Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  #  |  need help ?

Drs Edi Indrizal Msi, Koordinator Wilayah III Lembaga Survei Indonesia, Popularitas dan Uang Saja Tidak Cukup

Written By imran rusli on Thursday, January 29, 2009 | 4:54 AM

Sosok ini termasuk yang paling dicari (most wanted) di empat provinsi: Sumatra Barat, Jambi, Riau dan Kepulauan Riau. Media massa berebut menunggu komentarnya, partai-partai politik (parpol), calon legislatif (caleg) dan kandidat kepala daerah berlomba-lomba menunggu hasil kerjanya—tentu sambil harap-harap cemas juga. Maklum Drs Edi Indrizal MSi adalah Koordinator Wilayah III Lembaga Survei Indonesia (LSI), yang mengomandoi kegiatan survei LSI di Provinsi Sumbar, Riau, Jambi dan Kepri. Awal Januari lalu Imran Rusli dari Puailiggoubat sempat berbincang dengan Edi di kantornya, tentang mekanisme suara terbanyak dan fenomena-fenomena politis lainnya yang sedang berkembang di Sumbar. Berikut petikan obrolan tersebut.

Sejak Mahkamah Konstitusi mengeluarkan keputusan bahwa pemilihan wakil rakyat (anggota legislatif) harus menggunakan mekanisme suara terbanyak Desember tahun lalu, bagaimana Anda melihat situasi politik di Sumbar pascakeputusan tersebut?

Sepanjang pengamatan saya parpol dan caleg yang telah memutuskan maju ke Pemilu 2009 mau tidak mau harus mengganti strategi. Tidak bisa lagi mengandalkan pola-pola dan teknis pendekatan lama ketika caleg di nomor urut kecil—nomor jadi atau nomor peci--bisa tenang-tenang menunggu limpahan suara yang dikumpulkan caleg-caleg nomor sepatu. Sekarang mereka harus berusaha ekstra keras untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat, memenangkan hati rakyat.

Bagaimana caranya?
Wah itu jangan ditanya, ada kuncinya, tapi saya akan mengatakan bahwa upaya keras tersebut tidak akan cukup dengan serangan udara saja, seperti melalui iklan di televisi, radio, media online, surat kabar. Juga tidak cukup lagi hanya dengan serangan darat, lewat baliho, spanduk, poster, kalender, arloji, pin dan lain-lain, bahkan dengan kunjungan langsung ke masyarakat pun belum cukup, juga popularitas, tak ada jaminan untuk mendapatkan elektabilitas yang cukup.

Apa itu elektabilitas?
Elektabilitas itu kedipilihan. Ingat kedipilihan, bukan keterpilihan. Orang masuk ke bilik suara bukan untuk termangu-mangu atau sembarang pilih saja, pasti sudah ada nama kandidat atau parpol dalam kantongnya.

Bukankah popularitas bisa membuat image tentang seseorang atau partai politik lebih mudah masuk ke memori masyarakat atau calon pemilih?
Betul, tapi tak ada korelasi positif antara popularitas dengan elektabilitas. Orang bisa sangat dikenal, tapi belum tentu mendapat tempat di harti masyarakat, apalagi untuk dipilih mewakili aspirasi mereka, masih sangat jauh itu.

Lalu bagaimana agar dijadikan prioritas oleh masyarakat pemilih?
Ha ha itu rahasia dapur lah ha ha.

Sebenarnya apa tantangan para caleg itu sekarang?
Ada beberapa hal, pertama proses rekrutmen para caleg oleh partai sejak awal umumnya belum memperhatikan mekanisme berdasarkan suara terbanyak, akibatnya sekarang mereka kerepotan mengubah strategi. Kedua, Jumlah partai jauh lebih besar, jumlah caleg juga sangat besar. Di Sumbar saja kita sekarang menemukan fenomena dari setiap 5 – 10 rumah terdapat 1 (satu) caleg. Ini luar biasa. Implikasinya perolehan rata-rata setiap caleg akan rendah atau kecil. Tak akan mencapai BPP (Bilangan Pembagi Pemilih). Kondisi seperti yang pernah dialami Saleh Djasit dan Hidayat Nurwahid pada Pemilu 2004, di mana perolehan suara mereka jauh melebihi BPP, tak akan kita temui lagi. Jadi Pemilu 2009 ini benar-benar berat. Ketiga, antara sesama caleg, eksternal atau internal, akan terjadi kompetisi yang sangat ketat. Kita sudah melihat gejalanya di beberapa daerah di Jawa, caleg dari partai sama yang saling jegal dan saling membunuh karakter saingannya. Dengan kompetitor dari partai lain, yang saling tebang bendera juga tak kurang. Belum lagi yang lain, bahkan sudah menjurus ke menghalalkan segala cara.

Wah ini kan nggak bagus untuk pendidikan demokrasi?
Begitulah. Tapi itulah kondisi faktual kita.

Lantas bagaimana pengaruhnya terhadap trend golput?
Mekanisme suara terbanyak mungkin disambut baik masyarakat, karena jauh lebih sesuai dengan aspirasi mereka selama ini, dan di satu pihak bisa mengurangi golput, tapi bila tidak diikuti dengan pengetahuan tentang cara memilih bisa mempengaruhi kualitas pemilu yang ujung-ujungnya golput juga, karena golput itu kan bukan sekedar sengaja tidak memilih, tetapi juga salah prosedur saat memilih, misalnya salah contreng, mencontreng dua kali pada dua kandidat dari partai berbeda dan sebagainya, sehingga suaranya dianggap tidak sah. Itu juga masuk kategori golput.

Kembali ke popularitas? Jadi belum jaminan ya pasang iklan di televsi, radio, surat kabar ataiu baliho sebesar rumah atau keselebritian seseorang akan mampu mengangkat elektabilitas.
Ya saya rasa begitu, karena masyarakat pemilih memiliki rasionalitas sendiri yang tak diketahui para kandidat.

Kunjungan langsung dan menyumbang juga tidak?
Tidak juga, apalagi kalau kunjungan tersebut dilakukan dan sumbangan tersebut diberikan menjelang pemilu saja, selama ini ke mana saja? Bisa-bisa kunjungannya disambut dan bantuannya diterima, tapi suara diberikan kepada kandidat lain yang sudah lebih lama bersemayam di hati rakyat. Lagipoula tak semua kandidat bisa melakukan kunjungan atau memberikan bantuan langsung, itu butuh alokasi dana, waktu dan tenaga yang besar. Sebaliknya banyak caleg yang masih percaya pola-pola konvensional. Mereka merasa sudah sangat punya nama, punya pengaruh di tengah masyarakat, jadi menganggap dirinya sudah sangat populer dan pasti dipilih. Sikap seperti ini tentu sah-sah saja, yang tidak boleh jangan justru karena kepopuleran tersebut memaksa orang orang memberikan suara.

Jadi percuma saja dong membayar iklan atau membuat baliho mahal-mahal, yang untung kan cuma media penerima order iklan saja? Apa yang memilih mereka juga nanti?
Wah kalau itu jangan tanya saya ha ha
4:54 AM | 2 komentar

Berkunjung ke Kampung Rang Talu

Nama Talu mungkin sudah tak asing lagi bagi warga Sumatra Barat, terutama karena ada nyanyiannya ‘Rang Talu’, atau legenda ‘Kuburan Duo’. Sebenarnya ada hal-hal menarik lain dari nagari yang termasuk Kenagarian Talu, Kecamatan Tala’mau, Kabupaten Pasaman Barat ini. Misalnya view Gunung Tala’mau, arus deras di Batang Talu dan Batang Sinuruik, permandian air panas, air terjun dan sebagainya.


Oleh Imran Rusli

dr Fadlan Maalip SKm, Tuanku Bosa XIV, intelektual sekaligus Ketua KAN dan Pucuak Adaik Nagari Talu bahkan mengatakan dia sudah mendokumentasikan 9 obyek wisata menarik di Talu dan Sinuruik ke dalam sebuah lempeng compact disc (CD). CD tersebut kelak akan diperbanyak dan disebarluaskan ke relasi Rang Talu yang ternyata banyak juga di Malaysia.

“Jumlah sekitar 800 KK, terutama di Johor dan sekitarnya,” kata Tuanku Bosa XIV dalam perbincangan dengan padangmedia.com di gedung KAN Talu, yang sekaligus menjadi kantornya.

Sayang padangmedia.com takbisa mengunjungi satupun , karena jadwal di Talu cuma sehari, itupun lebih untuk tujuan lain, yang tak ada hubungannya dengan rekreasi.

Dengan mobil, Talu bisa dicapai dalam waktu sekitar 4 jam. Berangkat pukul 07.30 WIB, sampai pukul 11.30 WIB. Kondisi jalan cukup bagus, meski di Bawan, Kinali, sampai Simpang Ampek jalan berlubang di sana-sini. Ruas jalan dari Simpang Gudang, Manggopoh, Kabupaten Agam ke Simpang Ampek, Kabupaten Pasaman ini memang sudah agak lama rusak dan belum ada tanda-tanda akan diperbaiki.

Namun semua itu tidak mengurangi rasa kenikmatan perjalanan, apalagi perut sudah terisi nasi panas dan gulai ikan segar dari RM Buyung di Tiku. Rasanya pantat yang lenyai karena terbanting-banting oleh kondisi jalan yang buruk tersebut sudah terlupakan saja.

Pertama masuk Nagari Talu, kesan rapi, damai dan tentramnya sudah terasa. Masyarakatnya juga sangat ramah, kecuali tukang ojek yang menawarkan ojek sambil memelototkan mata, entah belajar manajemen pemasaran di mana dia? Selebihnya hanya keramahan yang terasa, meski masyarakat tampaknya sudah terpecah-pecah ke berbagai bendera, spanduk, papan nama dan baliho partai-partai politik dan caleg yang diusung partai-partai tersebut. Mereka menyimpannya dalam keramahan yang santun dan hangat.

Kesan rapi itu ternyata tak sembarangan. Sejak awal abad ke-20, Talu ternyata sudah sangat maju, melebihi Lubuak Sikapiang, ibukota Kabupaten Pasaman, yang dulu menjadi induk bagi kawasan Talu, Sinuruik, Kajai dan Kabupaten Pasaman Barat sendiri. Seperti diungkapkan Tuanku Bosa XIV. “Sejak tahun 1920 Talu sudah punya jaringan air minum, rumah sakit, lembaga pemasyarakatan sendiri, bahkan Kantor Polres baru pindah ke Lubuak Sikapiang tahun 1980,” kata dr Fadlan.

Ny Hj. Nurmal Maalip, mantan anggota DPRD tiga periode (1984-1999) dan tokoh Bundo Kanduang serta aktivis Aisyiah Kabupaten Pasaman, tempat padangmedia.com menginap mengatakan hal senada. “Talu memang sudah lebih dulu maju dari induknya, saya juga tidak tahu kenapa,” kata ibu yang ramah yang sekarang berusia 75 tahun tapi masih sangat segar secara fisik dan pemikirannya itu.

Sarat Fenomena Sejarah
Dari perspektif pariwisata, kalau kita hanya nongkrong di Talu saja memang tak ada yang menonjol. Fasilitas tempat hiburan tak tersedia, poenginapan juga seadanya, hanya sebuah wisma dekat kantor camat Tala’mau, yang kata Wali Nagari Sinuruik, Masrivelli SSos, kurang diminati pengunjung.

“Mungkin karena Simpang Ampek dekat, pengunjung Talu dan Sinuruik lebih banyak menginap di Simpang Ampek,” kata alumnus jurusan Antropologi Fisip Universitas Andalas ini menjelaskan. Jarak dari Talu ke Simpang Ampek memang hanya sekitar 30 kilometer, tapi ongkos angdes (angkutan pedesaannya) Rp10.000 lho.

Di luar itu, sebenarnya banyak hal menarik di Talu, misalnya fakta sejarah bahwa rumah Hj Nurmal pernah dijadikan markas Pembela Natsir, tokoh Masyumi, mantan Perdana Menteri era rezim Sorkarno, yang baru saja diakui negara sebagi Pahlawan Nasional dari Sumatra Barat. Di rumah yang berlokasi di kawasan Bangkok, Kenagarian Sinuruik ini, ini Presiden PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) Syafruddin Prawiranegara pernah menyelenggarakan rapat-rapat penting bersama tokoh-tokoh politik lainnya.

Ketika Gubernur Azwar Anas berkunjung ke Talu untuk menghadiri suatu acara Muhammadiyah, dia lebih suka tidur di rumah Hj Nurmal, padahal rumah yang lebih bagus sudah disediakan untuk dia dan anggota rombongan Muspida Sumbar lainnya. “Ketua Umum DPP Muhammadiyah juga pernah menginap di rumah kayu kami yang sederhana ini,” kata Hj Nurmal merendah.

Keseharian Nan Eksotik
Lebih dari itu, yang lebih menarik dari Talu dan Sinuruik adalah suasana kesehariannya yang sangat kental nuansa tradisionalnya. Masyarakat di kedua nagari yang berdampingan ini hidup dari pertanian. Sawah yang luas terhampar di mana-mana, lengkap dengan iring-iringan itik di pematangnya dan kincir air dari kayu di sekelilingnya. Kincir air yang sama juga dipakai untuk menumbuk padi dan kopi. Sementara di setiap sudut terjemur hamparan buah pinang yang tidak bisa dilepaskan dari tradisi Rang Talu. Mereka suka mengunyahnya begitu saja.

Yusuf, anak Bukiktinggi yang besar di Jambi dan kini bekerja sebagai supir pribadi dr Fadlan mengungkapkan bahwa masyarakat setempat biasa makan pinang di setiap kesempatan. “Sudah seperti rokok, masyarakat begitu lekat dengan buah pinang, sampai-sampai saya juga ketularan,” katanya.
Kita bisa menemukan hamparan buah pinang ini mulai dari Pasar Talu Sinuruik yang ramai di hari Rabu, sampai ke pedalaman Sinuruik di perbukitan. Ibu-ibu tua menjemur pinang dengan kasih sayang, mengurai-urainya setiap saat, membolak-balik agar rata disinari matahari. Buah pinang ini dijemur di jalan-jalan kampung dan jorong yang rata-rata sudah dibeton semua. Kadang-kadang dijemur dengan gardamungu, komoditas lain yang juga telah banyak menopang kehidupan masyarakat Talu Sinuruik sejak dulu.

Kacang Tanah dan Gula Aren
Dua komoditas lain yang menonjol di Talu dan Sinuruik adalah kacang tanah dan gula aren. “Kacang tanahnya tak kalah dengan Kacang Garuda,” kata dr Fadlan berpromosi. Pemilik sebuah sekolah tinggi ilmu keperawatan di Jambi ini menceritakan bagaimana kacang tanah Talu yang dikemas dengan baik bisa laris manis seperti Kacang Garuda di supermarket-supermarket Jambi. “Sayang di Talu sendiri kemasan belum diperhatikan, kacang tanah berkualitas seperti itu masih dibungkus dengan plastik transparan saja,” katanya.

Gula arennya juga tak kalah menarik. “Kalau ada waktu longoklah petani aren kami mengolah gula aren, lihat bagaimana mereka memanjat dengan bambu sebatang, lalu memukul-mukul lembut tandan aren sambil bersenandung, menunggu dengan sabar gula aren mengalir ke bumbung,” paparnya.

Koto Dalam
Daya tarik alam dan keseharian ini masih dilengkapi dengan daya tarik budaya. Di tanah kelahiran, di Koto Dalam, Kenagarian Talu, dr Fadlan selaku pewaris gelar adat Tuanku Bosa sedang membangun sebuah rumah gadang.

“Saya maksudkan sebagai Rumah Gadang Tuanku Bosa, pengganti rumah gadang lama yang sudah diruntuhkan. Dibanding yang dulu rumah gadang yang ini tak ada apa-apanya, karena tiang-tiang rumah gadang yang dulu saja dibuat dari kayu utuh yang sangat besar, kalau main sembunyi-sembunyian, kita bisa sembunyi dalam rongganya,” ungkap dia.

dr Fadlan berharap rumah gadang itu kelak bisa menjadi pusat dokumentasi sekaligus informasi tentang adat-istiadat Talu Sinuruik bagi siapa saja yang berminat. “Terutama masyarakat Kenagarian Talu dan Sinuruik sendiri, serta para peneliti budaya dan pelancong, yang tertarik dengan budaya Talu Sinuruik,” kata pemuka adat yang tengah menanti kedatang rombongan pelancong dari Malaysia ini. “Sekitar 20 rombongan dari Malaysia sudah merencanakan kunjungan ke Talu Agustus nanti, kita harap rumah gadangnya sudah siap menyambut mereka,” katanya lagi.
4:27 AM | 2 komentar

Memimpikan Calon Independen

Written By imran rusli on Friday, January 16, 2009 | 11:35 PM

Meskipun MK telah memutuskan penggunaan mekanisme suara terbanyak pada Pemilu 2009, keputusan tersebut tak mengubah keputusan calon pemilih. Rani (19), mahasiswa di Padang mengatakan selama calonnya tak independen dan dimunculkan masyarakat dia akan tetap Golput.

“Masalahnya saya tak kenal caleg-caleg yang disodorkan partai-partai politik tersebut, sementara caleg-caleg mantan aleg—anggota legislatif--yang maju lagi sekarang rata-rata saya nilai kinerjanya buruk. Mereka tak peduli rakyat dan hanya memikirkan diri sendiri atau partainya saja, untuk apa memilih caleg kayak gitu, hanya memberi dia pekerjaan, penghasilan, bonus dan tunjangan-tunjangan selama 5 tahun ke depan, enak betul,” katanya.

“Kalau calonnya dari rakyat dan menggunakan mekanisme suara terbanyak, baru saya ikut pemilu, tapi pemilu presdien nanti saya ikut kok, kan pendukung SBY,” kata gadis yang suka membaca Mahatma Gandhi dan Frans Kafka ini sembari tertawa.

Senada dengan Rani yang merupakan pemilih pemula, Bastian (28) yang pada pemilu 204 juga golput menyatakan hal yang sama. “Caleg dari partai politik umumnya bekerja untuk partai politik yang mengusungnya, bukan untuk rakyat antah berantah yang tak dikenalnya, meski suara mereka telah mendudukkan dia di dewan. Makanya tak ada aspirasi rakyat yang diperjuangkan caleg-caleg semacam itu, sehingga rakyat tetap harus menggunakan parlemen jalanan agar suaranya didengar, atau kalau perlu teriak-teriak di depan kantor dewan,” kata wirausahawan muda yang bolak-balik Padang Jakarta tiap minggu.

Tapi konstitusi tidak memungkinkan calon independen. “Sekarang, UU kan bisa diamendemen, buktinya untuk calon eksekutif sudah bisa diterapkan, bahkan sudah ada yang menang. Satnya mereformasi DPR dan DPRD,” tegasnya. ran
11:35 PM | 3 komentar

Fatwa MK Harusnya Bisa Kurangi Golput

Alfitri, akademisi dari FISIP Unand mengatakan putusan MK (Mahkamah Konstitusi) tentang pemberlakuan suara terbanyak bagi calon legislatif seharusnya bisa mengurangi kecenderungan (trend) golput (golongan putih atau tidak menggunakan hak pilih dalam pemilu), karena keputusan itu telah menunjukkan keberpihakan konstitusi kepada rakyat.

Oleh Imran Rusli

“Putusan MK tentang suara terbanyak harusnya dapat mengurangi golput. Dengan sistem tersebut suara rakyat dihargai, karena caleg yang akan duduk bukan yang nomor urutnya ditentukan partai, tapi yang terbanyak mendapat suara rakyat,” ujar sosiolog tersebut pada Puailiggoubat pekan silam.

Karena itu, kata Alfitri lagi, semua pihak—termasuk akademisi—harus aktif mendorong warga negara untuk menggunakan hak pilihnya. “Semua pihak hendaknya mendorong warga negara untuk menggunakan hak pilihnya, dalam berbagai media forum akademisi seyogyanya mencerahkan publik bahwa pemilu adalah peluang bagi warga negara untuk memperbaiki keadaan, pemilu adalah sarana demokrasi untuk untuk memperbaiki keadaan, warga negara yang baik tentu punya kewajiban moral untuk ikut memperbaiki,
bahwa ada orang atau partai politik yang pernah mengecewakan, ya jangan pilih dia lagi.”

Alfitri menilai golput menggenaralisasi bahwa semua calon legislatif tidak bermutu, padahal faktanya, masih banyak yang bermutu. “Mari kita pilih caleg bermutu sambil berharap dia akan setia pada rakyat,” katanya.

Seperti diketahui, Selasa 23 Desember MK menghapuskan sistem nomor urut seperti diatur dalam Pasal 214 Huruf a, b, c, d, e UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD, dan menggantinya dengan sistem suara terbanyak melalui Surat Keputusan No. 22-24/PUU-VI/2008 tentang penggunaan mekanisme suara terbanyak dalam Pemilu yang diumumkan ke publik Selasa 23 Desember 2008.
Majelis hakim konstitusi menilai, pasal tersebut hanya menguntungkan caleg yang duduk di nomor urut kecil dan merugikan caleg dengan nomor urut besar. Mekanisme itu juga membuat caleg terpilih hanya merasa bertanggungjawab pada partai politik yang mengusungnya, dan cenderung mengabaikan suara rakyat yang memilihnya, meski secara tidak langsung.

Bisa, Tapi

Drs Edi Indrizal MSi, Koordinator Wilayah III Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyatakan hal senada, tapi dia menguatirkan hal itu tidak efektif juga, terkait pengetahuan masyarakat pemilih yang masih minim soal teknis pemberian suara pada Pemilu 2009.
“Mekanisme suara terbanyak mungkin disambut baik masyarakat, karena jauh lebih sesuai dengan aspirasi mereka selama ini, dan di satu pihak bisa mengurangi golput, tapi bila tidak diikuti dengan pengetahuan tentang cara memilih bisa mempengaruhi kualitas pemilu yang ujung-ujungnya golput juga, karena golput itu kan bukan sekedar sengaja tidak memilih, tetapi juga salah prosedur saat memilih, misalnya salah contreng, mencontreng dua kali pada dua kandidat dari partai berbeda dan sebagainya, sehingga suaranya dianggap tidak sah. Itu juga masuk kategori golput,” papar Edi.
11:33 PM | 0 komentar

Positif dan Harus Dihormati

Keputusan MK mengenai perubahan sistem pemilu dari nomor urut menjadi suara terbanyak menurut Amora Lubis, caleg PPPP Dapil V nomor urut 2, justru merupakan hal yang positif. Karena, menurut Amora, dapat mendorong masyarakat untuk mengenal lebih dekat calon legislatif yang akan mereka pilih. Di samping mendorong para caleg untuk lebih dekat dengan masyarakat dalam menerima aspirasi yang diberikan.

Saat ditanya bahwa sistem penghitungan suara terbanyak ini rentan dengan politik uang, ia manyatakan bahwa hal itu tergantung kepada person atau orang yang bersangkutan. “Caleg yang moralnya baik pasti tidak akan melakukan hal tersebut.”

Bagaimana strategi Amora untuk mendapatkan suara rakyat? Ia mengaku melakukan pendekatan persuasif dengan mengadakan seminar-seminar yang dekat dengan paermsalahan kemasyarakatan.

Model pendekatan tersebut intensif dilakukannya dari sekarang sampai menjelang pemilu, April mendatang. “Di samping itu saya juga melakukan dakwah-dakwah kepada masyarakat yang biasa dilakukan di lapangan terbuka,” katanya pada April Adriansyah dari Puailiggoubat.

Sedangkan caleg PBB Muchlis Sani, Dapil I nomor urut 1, menilai keputusan MK tersebut mau tidak mau harus dihormati. Jika dihubungkan dengan partai, maka hal tersebut menurut dia tidak masalah. Namun, jika dihubungkan dengan dirinya secara pribadi, maka calon mantan calon Wakil Walikota Padang ini mengaku merasa dirugikan, tapi dia tak mempermasalahkannya.

Menurutnya, letak nomor urut 1 yang dimilikinya sekarang ini, tidak berarti apa-apa.
Sebaliknya sistem ini, kata Mukhlis, dapat mengenalkan caleg secara langsung kepada masyarakat. Sehingga masayarakat dapat mengetahui calon yang akan duduk di kursi dewan lebih dekat.

Mukhlis Sani mengaku ia melakukan strategi pendekatan persuasif kepada masyarakat. Dengan demikian ia bisa mengetahui aspirasi masyarakat secara langsung pula. Di samping itu ia juga melakukan pertemuan-pertemuan dakwah tanpa melanggar UU yang tidak memperbolehkan kampanye di tempat-tempat ibadah dan lembaga pendidikan. “Selama ini hal itu saya lakukan di tempat terbuka, jadi takada aturan yang saya langgar,” katanya pada April Adriansyah dari Puailiggoubat. ran
11:33 PM | 0 komentar

Yang Kembali Bersemangat

Keputusan MK mengenai suara terbanyak mau tak mau menggembirakan caleg di nomor sepatu (nomor urut besar), mereka yang sebelumnya loyo kini bersemangat lagi, bahkan menurut wartawan kami Bambang Sagurung, caleg-caleg tersebut bersemangat 45 kembali.

Oleh Imran Rusli

Yan Winnen Sipayung adalah caleg DPRD Mentawai Dapil III nomor urut 6 dari PDIP. Sebelum putusan MK keluar, Yan sedikit tak bersemangat karena penetapan nomor urutnya dinilai kurang adil, tapi karena loyal pada partai Yan pasrah saja.

Tapi setelah keputusan MK tentang penggunaan mekanisme suara terbanyak pada Pemilu 2009, Yan yang sekarang anggota DPRD Mentawai, bersemangat lagi, karena menurut dia memang sistem dan mekanisme inilah yang seharusnya dipakai dalam pemilu.

“Pada hakikatnya pemilu itu tetap suara terbanyak, karena lebih adil dan proporsional,” katanya.

Untuk itu, Yan akan mulai memikirkan menggunakan strategi khusus untuk mendapatkan kepercayaan rakyat. “Dan strategi untuk Mentawai ini tidak bisa model bim sala bim. Caleg Mentawai ini bukan di Amerika, atau Prancis dan lainya. Masyarakat juga menyadari dan dapat menilai karena masyarakat sekarang sudah realistis, yang saya kuatirkan sekarang hanyalah apakah masyarakat mengerti tentang pemilu dan apakah cukup waktu untuk mensosialisasikan pemilu ini kepada masyarakat,” ungkapnya.

Maksud Yan mungkin soal teknis pemberian suara yang memang bermasalah sejak dari KPU Pusat di Jakarta.

Dari Kita untuk Kita
Maralus Sinurat, caleg DPRD Provinsi, Dapil Padang-Mentawai, nomor urut 3 dari PDIP sepakat, menurut dia, keputusan MK membuat semua caleg bersemangat untuk berjuang , mengeluarkan biayapun tak ragu-ragu lagi, juga simpatisan makin semangat dan bahkan berani berkorban materi dulu asal caleg yang diinginkannya bisa duduk di dewan.

“Semua jadi bersemangat, kita juga tak ragu lagi mengalokasika dana, sebab hasilnya jelas-jelas untuk kita bukan buat caleg di atas kita,” katanya.

Masalahnya, menurut Maralus, masyarakat sudah trauma. “Pada pemilu 2004 ada caleg yang berhasil duduk dari suara masyarakat Mentawai—yang juga belum tentu diperuntukkan bagi dia, tapi jatuh ke dia karena dia di nomor jadi--tapi tak mau memperjuangkan aspirasi masyarakat Mentawai, bahkan tidak mau ke Mentawai,” katanya.

“Sekarang kesempatan bagi masyarakat Mentawai untuk membulatkan suara untuk satu dua orang sebagai perwakilan yang telah dikenal dan mengenal Mentawai yang akan membawa aspirasi Mentawai untuk diperjuangkan di dewan provinsi,” tambah dia.

Sedangkan Juanidi, caleg DPRD Mentawai Dapil Siberut nomor urut 4 dari Partai Gerindra mengatakan keputusan MK membuat semua caleg giat berusaha memperoleh suara lebih banyak, “karena suara itu mutlak untuk kita,” katanya pada Bambang Sagurung dari Puailiggoubat.

Dia berharap masyarakat memilih orang yang mereka kenal dan mengenal mereka. Strategi yang dipilihnya adalah melibatkan diri secara langsung ke tengah masyarakat.
11:31 PM | 0 komentar

Yang Royal Yang Terkapar

Bukan rahasia lagi bahwa parpol itu telah menjalankan peran sebagai kendaraan politik, karena konstitusi memang menyaratkan demikian, tapi berkat kreativitas praktisi partai, kendaran politik ini telah berubah menjadi bukan sekedar kendaraan, ada yang berkembang menjadi kendaraan politik super eksekutif, eksekutif, kelas bisnis, ekonomi, meski tetap banyak yang biasa-biasa saja. Seperti umumnya kendaraan, partai adalah mesin yang membutuhkan bahan bakar, dengan jenis yang tertentu pula. Makin ekslusif dan mewah kendaraannya, makin mahal harga bahan bakarnya, otomatis makin tinggi pula tarifnya.

Nah, caleg yang ingin duduk di bangku paling sexy, mau tak mau harus membayar lebih mahal—bahkan kalau berhasil sampai di tujuan pun masih ada kompensasi susulan dan rutin yang harus dibayarkannya ke partai yang telah mengusungnya. Beberapa caleg yang kami temui membenarkan sinyalemen ini.

Ironisnya, di Mentawai ada caleg yang telah mengeluarkan dana untuk semua caleg lainnya dengan perjanjian, berapapun perolehan mereka—kecuali melebihi 30 persen--semua suara harus dilimpahkan kepada caleg pemberi modal saja. “Kasarnya, caleg yang lain itu bekerja untuk dia,” kata sumber kami staf KPU Mentawai yang minta namanya tak usah disebut. Sekarang dengan keputusan MK yang memenangkan aspirasi masyarakat banyak ini, caleg ‘cukong suara’ itu langsung terhenyak, meski tak mengganggu deal politiknya, keputusan MK tersebut mengurangi arti upaya kerasnya, di samping munculnya kekuatiran pembelotan ‘caleg karyawannya’ karena berhasil mendapatkan suara terbanyak. ran
11:30 PM | 0 komentar

Yang Terhenyak oleh Suara Terbanyak

Keputusan untuk menggunakan mekanisme suara terbanyak dalam Pemilu 2009 telah mengacaukan strategi banyak caleg, keputusan itu sekaligus mengganggu rasa percaya diri sebagian besar caleg, dan menumbuhkan keyakinan yang lebih kuat pada caleg nomor sepatu, karena semua kini memiliki kesempatan sama.


Oleh Imran Rusli

Selasa (23/12) MK mengumumkan Surat Keputusan No. 22-24/PUU-VI/2008 tentang penggunaan mekanisme suara terbanyak dalam Pemilu 2009. Keputusan ini merupakan hasil Rapat Permusyawaratan Hakim oleh delapan Hakim Konstitusi pada hari Jumat tanggal sembilan belas bulan Desember tahun dua ribu delapan dan diucapkan dalam Sidang Pleno terbuka untuk umum pada hari Selasa tanggal dua puluh tiga bulan Desember tahun dua ribu delapan oleh delapan Hakim Konstitusi, yaitu Moh. Mahfud MD, sebagai Ketua merangkap Anggota, M. Arsyad Sanusi, Achmad Sodiki, Muhammad Alim, Abdul Mukthie Fadjar, M. Akil Mochtar, Maria Farida Indrati, dan Maruarar Siahaan masing-masing sebagai Anggota dengan didampingi oleh Makhfud sebagai Panitera Pengganti, dihadiri oleh Pemohon/Kuasanya, Pemerintah atau yang mewakili, Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakili, dan Pihak Terkait Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, serta Pihak Terkait Komisi Pemilihan Umum.

Begitu diumumkan jagad perpolitikan Indonesia pun berguncang, terutama para caleg nomor jadi (nomor urut kecil) dan caleg perempuan. Beberapa kalangan juga menguatirkan makin maraknya money politic (politik uang), karena menilai penerapan mekanisme suara terbanyak hanya akan menguntungkan caleg yang memiliki sumber daya finansial berlimpah dan popularitas berlebih. Mekanisme suara terbanyak juga diprediksi—dan telah terbukti—akan menimbulkan perpecahan dan kompetisi tidak sehat antar caleg, baik yang berasal dari partai politik berbeda atau dari partai yang sama, tapi nomor urut berbeda.

Istilahnya, kata Drs Edi Indrizal MSi, Koordinator Wilayah III Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang membawahi Provinsi Sumatra Barat, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau (Kepri), para caleg tak bisa santai atau berleha-leha lagi, mereka harus berjuang ekstra keras untuk mendapatkan kepercayaan rakyat yang berhak memilih.

Popularitas dan Pundi-pundi Tebal Saja Tidak Cukup
“Upaya keras tersebut berarti tidak akan cukup dengan serangan udara saja, seperti melalui iklan di televisi, radio, media online, surat kabar. Juga tidak cukup lagi hanya dengan serangan darat, lewat baliho, spanduk, poster, kalender, arloji, pin dan lain-lain, bahkan dengan kunjungan langsung ke masyarakat pun belum cukup, juga popularitas, tak ada jaminan untuk mendapatkan elektabilitas yang cukup lagi sekarang,” kata Edi pada Puailiggoubat di kantornya Sabtu (10/01).

Ditambahkan Edi, setiap caleg membutuhkan strategi khusus yang benar-benar masif dan berkenan di hati masyarakat, agar bisa mendapatkan suara mereka. Dan menurut dia hal itu tidak mudah, tapi Edi tidak bersedia memberikan advis gratis. “Maaf itu rahasia perusahan,” katanya bercanda.

Kondisi ini kata Edi muncul dan mengagetkan beberapa caleg dan parpol—kecuali partai yang memang telah memutuskan untuk menggunakan mekanisme suara terbanyak di partainya--karena rata-rata caleg—ujar Edi—memang tidak disiapkan untuk kondisi ini saat perekrutannya dulu.

“Ada beberapa hal yang membuat keputusan MK ini fenomenal dan mengganggu kinerja sementara caleg dan partai, pertama proses rekrutmen para caleg oleh partai sejak awal umumnya belum memperhatikan mekanisme berdasarkan suara terbanyak, akibatnya sekarang mereka kerepotan mengubah strategi. Kedua, Jumlah partai jauh lebih besar, jumlah caleg juga sangat besar. Di Sumbar saja kita sekarang menemukan fenomena dari setiap 5 – 10 rumah terdapat 1 (satu) caleg. Ini luar biasa. Implikasinya perolehan rata-rata setiap caleg akan rendah atau kecil. Tak akan mencapai BPP (Bilangan Pembagi Pemilih). Kondisi seperti yang pernah dialami Saleh Djasit dan Hidayat Nurwahid pada Pemilu 2004, di mana perolehan suara mereka jauh melebihi BPP, tak akan kita temui lagi. Jadi Pemilu 2009 ini benar-benar berat. Ketiga, antara sesama caleg, eksternal atau internal, akan terjadi kompetisi yang sangat ketat. Kita sudah melihat gejalanya di beberapa daerah di Jawa, caleg dari partai sama yang saling jegal dan saling membunuh karakter saingannya. Dengan kompetitor dari partai lain, yang saling tebang bendera juga tak kurang. Belum lagi yang lain, bahkan sudah menjurus ke menghalalkan segala cara,” papar Edi panjang lebar.
11:28 PM | 0 komentar

Sekolah-sekolah yang Terganjal

Wartawan kami Raport Pardomuan Simanjuntak lagi-lagi memberitakan indikasi ketidakberesan dalam beberapa proyek pembangunan gedung sekolah di Mentawai. Ada beberapa sekolah di Kecamatan Sipora Selatan yang kondisinya aneh. Bangunan baru selesai 60 – 70 persen, tapi dilaporkan sudah selesai 100 persen.

Anehnya, pemerintah (eksekutif dan legislatif) mengiyakan saja, tanpa mengecek lagi ke lapangan. Aroma korupsi pun meruap tanpa bisa dicegah. Dan masyarakat gelisah. Tentu saja. Anehnya lagi, pilar ketiga pemerintahan, yakni kalangan yudikatif, juga acuh tak acuh. Mungkin menganggap ini cuma kasus cemen (tak berarti), sehingga mereka tak peduli. Entahlah.

Membicarakan infrastruktur sekolah, fasilitas sekolah, berarti membicarakan komitmen terhadap kualitas SDM Mentawai masa depan. Bukan apa-apa, sudah terbukti di mana-mana tanpa pendidikan berkualitas takkan didapat SDM berkualitas, sementara Mentawai sangat membutuhkannya supaya kesejahteraan semua lapisan masyarakat meningkat dan tercipta kondisi Mentawai untuk Mentawai—dan orang-orang yang peduli Mentawai.

Pendidikan berkualitas memang tak hanya bisa didapatkan dari lembaga pendidikan formal, lembaga-lembaga pendidikan informal dan pengalaman merupakan sekolah yang berharga. Tapi, ukuran dan patokan kualitas tetap ditambatkan pada pendidikan formal, makanya infrastruktur tadi sangat penting dan mesti diprioritaskan, bukannya dijadikan permainan atau sarana untuk mengutil.

Kalau ingin mengutil juga, lakukanlah di pos lain (itu kalau libido mengutilnya benar-benar sudah tak bisa ditahan dan mental oknumnya memang mental maling), terlalu riskan dan mengundang banyak masalah yang hanya akan merugikan generasi penerus dan Mentawai secara keseluruhan, jika dilakukan di pos pendidikan.

Ironisnya, kejanggalan yang sangat kasat mata ini ditemukan di wilayah Kabupaten Kepulauan Mentawai yang masih dekat dengan pusat kecamatan. Pertanyaannya bagaimana pula kondisinya dengan proyek-proyek di kawasan terpencil, yang justru lebih banyak? Asumsinya tentu semakin parah, kontraktor dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bisa berjalan sendiri-sendiri, atau miskomunikasi, atau berkongkalingkong untuk kepentingan bersama.

Kita tidak tahu persis, tapi begitu banyak kemungkinan yang bisa terjadi.

Masalahnya, ini sudah tahun 2009, mau menunggu tahun berapa lagi agar kemajuan pendidikan di Mentawai—atau dengan kata lain tumbuhberkembangnya SDM berkualitas di Mentawai—akan menjadi komitmen semua pihak? Terutama para pejabat di instansi paling berkompeten dengan hal ini?
11:25 PM | 0 komentar

Apakah Bangsaku Tidak Lagi Diperhitungkan?

Written By imran rusli on Friday, January 9, 2009 | 1:16 AM

Dear all:
Ini ada tulisan Ustad Yusuf Mansyur. Simple tapi dalem.
Mudah2an bermanfaat.
bse



Tahun 2004 saya jalan ke Brunei. Karena saya pikir dkt, saya cuma bawa 1
kantong plastik saja. Ternyata di perjalanan, bawaan saya bertambah.
Begitu masuk bandara Brunei, saya berniat membli tas. saya tawarlah 1
tas di 1 toko. Setelah dikurskan ke rupiah, angkanya jd 4,2jt. saya
terbelalak, dan setengah bercanda saya bilang bahwa di Indonesia, tas
kayak gini palingan 300-400rb atau paling mahal 1jt dah. Eh, si penjaga
toko memasang muka merendahkan gitu, dan bilang: "No no no... Bukan tas
kami yang mahal, tapi you punya rupiah yang tak ada harga!".

Ya Allah, seperti ditampar rasanya muka saya. Segitunyakah rupiahku?
Segitunya kah negeriku? Mata uangnya tak ada harga. Lalu, pegimana
bangsanya? Bagaimana negerinya? Adakah martabatnya?

2008 ini entah yang keberapa kali saya mengadakan prjalanan keluar
negeri. Sudah tidak saya hitung lg saking seringnya, he he he. Nikmat
ini saya syukuri. Saya tringat, dulu saban saya dimandiin dan
dipakaikan pakaian oleh ibu saya, ibu saya hampir selalu berdoa dg doa
yang relatif sama. Ya, hampir selalu. Doanya biar saya, katanya,
gampang bulak balik ke mekkah, seperti ke pasar. Terus biar bisa
keliling dunia. Yusuf kecil saat itu, sempat pula bertanya sambil
ketawa, masa iya ke mekkah segampang ke pasar? Lagian mana mungkin sih
keliling dunia? Ibu saya menjawab, eeeehhhh... Allah Punya Kuasa. Kalo
DIA mau, gampang buat DIA mah. Nabi Muhammad aja diterbangin isra
mi'raj.

Ya itulah doa ibu saya. Alhamdulillah. Trnyata betul. Sekarang saya
alami sendiri. Pergi haji buat saya pribadi udah benar-benar gampang.
Alhamdulillah. Biar pintu pendaftaran dah ditutup, saya masih bisa
pergi dengan undangan kerajaan punya, atau dengan cara-cara yang
tahu-tahu saya udah di sana! Subhaanallaah memang. tapi saya ga aji
mumpung. Waktu ibu saya, mertua dan rombongan keluarga ga dapat nomor
haji, banyak orang dekat bilang, pake dong power ente. Ah, saya mah
malah bilang, sabar ya bu. Sabar ya wahai keluargaku. Pergi haji mah
urusan Allah. Ga usah dicari-cari. Kalo dah waktunya, ya waktunya.

Dan alhamdulillah, pergi ke luar negeri pun sekarang ini saya yang
susah payah menolak undangannya. Masya Allah. And I speak not only in
bahasa; but both in arabic and english as an international language.

Saya bersyukur dengan keadaan ini, tapi sekaligus ada yang membuat saya
menjadi tertegun. Betapa "Jakarta" dah ga dianggap. Di hampir semua
bandara internasional; baik asia, maupun non asia, nama "Jakarta" ga
ada lagi di board penunjuk waktu.. Yang ada: London, Paris, New York,
dan kota-kota besar dunia. Bahkan ada nama Kuala Lumpur! Sedang
Jakarta, yang mewakili satu nama besar: Indonesia, ga ada lagi di board
tersebut.

Apa yang sedang terjadi dengan bangsa kita, kita semua tahu...

Setiap kali keluar kota dan keluar negeri, saya termasuk yang langka
punya. Ga bawa duit, dan ga bawa kartu kredit. Bukan apa-apa, sebab
biasanya saya dijemput langsung di pintu pesawat. Atau kalaupun tidak,
dijemput di setelah lolos imigrasi. Oleh para penjemput di kota-kota
atau negeri-negeri orang, saya sudah ditanggung beres.. Jadi, uang yang
saya bawa, benar-benar ga laku, he he he. Pengertian ga laku ini, hanya
untuk menunjukkan ga terpakai. Sebab kalaupun saya bawa dollar,
mereka-mereka menahan saya untuk bayar. Mereka saja yang berkhidmat.

Hingga satu waktu, saya jalan ke Singapore untuk keperluan pribadi..
Berangkatlah saya sendiri, sebagaimana biasanya. Ya, saya senang
berangkat sendirian. Sebab simple. Enteng. Ga banyak-banyak orang.
Paling banter, berdua dg istri atau anak-anak. tapi ini pun jarang. Dan
sampe di Singapore juga sendiri.. Ga ada yang jemput. Sebab saya pun
tidak mmberitahu kawan-kawan di sana. Sampe di Changi saya baru ingat,
saya hanya bawa 2jt. Dan itu rupiah. Belum saya tukerin. Menjelang
keluar bandara, saya laper, pengen cari cemilan dan kopi. Bergegaslah
saya ke salah satu sudut, untuk beli yang saya maksud. Saya pikir, bisa
lah skalian nuker seperti kalo belanja di Bangkok, Thailand. Eh,
ternyata saya salah. "Indonesia?" , tanya pelayan toko. Ya, saya bilang.
Indonesia. "Oh, sorry," katanya sambil muka nya ga enak gitu. "Your
money didn't accepted here". Masya Allah! Lagi-lagi kayak ditampar saya
ini. Uang rupiah ga diterima di sini.

Selanjutnya dia menunjukkan money changer di bandara. Saya mengurungkan
niat saya untuk nyemil dan ngopi. tapi saya pura-pura mengiyakan akan
menuju money changer. Dan subhaanallaah, kekagetan saya belom selesai.
Si pelayan ini masih bersorry-sorry ria. Katanya, jangan kaget, rupiah rendah
sekali katanya nilai tukarnya. Waaah, entahlah apa yang ada di benak saya....

Bahkan pengemispun tidak menerima rupiahku! Ya, itulah yang saya alami.
satir. Mirip komedi satir. Lucu, tapi getir.

Antara 2004-2005, dalam 1 lawatan ke Eropa. Saya dkk turun di
Frankfurt, German. Dari sini perjalanan ke beberapa negara di Eropa,
dimulai. Sekian waktu , sampe lah kami di Belanda. Ada salah satu kawan
di rombongan yang mmberi tahu betapa Indonesia sudah tidak ada.
"Hatta," katanya, "Di tempat pelacuran, ada pengumuman agar para
pelacur tidak menerima mata-mata uang yang ditaroh di list. Salah
satunya rupiah!". Kawan saya ini berkata geli. Saya pun ikut tertawa.
Tapi ngebatin. Ada segitunya ya.

Dari Belanda, kami pergi ke Belgia dan kemudian ke Perancis. Naik
kereta super cepatnya Eropa. Enak, nyaman, dan menyenangkan.
Turun di stasiun Perancis, kami dicegat oleh 1 pengemis perempuan.
Cantik menurut ukuran saya mah. Sampe saya geleng2 kepala, kenapa dia
mengemis. Kalo boleh saya bawa, mending saya bawa ke Jakarta, he he he.
Trnyata dia mengaku Bosnia punya. Maksudnya, orang Bosnia. Sdg hamil
pula. Entah bohong apa tidak. Salah satu kwn, memberinya rupiah. 200rb.
Di Indonesia, 200rb ini bukan cuma besar. Tapi sangat besar. Niscaya
kalo pengemis di tanah air diberi 200rb, akan sujud2 rasanya kpd yang
mmberi. Dia pun saat itu trsenyum. Barangkali dia merasa kwn saya itu
sdh mmberinya uang besar. Kwn saya pun senang melihat pengemis itu
senang..

Lusanya, kami langsung balik ke Amsterdam, Belanda. Naik kereta
lagi. Sampenya di stasiun, ketemu lagi dengan pengemis perempuan muda
tersebut. Kali ini wajahnya bersungut-sungut. Dari kejauhan dia melihat
kami. Begitu melihat kami, dia langsung berlari menuju kami dengan
wajah yang tiba-tiba kesal begitu. Terus, langsung menemui kawan saya
yang tempo hari ngasih. Dengan kasarnya, uang 200rb itu dipulangin.
Katanya, sambil marah, dia mengatakan, ini toilet paper! Gila, saya
bilang, uang kita disebutnya kertas toilet. Dia bercerita sambil
membuat kawan-kawan terbahak-bahak. Katanya, dia berusaha menukar uang
kita itu, tapi ga ada yang nerima. Barangkali semua kawan sama dengan
saya, di selipan tawa kami, ada satu kegetiran, segitunyakah rupiah
saya? Rupiah kita? Sampe pengemis saja ga menerimanya? Masya Allah.
Bangkitlah wahai negeriku. Bangkitlah wahai negeriku.

Hampir di setiap events internasional, perhatian kita (untuk saya
tidak mengatakan perhatian pemerintah), sangat-sangat kurang. Terbilang
lumayan sering anak-anak Indonesia berprestasi memenangkan
kompetisi-kompetisi internasional semacam olimpiade fisika, matematika,
sains, bahasa dan lain-lain. Tapi sepi benar dari pemberitaan.
Berita-berita buat bangsa kita tidak lagi ada, atau sedikit, yang
mmbuat kita sendiri bangga. Barangkali seperti tulisan saya ini, he he
he. Maaf ya. Tapi emang kenyataannya begini.

Saya pernah membaca ada seorang yang sangat pintar di negeri orang.
Tapi katanya dia ga merasa dihargai di negeri sendiri. Akhirnya hasil
penemuannya dipatenkan di negeri di mana dia belajar dan mengabdi, dan
kemudian dia mendapatkan permanen residence dari negeri tsb.

Sekelompok kawan TKI di salah satu negara tujuan TKW, mengeluhkan juga
tentang "perwakilan" mereka di negeri itu. Katanya, kita punya gedung
sekian belas lantai. Tapi nothing buat kita! Begitu katanya. Wuah,
miris juga saya dengar. Lihat terusan kalimatnya. "Sedangkan Philipina,
hanya 2 lantai, itu pun ngontrak, tapi bangsanya bangga dengan kerja
perwakilannya. Puas". Sedangkan kita, benar-benar payah. Kalau kita
lapor (maksudnya itu TKW2), kita ga diperlakukan dg ramah. Malah jadi
kayak jongos benar-benar. . Mereka kemudian cerita, bangsa aslinya
sendiri, ketika mereka datang mau mengadu, mereka duluan yang menyapa:
What can I do for you...?". Ramah bener.

Yah, itu barangkali sekelumit hal-hal yang tidak menyenangkan. Tapi
saya percaya, negeri kita masih diperhitungkan di dunia ini. Benarkah?

Siapa yang tidak bangga dengan Garuda? Maskapai Penerbangan Nasional
yang menginternasional. Bangga.. Sejarah Garuda demikian mengagumkan.
Hingga ketika diri ini yang bangga dengannya menerima satu kenyataan.
Kata seorang petinggi wilayah ketika saya menginap di kediamannya di
Amstelvein, Belanda, Garuda tidak lama lagi tutup. Bukannya ga boleh
terbang loh.. Tapi tutup. Sebab tidak laku atau gimana lah. Ga ngerti.
Beberapa tahun setelahnya, saya dikagetkan lagi dengan berita bahwa
Garuda tidak diperkenankan melewati Eropa karena satu dua alasan.
Bahkan di wilayah saudi pun bermasalah. Entahlah apa yang sedang
terjadi. Saat tulisan ini dimuat, Garuda sudah berhasil melewati
masa-masa sulit itu. Bahkan Garuda sudah menangguk keuntungan dari yang
tadinya merugi. Dan Garuda pun menerima penghargaan internasional.
Namun, ketika ada berita bahwa Garuda tutup dan Garuda dilarang
terbang, rasanya teriris-iris hati ini. Tarbayang Garudaku yang gagah,
yang jadi perlambang negeri ini, harus "menerima perlakuan" tidak
hormat seperti itu. Terbanglah lagi Garudaku. Mengangsalah ke seluruh
penjuru dunia. Supaya dunia tahu betapa gagahnya lambang negaraku.

Saya tersenyum kecut dengan dua berita yang turun dengan rentang
waktu yang tidak berapa lama. Yaitu berita tentang petinggi kita yang
kamarnya digeledah ketika berada di negeri orang. Dan yang satunya
lagi, ketika diperiksa berlama-lama di imigrasi satu airport
internasional. Lepas dari kenapa dan bagaimananya kisah di balik dua
berita itu, bagi saya ya sekali2 memang petinggi kita kudu merasakan.
Merasakan apa? Merasakan jadi warganya. Tidak jarang kami-kami juga
diperlakukan demikian. Seenaknya saja mereka masuk kamar hotel kami dan
memeriksa kami dengan satu alasan sederhana saja: Kami harus memeriksa
Anda! Begitu saja. Ga ada penjelasan.

Di Australia, berapa kali saya harus melewati pemeriksaan yang -- hingga --
ikat pinggang saya pun hrs ditaroh di pemeriksaan. Tas-tas saya pun hrs
dibuka dan cenderung bahasa seharusnya: diobrak-abrik. Lagi-lagi alasannya
sederhana: Kami harus memeriksa Anda. Satu yang menyakitkan, mereka
melihat wajah saya: Asia. Asia harus diperiksa. Lalu ditanyalah saya,
darimana? Saya jawab dengan gagahnya: Indonesia. Eh tanpa dinyana,
petugas membuka lembaran petunjuk, dia urut dengan jarinya, ketemu! Ya,
katanya, Indonesia harus diperiksa. Ooo, rupanya dilembar cek-list itu,
nama Indonesia masuk daftar negara yang orang-orangnya harus diperiksa.
Subhaanallaah. Geram juga saya. Nanti, kata saya, kalau saya udah jadi
Presiden, saya gituan dah dunia, he he he. Untunglah saya jauh jadi
presiden. Kalo iya, udah perang terus kali bawaannya, ha ha ha.. Perang
urat syaraf. Betapa tidak, Bali saya periksa ketat seperti mereka
memeriksa kita. Kamar-kamar mereka, tak geledah di sembarang waktu. Dan
saya instruksikan supaya mata uang yang dipakai, hanya rupiah. Tak
bikin peraturan, dolar dan lain-lainnya, kecuali real barangkali karena
negeri dengan mekkah dan madinah, he he he, ga boleh masuk ke
Indonesia.. Mereka sudah harus nuker di negaranya masing-masing. Bakal
dimusuhin sih, tapi biar saja. Wong presidennya kan saya, ha ha ha.
Negara juga negara saya. Kalo ga suka, ya jangan masuk negara saya.
Cuma, saya akan bikin dunia juga jadi perlu sama saya, jadi perlu sama
Indonesia. Sehingga pasti mereka akan susah payah nurut, seperti
hebatnya kita diam dan nurut diperlakukan oleh mereka!
1:16 AM | 2 komentar

Sensasi Air di Mifan

Written By imran rusli on Thursday, January 1, 2009 | 5:06 AM

Ke mana Anda merayakan tahun baru? Minang Fantasy (Mifan) di Kota Padangpanjang, mungkin bisa jadi pilihan. Dijamin puas, terutama kalau Anda tergolong ‘gila air’.

Tanpa banyak gembar-gembor, Padangpanjang sudah mengukuhkan diri sebagai daerah tujuan wisata utama di Sumbar, setiap hari libur sekitar 10.000 pengunjung dari 19 kota/kabupaten di Sumbar meluruk ke kota ini, begitu juga pengunjung dari provinsi tetangga seperti Riau, Kepri, Bengkulu, Sumsel, Jambi dan Sumut. Tak lama lagi diprediksi Padangpanjang akan menggeser dominasi Bukiktinggi sebagai kota tujuan wisata utama di Sumbar, yang saat ini masih menang karena memiliki fasilitas hotel yang lengkap (55 unit), sehingga wisatawan yang ingin ke Padangpanjang pun masih harus menginap di Bukiktinggi.

Semua itu karena Mifan, Minang Fantasy, water park (taman air) seluas 10 hektar yang dibuka di lokasi Minangkabau Village lama, tepatnya di Kelurahan Silaiang Bawah, Kecamatan Padangpanjang Barat, Kota Padangpanjang. Sejak dibuka Juli 2008, ratusan ribu pengunjung sudah menikmati sensasi air yang disajikan oleh 9 wahana kolam air (kolam luncur spiral, kolam luncur lurus, kolam anak, ember tumpah, kolam ombak, kolam arus, kolam renang Niagara, ban elektrik, dan sekitar 10 wahana lainnya seperti bom bom car, karosel, kincir putar, teko putar, jet coaster mini, kereta wisata, bumper boat, camping ground, outbound dan banyak lagi yang lain.

Dari Padang jaraknya hanya 68 kilometer dan dari Bukiktinggi lebih dekat lagi hanya 13 kilometer. Tarif masuknya juga murah, hanya Rp35 ribu. Kalau ingin menikmati semua wahana tanpa harus membeli tiket lagi di setiap wahana, yang harga rata-ratanya Rp10 ribu, tersedia tiket terusan yang harganya Rp75 ribu per orang. Harga-harga ini tidak berlaku untuk anak-anak di bawah 2 tahun, yang tentu saja memang belum bisa menikmati sensasi Mifan. Ya iyalah, bisa apa anak umur 2 tahun, masuk kolam juga langsung lewat.

Bandingkan dengan biaya yang harus Anda keluarkan untuk menikmati water park sekelas Mifan yang rata-rata baru ada di Jawa dan Bali. Ke Gelanggang Renang Dufan (Dunia Fantasi), Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta saja misalnya, Anda harus keluar uang paling sedikit Rp5 juta per orang untuk transportasi pp, akomodasi dan makan minum saja, belum biaya emosi dan biaya perangai (tau kan maksudnya?).

Mifan sebenarnya dibuka setiap hari, mulai jam 08.00 WIB, sampai pukul 20.00 WIB, tapi pengunjung lebih banyak datang di hari libur. Minggu 21 Desember lalu, pengunjung sudah membludak pada pukul 09.00 WIB, mereka berdatangan dari Padang, Pariaman, Maninjau, Pasaman, Pariaman, Bukiktinggi, Payokumbuah, Solok, Sawahlunto, Sawahlunto Sijunjuang, Dharmasraya, Sitiung, Solok Selatan, Painan, Bangkinang, Pekanbaru, Bengkulu, Palembang dan lain-lain.

Banyak yang bawa tikar dan rantang makanan sendiri, karena soal yang satu ini memang masih minim di Mifan. Ada satu rumah makan, tapi tampaknya tak begitu diminati pengunjung, mungkin karena sama saja dengan rumah makan di luar Mifan dan susananya kaku sekali dan mungkin mahal—baca tak wajar harganya--juga. Jadi tak ada daya tariknya makan di situ.

Main Air Sepuasnya
Meski banyak sekali wahana di Mifan, wahana airnya lah yang lebih digilai pengunjung. Warman (41), pengunjung dari Bangkinang, Riau, mengatakan wahana air di Mifan tidak kalah asyiknya dibanding Dufan, atau water boom di Bali. Hal ini dibenarkan Drs Zulkarnain Harun MSi, Kepala Dinas Pariwisata Padangpanjang yang waktu itu—Minggu 21 Desember--sedang berada di Palopo, Sulawesi Selatan.

“Mifan ini water park nomor.2 terbaik di Indonesia, dan nomor satu di Sumatra,” katanya. Im Depry, mitra Mifan dari Bank Bukopin membenarkan dan menambahkan, kualitas air di Mifan selalu dijaga dengan baik. “Biaya perawatan wahana air di Mifan sangat besar, berkisar Rp2 juta – Rp5 juta per hari,” katanya. Karena itu wajar kalau dikatakan bahwa selain segar, air di Mifan juga sehat, tak kan menimbulkan iritasi atau ruam di kulit, meski digunakan oleh sampai 10 ribu pengunjung setiap hari, seperti jelang lebaran kemarin.

Shanti (18), pengunjung dari Pekanbaru lain lagi komentarnya. “Kolam ombak sungguh asyik, kita seperti merasa di laut betulan, meski tentunya lebih aman, apalagi ada pelampung besar dan safeguard, pokoknya kami benar-benar enjoy di Mifan ini,” katanya sambil merangkul Andre (10), adik laki-lakinya. Ada dua jenis pelampung, single dan double. Single Rp10.000, double Rp15.000. Jumlahnya banyak sekali, semua pasti kebagian.

Setiap wahana di Mifan memang dikawal safe guard, masing-masing satu untuk setiap wahana. Mereka selalu waspada dan melaksanakan tugasnya dengan baik. Yang lebih profesional, di Mifan juga siaga sebuah ambulans, dengan dua tenaga media dan dua supir. Menurut Eky Harjoni Amd. Kep, paramedis yang bertugas hari itu, ambulans tersebut ditempatkan di situ atas kerjasma Mifan dan RSUD Padangpanjang. Tersedia fasilitas medis pendukung seperti obat-obatan dan perangkat P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan).

“Kasus-kasus yang kami tangani selama ini antara lain luka ringan, lecet, trauma, gagal nafas, dan semacam itu, kalau yang berat-berat seperti serangan jantung langsung dibawa ke RSUD untuk mendapat perawatan di IGD (Instalasi Gawat Darurat),” kata Eky. Dia menambahkan rata-rata dalam sehari mereka menelayani 10 pasien. “Tapi belum pernah ada yang parah, rata-rata cedera ringan dan semoga tetap begitu.” Ya jangan sampai ada yang meninggal di Mifan lah, soalnya ngggak pas banget untuk dijadikan lokasi meninggal.

Hotel
Penginapan adalah masalah besar bagi Padangpanjang, terutama untuk menampung pengunjung Mifan yang makin lama makin banyak, karena peningkatan jumlah wisatawan ke Padangpanjang, menurut Zulkarnain Harun, sudah sangat signifikan. Meski belum bisa memberi angka, Zul memastikan peningkatan jumlah pengunjung sangat drastis, tapi Padangpanjang belum untung, karena uang untuk hotel masih dikeruk Bukiktinggi.

“Kita sangat rugi, karena belum punya hotel yang representatif, pengunjung masih menginap di Bukiktinggi,” ungkap Zul.

Padangpanjang memang belum punya hotel satupun, penginapan dan wisma ada sekitar 6 unit, tapi kondisinya pas-pasan, belum cocok untuk wisatawan, karena lebih ditujukan untuk pedagang keliling. “Kamar mandinya di luar, mandinya pakai ember dan gayung, kalaupun ada yang di dalam, kamar mandi dan toiletnya sempit, sehingga tidak nyaman digunakan,” ujar Isril, warga Silaiang Bawah. Tarifnya rata-rata murah, hanya Rp50 ribu – Rp60 ribu, tapi ya itu tadi, minus kenyamanan. Banyak nyamuk sih, belum bau dindingnya yang apak.

Dalam kawasan Mifan sendiri ada 5 rumah gadang yang disewakan. Semalam tarifnya Rp2 juta, tapi rumah gadang ini ibarat penthouse di hotel-hotel berbintang, karena memiliki dapur sendiri, ruang tamu, beranda, ruang makan, ruang tengah,kamar mandi besar dan dua kamar tidur. Dua keluarga dengan 20 personil bisa menginap di sini, atau sekitar Rp100 ribu per orang.

Tapi pengunjung masih kurang berminat karena fasilitasnya minim. Tak ada TV berlangganan, malam sangat sepi tak ada atraksi apapun (jadi betul-betul hanya untuk tidur, kecuali bikin acara sendiri seperti bakar-bakar ayam dan ikan (tapi nggak smapaibakar-bakar Mifan lah), nyanyi-nyanyi karakoean dan lain-lain), kamar mandi dan toilet terbatas, meski toilet di Mifan rata-rata bersih dan cukup banyak, tapi jauh dari rumah gadang tempat menginap.

“Klien kami dari Chevron atau RAPP sering mengeluhkan minimnya fasilitas hotel ini, kalau ada investor yang mau membuka hotel atau penginapan yang lebih sesuai dengan kebutuhan wisatawan, pasti kami dukung,” kata Zulkarnain. Benar Elfa?

Yang datang ke Mifan memang bukan keluarga saja, tapi juga rombongan dari sekolah, perguruan tinggi, perusahaan, atau organisasi massa. Untuk kelompok ini ada lagi diskon khusus, sekitar 10 – 20 persen. Minggu 21 Desember kemarin rombongan dari ACC (perusahaan pembiayaan otomotif) dan MAN Bangkinang terlihat dalam kerumunan massa. Mereka membuat acara sendiri.

Makan Enak
Kalau Anda dan keluarga tak membawa makanan dari rumah, tak masalah. Setelah capek menikmati sensasi air di obyek wisata seharaga Rp115 milyar ini, Anda bisa ke RM Pak Datuk atau Sate Mak Syukur. Tak sampai 5 menit dari lokasi. Nyam nyam, dengan sekitar Rp20.000 per orang Anda sekeluarga sudah bisa makan enak sekenyangnya. Makanya, tunggu apa lagi ayooo buruan ke Mifan!
5:06 AM | 0 komentar

Sharing

Info

Sosok

Popular Posts