mulok tersebut, katanya. Syaiful menolak menjelaskan lebih rinci kebijakan instansinya. “Itu sudah di luar kapasitas saya, maaf,” katanya.

Menguatnya desakan masyarakat yang mengemuka di arena seminar membuat pihak Disdik gerah juga. Sermon Sakerebau, Kepala Seksi Pendidikan Luar Sekolah Dinas Pendidikan Mentawai, yang sejak semula mendukung penerapan Bumen, mengatakan sebaiknya semua perdebatan dihentikan, karena tak ada gunanya.

Dia lalu memberi gambaran apa yang akan dilakukan Disdik ke depan, yakni membuat tim baru untuk mewujudkan Bumen sebagai mulok yang akan diajarkan di sekolah-sekolah yang ada di Mentawai. “Tim tersebut harus sudah menghasilkan tahun 2009,” katanya.
1:38 AM | 0 komentar

Enam Tahun Jalan Di Tempat

Agar Bumen kembali menjadi bagian yang melekat pada kehidupan keseharian masyarakat Mentawai, perlu dilakukan tindakan intensif, terutama untuk memperkenalkannya kepada generasi muda Mentawai yang kini seperti hidup di habitat orang lain.

Sarana paling efektif, menurut Kortanius Sabelekake’, Ketua DPRD Mentawai, adalah keluarga karena sosialisasi dan enkulturasinya bisa berlangsung secara wajar tanpa dipaksakan, dan terus-menerus. Anak-anak akan menerima proses transformasi nilai-nilai budaya tersebut tanpa terasa.

Setelah itu sekolah, karena sekolah bisa melakukan penetrasi Bumen secara sistematis dan terukur, sehingga anak-anak bisa menerima transfer nilai-nilai budaya tersebut secara sadar dan pemahaman mereka terhadap item budaya yang diajarkan bisa tepat dan terarah, karena sekolah punya metode pengajaran dan pengujian.

“Masalahnya belum ada keseriusan eksekutif sampai sekarang untuk menjadikan Bumen itu sebagai mulok (muatan lokal) yang diajarkan di sekolah-sekolah. Kita belum tahu alasan sebenarnya mengapa rencana ini sampai tersendat-sendat, karena dulu—tahun 2007—sudah pernah dianggarkan dan kita di dewan sudah merekomendasikan,” katanya sat menjadi narasumber dalam ‘Seminar Muatan Lokal Budaya Mentawai, Peluang danTantangan Penerapan Muatan Lokal Budaya Mentawai’ yang digelar Panitia Pagelaran Budaya Mentawai 2008 dari YCM, di Dusun Mapaddegat, Jumat (14/11).

Karena itu Korta (panggilan akrab Kortanius Sabelekake’) melontarkan pertanyaan khusus, terutama untuk semua pihak yang berkepentingan dengan eksistensi kebudayaan Mentawai. “Bijakkah kita kalau mendorong anak-anak mempelajari budaya-budaya lain, sementara budaya Mentawai sendiri dijauhkan dari mereka. Bijakkah kita?” gugat Korta.

Faktanya, sekolah-sekolah di Mentawai, saat ini mayoritas mengajarkan BAM (Budaya Alam Minangkabau) sebagai muatan lokal, padahal kedua budaya ini sangat bertolak belakang dan tak bisa saling memakai.

Menurut Korta, masalah budaya ini sangat penting karena menyangkut identitas etnik, harga diri etnik dan kearifan lokal. “Mau ke mana pun, mau di mana pun, mau kapan pun, orang Mentawai itu akan tetap dikenal sebagai orang Mentawai, kita tidak bisa menjadi orang lain, sekuat apapun kita ingin melupakan jati diri sebagai orang Mentawai,” katanya.

Bahkan Korta menilai agama pun takkan bisa menghapuskan jati diri orang Mentawai, setaat apapun orang itu beribadah, karena budaya sudah mengakar lama sedangkan agama baru saja.

“Adat dan budaya sudah lama menjadi bagian diri kita, sementara agama baru saja, kita bisa saja taat menjalankan ajaran agama, tapi itu takkan menghilangkan kementawaian kita, karena identitas etnik itu telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kita melalui proses pembudayaan (sosialisasi, enkulturasi) yang telah berlangsung turun-temurun sejak lama,” tegasnya.

YCM sendiri, selaku penggagas iven ini, menyadari hal itu sejak semula. Tarida Hernawati, staf YCM dari Divisi Pendidikan mengungkapkan bahwa mereka sudah menggandeng tenaga profesional pendidikan dari UNP (Universitas Negeri Padang), juga Balai Kajian Sejarah dan Nilai-nilai Tradisional serta Pusat Kurikulum Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat agar bisa menyusun sebuah model kurikulum yang akan disumbangkan kepada Dinas Pendidikan Mentawai. Tujuannya membantu agar Bumen sebagai muatan lokal itu segera terwujud, karena bila makin lama dibiarkan maka generasi muda Mentawai akan semakin jauh dari budayanya sendiri.

“Tahun 2005 model kurikulum itu sudah diterima Kepala Dinas Pendidikan Ranting Siberut Utara, waktu itu dijabat Sermon Sakerebau—sekarang Kepala Seksi Pendidikan Luar Sekolah Dinas Pendidikan Mentawai—dan diterapkan di sekolah-sekolah yang ada di Kecamatan Siberut Utara dengan fasilitasi YCM. Tahun 2007 diserahkan lagi ke Dinas Pendidikan di Tuapeijat dan disambut positif di tingkat Kepala Seksi, bahkan mereka berjanji membentuk Tim Rekayasa Kurikulum Muatan Lokal Bumen ini, tapi kemudian tak ada tindak lanjutnya. Baru hari ini ada kesempatan lagi,” ungkap Tarida usai acara penyerahan kurikulum yang disusun YCM pada pihak Disdik Mentawai.

Ditolak
Upaya keras YCM dalam mewujudkan Bumen sebagai mulok ini tergolong penuh liku, karena bukan hanya pihak pemerintah yang terkesan enggan kembali menghidupkan Bumen. Penolakan masyarakat tak kalah kerasnya, terutama yang sudah nyaman dengan ‘budaya dan agama baru’ seperti penganut agama Islam, Kristen Protestan, Katolik dan anggota masyarakat yang merasa sudah modern.

Penolakan itu dialami tim penyusun materi pelajaran Bumen saat sosialisasi awal di beberapa tempat, antara lain Saumanganya’ (Kecamatan Pagai Utara Selatan, kini masuk wilayah administratif Kecamatan Pagai Utara), Saureinu’ (Kecamatan Sipora, kini Kecamatan Sipora Selatan), Salappa’ (Kecamatan Siberut Selatan) dan Monganpoula (Kecamatan Siberut Utara).

“Masyarakat terkesan menghindar. Tak ingin lagi kembali ke kebudayaan lama yang sudah mereka anggap ketinggalan,” kata Aldes Fitriadi, mantan Kepala Divisi Pendidikan YCM.
1:38 AM | 0 komentar

Bukan Mewariskan Tari-Menari

Pengajaran Bumen (Budaya Mentawai) dalam paket ajar mulok (muatan lokal) bukan dimaksudkan untuk sekedar mewariskan tari-menari atau eksotisme budaya Mentawai lainnya, melainkan ada yang lebih penting dan justru itulah kuncinya.

Kalau dipahami bahwa pengajaran Bumen sebagai mulok hanya agar anak-anak Mentawai bisa turuk laggai (menari), menyanyikan urai (lagu-lagu asli Mentawai), menikah dengan tata cara adat Mentawai, atau lain-lain semacam itu, maka dipastikan hal itu salah kaprah.

“Bukan itu yang ingin diwariskan lewat Bumen, tapi substansi dari budaya Mentawai itu sendiri,” kata Aldes Fitriadi, mantan Kepala Divisi Pendidikan YCM dalam ‘Seminar Muatan Lokal Budaya Mentawai, Peluang danTantangan Penerapan Muatan Lokal Budaya Mentawai’ yang digelar Panitia Pagelaran Budaya Mentawai 2008 dari YCM, di Dusun Mapaddegat, Jumat (14/11).

Menurut Aldes yang menjadi salah satu narasumber, ada lima hal substansial yang menjadi inti dari kebudayaan Mentawai yang perlu diwariskan sebagai kekayaan intelektual lokal yakni, pertama nilai dan norma-norma kekerabatan yang sangat kental nuansa kebersamaannya; kedua tata ruang daerah Mentawai yang sangat mempertimbangkan keserasian dengan lingkungan; ketiga sistem perladangan Mentawai yang sangat ramah lingkungan dan sangat bijak mengakomodasi kehendak alam; keempat ragam hayati tanaman obat yang sudah terbukti ampuh dan beberapa di antaranya endemik; dan kelima teknik pertukangan yang tergolong modern dan selaras dengan alam. Budaya Mentawai memang sarat nuansa kearifan lokal, sama saja dengan kebudayaan Nusantara lainnya, karena sama-sama menjadi alam sebagai guru.

“Ragam hayati tumbuhan obat-obatan saja di Mentawai, menurut Dayar Arbain, ahli farmasi dari FMIPA Unand (Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas), lebih dari 320 jenis, semuanya sudah terbukti berkhasiat,” kata Aldes.

“Kalau tidak diwariskan dengan baik dari sekarang kepada generasi muda Mentawai ke siapa lagi sumber daya yang sangat kaya ini akan diwariskan? Haruskah peneliti-peneliti dari luar negeri lagi yang akan mengambil keuntungan?” gugatnya.

Melalui Bumen generasi muda akan tahu lebih banyak potensi sumber daya alam mereka sendiri, terutama yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan dibutuhkan banyak kalangan di dalam negeri dan mancanegara. “Pemda bisa menyiapkan ahli-ahli farmasi Mentawai itu sejak dini, sehingga tingkat kesejahteraan masyarakat dan daerah terus membaik di masa depan,” tambah Aldes.

Begitu pula arsitektur tradisional Mentawai yang hanya mengandalkan teknik ikat dan pahat. “Sangat cocok untuk daerah yang rawan bencana, misalnya gempa, dan berada di tengah samudera seperti Mentawai,” katanya lagi.

Jadi yang akan diwariskan melalui mulok Bumen itu bukanlah sekedar pengetahuan dan ketrampilan tentang tari-menari atau nyanyi-menyanyi yang sebetulnya juga penting, karena kesenian merupakan sarana pengajaran dan hiburan yang dibutuhkan masyarakat untuk memperkuat identitas etnisnya.

Hal ini terkait pernyataan Kortanius Sabelekake’ pada seminar yang sama bahwa tanpa identitas etnis seseorang itu bukanlah apa-apa. “Kita bisa belajar budaya mana saja, tapi kita takkan pernah dikenal sebagai orang lain, selamanya kita akan dikenal sebagai orang Mentawai dan karena itu sangatlah penting mengenal dan mempelajari kebudayaan sendiri,” tegasnya.
1:32 AM | 0 komentar

Disdik Berkilah Tak Punya SDM

Dinas Pendidikan Mentawai terkesan enggan menerapkan Budaya Mentawai, konon karena merasa dilancangi YCM. Benarkah?

Apa yang membuat Dinas Pendidikan Mentawai seperti enggan menerapkan Bumen sebagai mulok? Sempat tersiar rumor bahwa Disdik merasa dilancangi YCM, sehingga Kepala Dinasnya Laurensius Polin Saleleubaja tak pernah mau merespon rencana ini.

Ada pula yang mengatakan bahwa Disdik lebih suka anak-anak Mentawai tetap belajar BAM (Budaya Alam Minangkabau) sebagai mulok, karena Bumen dianggap tertinggal dan tidak signifikan untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat Mentawai, buktinya sejak awal kemerdekaan pihak pemerintah bersama kalangan agama-agama samawi dan budaya-budaya mayoritas terlibat aktif dalam upaya penghapusan Bumen dari bumi Mentawai. Jadi kenapa sekarang harus beda?

Namun, ketika ditagih forum di ‘Seminar Muatan Lokal Budaya Mentawai, Peluang danTantangan Penerapan Muatan Lokal Budaya Mentawai’ yang digelar Panitia Pagelaran Budaya Mentawai 2008 dari YCM, di Dusun Mapaddegat, Jumat (14/11), kapan realisasi mulok Bumen ini di lembaga-lembaga pendidikan formal Mentawai, Syaiful Jannah, Kepala Seksi Pendidikan Dasar dan Menengah Disdik Mentawai yang menjadi narasumber mewakili kepala dinas, mengatakan Disdik sangat mendukung mulok Bumen ini, karena diwajibkan undang-undang.

Menyitir bahwa pada tahun 2006 telah diberlakukan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor: 22 tentang Standar Isi (SI), Nomor: 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL), dan Nomor: 24 tentang Pelaksanaan SI dan SKL untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Syaiful menjelaskan bahwa mengacu pada SI dan SKL ini, sekolah-sekolah yang mampu (memiliki sumber daya pendidikan memadai), diharapkan pada tahun pelajaran 2006/2007 telah mengembangkan dan menerapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) untuk sekolahnya masing-masing. Sedangkan bagi sekolah yang kurang mampu, diharapkan paling lambat pada tahun 2009/2010 telah mengembangkan KTSP untuk sekolahnya.

Nah menurut KTSP ini mulok wajib diajarkan di semua tingkatan pendidikan, sejak SD sampai SLTA dan Disdik wajib membuatnya terealisasi di sekolah-sekolah tersebut.

Masalahnya, kata Syaiful, tidak mudah merealisasikannya, karena pertama harus dipersiapkan dengan matang, melibatkan beberbagai lembaga pendidikan di luar pemerintahan. Kedua sulit mencari orang yang akan menyusun materinya. Ketiga sulit mencari tenaga pengajarnya. Keempat sulit mendapatkan sarana pendukung yang dibutuhkan dalam aktivitas belajar mengajar. “Bukti kami mendukung tahun 2007 sudah ada Tim Rekayasa Kurikulum dan anggarannya,” kata Syaiful. Meski tim tersebut tak kunjung mmeperlihatkan hasil kerjanya.

Namun kekuatiran Syaiful ditepis Selester Saguruwjuw, pengurus AMA-PM Kabupaten Mentawai asal Dusun Rogdog, Kecamatan Siberut Selatan. “Di dusun saya masih banyak rimata (kepala suku) yang bisa mengajarkan budaya Mentawai, mereka bisa dimanfatkan dinas kalau mau,” katanya.

Soal kurikulum, masyarakat yang memadati ruang seminar mengatakan Disdik bisa menindaklanjuti model kurikulum yang dibuat YCM. “Itu kalau dinas benar-benar mau, kalau tidak berikan saja tugas itu ke YCM sekalian anggarannya, karena YCM sudah melibatkan berbagai lembaga berkompeten dalam penyusunan materi mulok itu,” kata Frans, seorang kepala sekolah dari Kecamatan Pagai Utara.

Argumen Disdik makin terpatahkan karena ternyata Yayasan Prayoga Padang sudah menerapkan Bumen sebagai mulok di sekolah-sekolah mereka yang ada di Kabupaten Kepulauan Mentawai. “Kami terapkan sejak 2003, pengajarnya orang Mentawai yang kemudian mentransfer ilmunya ke guru-guru kami,” kata Ignatius, pengurus Yayasan Prayoga Padang yang juga jadi pembicara dalam seminar tersebut.

Jadi saat ini SD Fransiscus Muara Sikabaluan dan sekolah-sekolah filialnya di Lubaga, Kulumen, Masaba, Bai’, Limau, Limu Kecamatan Siberut Utara; SD Santa Maria Muara Siberut dan sekolah filialnya di Ugai, Salappa, Gotap, dan SMP Yos Sudarso 2 di Kecamatan Siberut Selatan; serta SD Vincentius di Sikakap, Kecamatan Sikakap, telah menerapkan Bumen sebagai mulok sejak lima tahun silam. Bahkan beberapa sekolah negeri di luar Yayasan Parayoga di Kecamatan Siberut Utara juga nekad mengajarkan Bumen, meski tak diakui Disdik.

“Masalahnya kami merasa kurang tepat mengajarkan BAM sebagai muatan lokal pada murid-murid kami yang mayoritas orang Mentawai,” kata Ignatius.
1:25 AM | 0 komentar

Muatan Lokal Budaya Mentawai Kenapa Sulit?

Mulok Bumen (Muatan Lokal Budaya Mentawai) seperti barang panas saja di Mentawai. Meski sudah digagas YCM (Yayasan Citra Mandiri) sejak tahun 2002 dan diusulkan untuk diajarkan di sekolah-sekolah Mentawai, pihak yang punya otoritas—dan juga anggaran—yakni Dinas Pendidikan Mentawai, terkesan enggan menerapkan.

Bumen (Budaya Mentawai) bukan mahluk angkasa luar yang asing atau alien, dia sesuatu yang hidup dalam keseharian masyarakat Mentawai. Bumenlah yang memberi identitas etnis pada masyarakat Mentawai.

Meski begitu, seperti juga budaya-budaya lain di dunia, Bumen juga sudah tergerus zaman karena interaksinya dengan berbagai unsur dari luar dan geliat perubahan dari dalam masyarakat Mentawai sendiri, namun yang esensial, substansial (nilai-nilai pokok) tak kan berubah jauh. Selamanya dia akan menjadi pedoman atau pegangan hidup masyarakat agar serasi dengan lingkungan tempat hidupnya, karena Bumen memang lahir dari pergumulan yang intens antara masyarakat dengan sesama dan lingkungannya.

Tapi kondisi ini tak kan tercapai tanpa pemeliharaan, karena budaya bisa hidup kalau ada yang mendukungnya, yakni masyarakat. Jika masyarakat sudah berhenti memelihara produk kearifan yang secara turun-temurun diwariskan kepada mereka oleh generasi sebelumnya dan memilih budaya lain untuk dijadikan jalan hidup, maka budaya tersebut akan mati perlahan-lahan.

Sekarang nilai-nilai budaya itu makin berjarak dengan generasi muda Mentawai. Menurut Yosep Sarogdog, Ketua Panitia Pagelaran Budaya Mentawai 2008, indikasinya sudah banyak. “Misalnya keawaman generasi muda terhadap bentuk-bentuk kesenian daerah atau alat-alat yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari, bahkan sudah banyak yang menikah dengan tata cara baru, yang bahkan tak jelas menggunakan adat mana,” kata Yosep.

Urlik Tatubeket, Ketua AMA-PM (Aliansi Masyarakat Adat – Peduli Mentawai) Kabupaten Kepulauan Mentawai, mengatakan hal senada. “Jangankan hal-hal yang bersifat prinsipil seperti itu, turuk aja sudah banyak yang tidak tahu,” ungkap tokoh budaya yang juga pendeta ini.

Urlik mengaku agama samawi ikut berperan dalam penghapusan Bumen, tapi katanya, segala tindakan keras di masa lalu tersebut tidak dimaksudkan untuk mencabut masyarakat Mentawai dari budayanya sendiri, meskipun hasilnya pada akhirnya justru seperti itu.

“Karena itulah sekarang, kita semua wajib mengembalikan hak orang Mentawai yang selama ini telah dijauhkan dari mereka,” katanya.
1:20 AM | 0 komentar

Sharing

Info

Sosok

Popular Posts